John Allen Chau: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 25:
 
== Akibat ==
Meskipun ada upaya oleh otoritas India, yang melibatkan pertemuan tegang dengan suku tersebut, tubuh Chau tidak ditemukan. Pejabat India melakukan beberapa upaya untuk memulihkan tubuh Chau tetapi akhirnya membatalkan upaya tersebut. Seorang antropolog yang terlibat dalam kasus ini mengatakan kepada ''[[The Guardian]]'' bahwa risiko bentrokan berbahaya antara penyelidik dan penduduk pulau terlalu besar untuk membenarkan upaya lebih lanjut.[16]<ref name="NewsComAu" /> Sebuah kasus pembunuhan dibuka setelah kematiannya.<ref>{{cite news|url=https://www.theguardian.com/world/2018/nov/28/india-body-john-allen-chau-missionary-killed-by-sentinelese-tribe|title=India has no plans to recover body of US missionary killed by tribe|last1=Safi|first1=Michael |last2=Giles |first2=Denis |work=[17[The Guardian]]|date=November 28, 2018|access-date=2020-04-24}}</ref> A murder case was opened following his death.<ref>{{cite news|url=https://www.bbc.co.uk/news/world-asia-india-46345231|title=John Allen Chau: 'Incredibly dangerous' to retrieve body from North Sentinel|work=[[BBC News]]|date=November 26, 2018|access-date=2020-06-15}}</ref>
 
Chau dikritik oleh [[Survival International]] antara lain karena mengunjungi pulau itu meskipun kemungkinan menyebarkan [[patogen]] ke penduduk asli Sentinel, yang bisa mematikan karena kemungkinan penduduk asli sebelumnya tidak terkena penyakit dari luar pulau.[18] [4][19][20] All Nations, organisasi evangelis yang melatih Chau, dikritik di media sosial karena menggambarkan Chau sebagai seorang martir sambil menyatakan belasungkawa atas kematian Chau. Ayah Chau juga menyalahkan kematian putranya pada komunitas misionaris karena menanamkan visi Kristen yang ekstrem di dalam Chau.[5] Menurut sebuah laporan oleh ''[[The New York Times]]'', pelatihan misionaris oleh All Nations termasuk menavigasi desa asli tiruan yang dihuni oleh anggota staf misionaris yang berpura-pura menjadi penduduk asli yang bermusuhan, menggunakan tombak palsu.
 
Chau dikritik oleh [[Survival International]] antara lain karena mengunjungi pulau itu meskipun kemungkinan menyebarkan [[patogen]] ke penduduk asli Pulau Sentinel, yang bisa mematikan karena kemungkinan penduduk asli sebelumnya tidak terkena penyakit dari luar pulau tersebut.<ref>{{cite web|url=https://www.washingtonpost.com/opinions/john-allen-chau-was-brave-he-was-also-reckless/2018/11/27/ddb9200c-f1b0-11e8-99c2-cfca6fcf610c_story.html|title=John Allen Chau was brave. He was also reckless.|newspaper=The Washington Post|last1=Elonai|first1=Maisha|date=November 28, 2018|access-date=March 28, 2020}}</ref><ref name="Perry"/><ref>{{cite web|url=https://www.survivalinternational.org/news/12031|title=Survival International statement on killing of American man John Allen Chau by Sentinelese tribe, Andaman Islands|publisher=Survival International|date=November 21, 2018|access-date=March 28, 2020}}</ref><ref>{{cite web |title=Missionary claims that John Chau did not pose a threat to the Sentinelese - Survival responds |url=https://www.survivalinternational.org/news/12042 |website=www.survivalinternational.org |publisher=Survival International |access-date=5 May 2020 |language=en}}</ref> All Nations, organisasi penginjilan yang melatih Chau, dikritik di media sosial karena menggambarkan Chau sebagai seorang martir sambil menyatakan belasungkawa atas kematian Chau. Ayah Chau juga menyalahkan kematian putranya pada komunitas misionaris itu karena menanamkan visi Kristen yang ekstrem di dalam Chau.<ref name="Conroy" /> Menurut sebuah laporan oleh ''[[The New York Times]]'', pelatihan misionaris oleh All Nations termasuk menavigasi desa asli tiruan yang dihuni oleh anggota staf misionaris yang berpura-pura menjadi penduduk asli yang bermusuhan, menggunakan tombak palsu.<ref name="Gettleman">{{Cite web|last=Gettleman|first=Jeffrey |url=https://www.nytimes.com/2018/11/30/world/asia/john-chau-andaman-missionary.html|title=John Chau Aced Missionary Boot Camp. Reality Proved a Harsher Test.|work=The New York Times|date=November 30, 2018|access-date=2020-06-30}}</ref>
Menanggapi kematian Chau, M. Sasikumar dari Institut Studi Asia Maulana Abul Kalam Azad, mempertanyakan tuntutan hukum pembunuhan dan apa yang dia anggap sebagai versi romantis dari insiden tersebut di media. Dia menulis bahwa insiden tersebut seharusnya menjadi peringatan bahwa kebijakan "mata-mata" berkaitan dengan suku Sentinel perlu ditegakkan lebih ketat, dan mengikutsertakan nelayan lokal untuk mencegah pengulangan.[22]
 
Menanggapi kematian Chau, M. Sasikumar dari Institut Studi Asia Maulana Abul Kalam Azad, mempertanyakan tuntutan hukum pembunuhan dan apa yang dia anggap sebagai versi romantis dari insiden tersebut di media. Dia menulis bahwa insiden tersebut seharusnya menjadi peringatan bahwa kebijakan "mata-mata" berkaitan dengan suku Sentinel perlu ditegakkan lebih ketat, dan mengikutsertakan nelayan lokal untuk mencegah pengulangan.[22]<ref>{{cite journal | last=Sasikumar| first=M. | year=2019| title=The Sentinelese of North Sentinel Island: A Reappraisal of Tribal Scenario in an Andaman Island in the Context of Killing of an American Preacher| journal=Journal of the Anthropological Survey of India| volume=68| issue=1| pages=56–69| DOI=10.1177/2277436X19844882| doi-access=free}}</ref>
Michael Schönhuth, Profesor Antropologi Budaya di Universitas Trier, Jerman, menemukan tanggapan media terhadap pembunuhan kepentingan budaya oleh Chau. Dia menulis bahwa narasi yang muncul adalah bagian dari diskusi yang lebih besar mengenai hubungan yang tepat antara dunia modern dan masyarakat adat yang terisolasi yang tersisa. Schönhuth menulis bahwa kehadiran online komunitas misionaris Injili yang telah berkembang selama dua puluh tahun sebelumnya, dan di mana Chau adalah peserta aktif, menyajikan sebuah narasi di mana mereka membawa peradaban kepada orang-orang primitif, dan bahwa kemungkinan misionaris menjadi terbunuh bukanlah pencegah, tetapi penegasan tentang perlunya "orang-orang yang tidak dihubungi" untuk diselamatkan dari keberadaan yang biadab. Schönhuth menyalahkan media karena memainkan narasi ini, mengabaikan sejarah eksploitasi orang-orang di wilayah tersebut, yang menghadirkan narasi alternatif di mana pembunuhan Chau adalah untuk membela diri. Schönhuth menyarankan bahwa promosi media harus ditafsirkan ulang agar alternatif-alternatif semacam itu dapat dipahami.[23]
 
Michael Schönhuth, Profesor Antropologi Budaya di Universitas Trier, Jerman, menemukan tanggapan media terhadap pembunuhan kepentingan budaya oleh Chau. Dia menulis bahwa narasi yang muncul adalah bagian dari diskusi yang lebih besar mengenai hubungan yang tepat antara dunia modern dan masyarakat adat yang terisolasi yang tersisa. Schönhuth menulis bahwa kehadiran online komunitas misionaris Injili yang telah berkembang selama dua puluh tahun sebelumnya, dan di mana Chau adalah peserta aktif, menyajikan sebuah narasi di mana mereka membawa peradaban kepada orang-orang primitif, dan bahwa kemungkinan misionaris menjadi terbunuh bukanlah pencegah, tetapi penegasan tentang perlunya "orangsuku-orang yang tidaksuku dihubungiterpencil" untuk diselamatkan dari keberadaan yang biadab. Schönhuth menyalahkan media karena memainkan narasi ini, mengabaikan sejarah eksploitasi orang-orang di wilayah tersebut, yang menghadirkan narasi alternatif di mana pembunuhan Chau adalah untuk membela diri. Schönhuth menyarankan bahwa promosi media harus ditafsirkan ulang agar alternatif-alternatif semacam itu dapat dipahami.[23]<ref>{{cite journal| last=Schönhuth| first=M.| year=2019| title=Dead missionaries, wild Sentinelese: An anthropological review of a global media event| journal=Anthropology Today| volume=35| issue=4| pages=3-6| DOI=10.1111/1467-8322.12514| doi-access=free}}</ref>
 
== Referensi ==