Mahrus Amin: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
sub tittle hijrah ke ibukota dan kontennya
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
menambahkan kisah memimpin darunnajah petukangan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 25:
 
[[Doktorandus|Drs.]] [[Kiai|K.]][[Haji|H.]] Mahrus Amin ({{lahirmati|Cirebon, Indonesia|14|2|1940|Jakarta, Indonesia|7|8|2021}})<ref>[https://www.republika.co.id/berita/qxgvck335/pendiri-pondok-darunnajah-kh-mahrus-amin-meninggal-dunia Pendiri Pondok Darunnajah, KH Mahrus Amin Meninggal Dunia]</ref><ref>[https://www.timesindonesia.co.id/read/news/362964/pendiri-dan-pimpinan-ponpes-darunnajah-kh-mahrus-amin-meninggal-dunia Pendiri dan Pimpinan Ponpes KH Mahrus Amin Meninggal Dunia]</ref> adalah Pendiri dan Pimpinan [[Pondok Pesantren Darunnajah]] serta Pondok Pesantren Madinatunnajah.
'''Awal Kehidupan'''
 
'''Awal Kehidupan'''
Baris 49 ⟶ 50:
 
Karena bercita-cita menjadi guru, tentu saja [[SGB]] (Sekolah Guru Bantu) dan SGA (Sekolah Guru Atas) menjadi tujuan Mahrus. Namun saat Orde Baru, sekolah-sekolah ini dihapus. Orangtuanya pun menyarankan Mahrus agar mendaftar ke Pondok Modern [[Gontor, Mlarak, Ponorogo|Gontor]] di Ponorogo. Bersama 7 temannya Mahrus berangkat ke Gontor untuk mengikuti jenjang KMI (Kuliyatul Mualimin Al-Islamiyah) selama 6 tahun. KMI menggabungkan tingkat Tsanawiyah dan Aliyah dalam 1 paket.  Namun dari 7 orang, hanya Mahrus yang berhasil menyelesaikan jenjang KMI.
'''Kehidupan Semasa Mondok'''
 
'''Kehidupan Semasa Mondok'''
Baris 65 ⟶ 67:
 
Amanah itu demikian memberi pengaruh luar biasa ke dalam diri Mahrus. Sejak saat itu, ia bertekad untuk berusaha sekuat tenaga mengisi umur dengan berdakwah lewat dunia pendidikan khususnya pondok pesantren. Semangat itu tak pernah padam yang di kemudian hari melatari ikhtiar Mahrus untuk membangun 1000 pesantren Nusantara.
 
 
 
'''Hijrah ke Ibukota'''
 
Selepas lulus dari Gontor, atas saran pamannya, '''Prof. Tohir Abdul Muin''', Guru Besar IAIN Sunan Kalijaga, pada 2 Februari 1961 Mahrus melabuhkan kehidupannya di Jakarta. Di ibukota, Mahrus tinggal di kantor PB Makmur milik '''H. Abdul Manaf Mukhayyar''' yang berlokasi di Palmerah, Jakarta Barat. Mahrus mengenal PB Makmur dari Hasim Munif, rekannya sesama alumni Gontor yang bekerja di PB Makmur.
 
Semasa tinggal di PB Makmur, Mahrus memperoleh informasi bila Raudhatul Athfal, sebuah lembaga pendidikan pimpinan Ustad Abdillah Amin di bilangan Petukangan membutuhkan tenaga pengajar. Mahrus mendapat tawaran mengajar sejak 1 April 1961 di lembaga tersebut. Inilah awal Mahrus mengabdikan ilmu yang diperolehnya selama di Gontor.
Baris 75 ⟶ 78:
Raudhatul Athfal berada di bawah Yayasan Kesejahteraan Masyarakat Islam (YKMI). Yayasan ini dibentuk pada 30 Desember 1960. Tepatnya setelah hadir keinginan untuk membangun pondok pesantren di bilangan Ulujami yang tanahnya merupakan wakaf dari H. Abdul Manaf Mukhayyar. Tanah wakaf yang diberikan adalah tanah yang dibeli dari hasil gusuran Madrasah Al-Islam Petunduhan (sekarang kelurahan Gelora) pimpinan H. Abdul Manaf. Madrasah tersebut terkena gusuran bagi proyek pembangunan arena olahraga Asian Games IV tahun 1962, dengan nilai Rp. 150.000,00.
 
Setelah mendengar saran dari '''Drs. H. Kamaruzzaman,''' tokoh pemuda Palmerah yang sedang kuliah di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, H. Abdul Manaf setuju membeli tanah di pinggiran Jakarta untuk dibangun pesantren. Drs. H. Kamaruzzaman juga menyarankan agar H. Abdul Manaf menemui H. Moh. Kosim, tokoh Palmerah yang menetap di Cipulir. Melalui H. Moh. Kosim, H. Abdul Manaf membeli tanah seluas 4 hektar, yang diperluas menjadi 6 hektar dengan penjelasan, 5 hektar untuk wakaf, dan sisanya 1 hektar untuk pribadi.
 
Untuk mewujudkan cita-cita membangun ponpes, YKMI dibentuk dengan susunan pengurus sebagai berikut: '''H. Moh. Kosim (Ketua), Drs. H. Kamaruzzaman (Sekretaris) dan H. Abdul Manaf Mukhayyar (Bendahara).''' Kehadiran yayasan ini memperoleh respons positif dari tokoh masyarakat di Ulujami dan Petukangan seperti: '''H. Abdillah Amin, H. Satiri (Ulujami), H. Sidik Makmun, H, Sidik, H. Satiri (Petukangan), Abbas''' dan lain sebagainya. Salahsatu bentuk respons positifdukungan tersebut ditujukan oleh H. Abdillah Amin dengan menyerahkan Raudhatul Athfal di Petukangan untuk bergabung di YKMI.
 
Raudhatul Athfal merupakan lembaga pendidikan setingkat madrasah ''ibtidaiyyah (''SD). Penamaan yang kurang tepat membuat YKMI menyetujui usulan Ustad Aminullah, salahsatu kerabat H. Abdul Manaf, untuk mengganti namanya menjadi Darunnajah (rumah keberhasilan). Oleh Mahrus, penamaan Darunnajah digandengkan dengan “balai pendidikan” menjadi Balai Pendidikan Darunnajah, mengikuti Balai Pendidikan Pondok Modern Gontor.
 
 
'''Memimpin Madrasah Darunnajah Petukangan'''
 
Pada 1 Agustus 1961, Mahrus mendapat amanah untuk mengurus Balai Pendidikan Darunnajah di Petukangan. Bersama teman-temannya, '''A. Hafizd Dasuki, Ridho Masduki''' dan '''A. Rahim Hidayat''', Mahrus mengembangkan madrasah ini menjadi pesat. Tidak hanya membuka jenjang TK tapi juga membuka Sekolah Dasar dan SLTP.
 
Sistem pendidikan Darunnajah mengikuti sistem Gontor, baik kurikulum, model pendidikan maupun pola pembiayaannya. Mensinerjikan pendidikan agama dan umum dilengkapi dengan keterampilan non formal semisal olahraga, kesenian dan Pramuka, memungkinkan siswa MTs Darunnajah siap menjadi guru bagi lembaga pendidikan negeri maupun swasta.
 
Hal yang membedakan adalah adanya penerbitan ijazah bagi para siswa sebagai bukti bahwa mereka pernah bersekolah di Darunnajah. Di awal, Mahrus mengikuti Gontor yang tidak menerbitkan ijazah bagi santri-santrinya. Namun hal itu menjadi kendala saat alumnus mengisi formasi guru yang ditawarkan Depag. Ia pun mulai menyetujui penerbitan ijazah tersebut.
 
Pada tahun 1960-1970, lembaga pendidikan swasta masih kurang mendapat perhatian dari pemerintah sehingga Darunnajah membiayai kegiatan pendidikannya secara mandiri. Untuk mencukupi kebutuhan rutinnya, Darunnajah mengandalkan iuran wali murid dan dukungan finansial dari donator seperti '''Arsyad Siagian''' (bagian keuangan Pemda DKI), '''H. Satiri, H. Abdul Manaf,''' Majelis Taklim Ibu-ibu Petukangan dan masyarakat Petukangan.
 
Tahun 1969, Darunnajah Petukangan membangun panti asuhan yatim piatu. Pembiayaan pembangunan ini dilakukan secara mandiri yaitu dengan membebaskan tanah seluas 1000 meter persegi milik '''H. Hasbullah''', salah seorang pengurus YKMI. Oleh Mahrus, tanah itu dilelang sehingga terjual dengan harga Rp. 250 per meter persegi atau senilai total Rp. 250.000,00. Tetapi dana tersebut tidak mencukupi. Akhirnya dengan dukungan dana dari keluarga, majelis taklim dan para donator, kekurangannya dapat dipenuhi.
 
Setahun kemudian, panti asuhan tersebut sudah mulai menampung anak-anak yatim piatu. Ustad Abdillah Amin yang dulu memimpin Raudhatul Athfal dipercaya memimpin panti asuhan. Sejak tahun 1970, Darunnajah Petukangan menaungi madrasah dan panti asuhan. Untuk mengurus segala keperluannya, dibentuklah Yayasan Annajah. Ustad Abdillah Amin menjadi ketua, didampingi Mahrus sebagai wakil. Pada perkembangannya, di tahun 2005, Madrasah Darunnajah Petukangan berganti nama menjadi '''Madrasah Annajah'''.  
 
Untuk mewujudkan cita-cita membangun ponpes, YKMI dibentuk dengan susunan pengurus sebagai berikut: H. Moh. Kosim (Ketua), Drs. H. Kamaruzzaman (Sekretaris) dan H. Abdul Manaf Mukhayyar (Bendahara). Kehadiran yayasan ini memperoleh respons positif dari tokoh masyarakat di Ulujami dan Petukangan seperti: H. Abdillah Amin, H. Satiri (Ulujami), H. Sidik Makmun, H, Sidik, H. Satiri (Petukangan), Abbas dan lain sebagainya. Salahsatu bentuk respons positif tersebut ditujukan oleh H. Abdillah Amin dengan menyerahkan Raudhatul Athfal untuk bergabung di YKMI.
 
'''Mendirikan Pondok Pesantren Darunnajah Ulujami       '''