Fuad Amin Imron: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k LogoPolitikus |
k Dan dengan meninggalnya Fuad Amin, politik Bangkalan akan mencari pola baru. Jejaring-jejaring baru akan terbentuk dan pola lama yang sentralistik akan menguap bersama meninggalnya Fuad Amin. |
||
Baris 41:
Sempat berorasi keliling di depan Istana Keprisidenan RI, massa Gemura menuduh Amin melakukan korupsi terhadap dana pengungsi korban [[Konflik Sampit|konflik antar-suku]] di [[Sampit (kota)|Sampit]], berbagai pengadaan barang perjalanan dinas. Salah satu wakil kelompok pemuda madura ini bahkan menunjukkan bukti audit [[BPK]] lengkap dengan nomor 64/R/XIV.12/12/2006 yang mensinyalir penguapan dana pengungsi Sambas.
Bertepatan dengan masa pencalonan Fuad Amin sebagai Bupati Bangkalan pada 2003 silam, sempat dikabarkan terjadi perselisihan antara
Ra Buchori merupakan pendukung setia Cagub Khofifah Indra Parawansa yang juga mantan Menteri Pemberdayaan Wanita, sedangkan Ra Amin merupakan pendukung kuat Soekarwo, Gubernur Jatim yang sedang menjabat. Hubungan kedua tokoh masyarakat Madura ini makin parah setelah status Ra Imam Buchori, yang kembali mencalonkan diri berpasangan dengan Zainal Alim, dianulir oleh KPU setempat berdasar putusan PTUN Surabaya yang menyatakan salah satu dukungan parpol mereka cacat hukum.
Berdasar keputusan KPUD tersebut, hanya dua pasangan calon yang berhak maju dalam pemilihan Bupati Bangkalan periode 2013–2018 dan salah satunya adalah RKH
== Kasus Korupsi ==
Baris 55:
KPK menetapkan Fuad sebagai tersangka penerima suap berdasarkan pasal 12 huruf a, pasal 12 huruf b, pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP. Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan terkait jabatannya. Bila terbukti melanggar pasal tersebut dapat dipidana penjara seumur hidup atau penjara 4-20 tahun kurungan ditambah denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp 1 miliar.<ref>[http://kabar24.bisnis.com/read/20141202/16/379285/operasi-tangkap-tangan-kpk-ini-kronologi-penangkapan-tokoh-bangkalan-fuad-amin OPERASI TANGKAP TANGAN KPK: Ini Kronologi Penangkapan Tokoh Bangkalan, Fuad Amin]</ref>
== Politik Bangkalan Pasca Fuad Amin Imron ==
Secara umum, kekuatan pokok politik Bangkalan terpusat pada [https://hybernasi.com/politik-dan-blater-bangkalan-pasca-rkh-fuad-amin/ tiga tonggak utama], yakni kiai, priyayi, dan blater. Ketiga kelompok ini yang dapat memainkan suara pemilih dalam sebuah suksesi kepemimpinan politik. Pada Fuad Amin, ketiga kekuatan tersebut menyatu. Dengan bekal kekuatan itu pula, Fuad Amin berhasil menduduki kursi orang nomor satu di Bangkalan selama dua periode berturut-turut. Kekuatan politik Fuad Amin tidak begitu saja luntur pasca berakhirnya kekuasaannya sebagai Bupati. Ia tetap menjadi tokoh sentral yang dapat menggerakkan dan membelokkan suara massa dalam berbagai ajang suksesi.
Naiknya sang anak, Makmun ibnu Fuad, ke puncak kekuasaan di Bangkalan tak lepas dari sentuhan dan dukungan penuh Fuad Amin. Tanpa Fuad Amin, Makmun ibnu Fuad bukan siapa-siapa. Ia bukan politisi, bukan pula tokoh priyayi. Di antara tiga kriteria di atas, paling jauh, Makmun ibnu Fuad hanya berstatus anak cucu seorang ulama karismatik Syaikhona Muhammad Kholil. Status tersebut juga tidak serta merta menjadikan Makmun ibnu Fuad memiliki kelaikan yang cukup untuk menyandang status ''lora'' (anak kiai, dalam bahasa Madura). Terbukti, dalam beberapa pertemuan penting yang melibatkan Makmun ibu Fuad (dalam kapasitas sebagai bupati) dengan tokoh-tokoh agama di Bangkalan, ia mendapatkan cibiran karena tak fasih melafalkan salam dalam bahasa Arab.
Ketakfasihan ini kemudian mendapatkan sorotan tokoh-tokoh agama yang selama ini menaruh hormat dengan semua anak turun Syaikhona Kholil. Di antara mereka bahkan ada yang sampai mencari-cari cara untuk mengetahui latar belakang pendidikan Makmun ibnu Fuad. Wacana liar pun berhembus kencang. Fuad Amin turut tersudut, di mana puncaknya adalah pada pemilihan bupati untuk periode kedua Makmun ibnu Fuad. Fuad Amin yang kecewa berat tak lagi merestui sang anak untuk kembali mencalonkan diri. Fuad Amin memilih adiknya sendiri, Lathif Amin Imron, untuk maju. Lathif Amin terpilih, sekalipun nyaris kalah melawan kerabat dan mantan ''sparring'' Fuad Amin dalam politik Bangkalan, yakni Ra Imam Buchori Kholil.
Gambaran ini menunjukkan betapa Fuad Amin berkuasa penuh selama dan pasca ia berkuasa. Gambaran ini juga menunjukkan kekuatan Amin yang mengakar pada tiga jenis jejaring di atas. Dan dengan meninggalnya Fuad Amin, politik Bangkalan akan mencari pola baru. Jejaring-jejaring baru akan terbentuk dan pola lama yang sentralistik akan menguap bersama meninggalnya Fuad Amin. Kini, istilah ''nyabis'' (istilah ini sepadan dengan ungkapan jawa, ''sowan'') ke Bangkalan tidak lagi populer di kalangan politisi. Dulu, istilah nyabis sangat populer di kalangan politisi yang hendak bertarung dalam berbagai tingakatan suksesi (misalnya kepala desa, anggota legislatif dan lainnya), karena ''nyabis'' tersebut dapat memberikan garansi penuh. Fuad Amin dapat menggaransi siapa saja yang mendekat, nyabis, dan mengharapkan restunya.
== Referensi ==
|