Iskandar Alisyahbana: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Zakiakhmad (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
{{rapikan}}
IaIskanda Alisjabana, lahir di Jakarta 20 Oktober 1931, meraih gelar Sarjana Muda dari [[Institut Teknologi Bandung]] pada 1954 dan gelar Doktor pada 1960 dari Sekolah Tinggi Teknik Damstadt di Jerman.
 
Bapak sistem komunikasi satelit domestik palapa itu pernah menjadi rektor dan memimpin [[Institut Teknologi Bandung]] pada 1977-1978, jabatan yang dicabut darinya karena aksi demonstrasi mahasiswa pada masa itu. Ketika itu beliau "berdiri" di belakang mahasiswa melancarkan protes terhadap pemerintah saat itu yang kemudian karena pilihan beliau itu, jabatan Rektor ITB, sebuah jabatan sangat prestisius, harus rela beliau serahkan. Sungguh sosok yang patut diteladani.
Baris 19:
[[Kategori:Tokoh dari Jakarta]]
 
==Kesan dari Salah Satu Anak Didik==
Kesan saya yang tidak terlupakan kepada Profesor Iskandar adalah saat saya diwisuda pada tahun 1974. Sebagai dekan Departemen Elektroteknik, beliau berdiri bersama rektor ITB, Prof dr. Dodie Tisna Amidjaya, menyalami seluruh wisudawan dari lulusan elektroteknik. Beliau menjabat tangan para wisudawan dengan erat sambil bertanya "Mau kerja dimana? Mau gaji berapa?" Memang pada era awal tahun 70 an beliau adalah salah seorang penggagas enterpreneurship yang sangat aktif. Pada setiap kesempatan bertemu baik ceramah, tatap muka maupun kuliah beliau selalu memompakan semangat enterpeneurship kepada para mahasiswanya. Beliau selalu tampil dengan ide ide serta pemikirannya yang baru, tidak ingin terikat dengan pola pikir yang umum dianut oleh orang-orang disekitar beliau. Beliau tidak konserfatip dan selalu terbuka untuk menerima hal-hal yang baru. Beliau seolah-olah terkesan revolusioner dan dekat dengan generasi muda. Pada tahun tahun sebelumnya lulusan ITB sebagian besar bekerja di pemerintah sebagai pegawai negri. Beliau mendorong para insinyur yang baru lulus untuk berwiraswasta, berfikir bebas, membuka usaha baru. Mungkin dengan latar belakang inilah beliau merasa tidak cocok untuk tetap menjadi rektor yang pada saat itu dituntup untuk me"netralisir" kampus dari kegiatan politik.
 
Kita doakan agar arwah beliau diterima disisi Allah swt. sesuai dengan amal ibadah beliau selama menjalani kehidupan di dunia yang fana ini. Inalillahi wa ina lillahi rojiun.
Kesan saya yang tidak terlupakan kepada Profesor Iskandar adalah saat saya diwisuda pada tahun 1974. Sebagai dekan Departemen Elektroteknik, beliau berdiri bersama rektor ITB, Prof Dr. Dodi Tisna Amidjaya, menyalami seluruh wisudawan dari lulusan elektroteknik. Beliau menjabat tangan para wisudawan dengan erat sambil bertanya "Mau kerja dimana? Mau gaji berapa?"
 
Kesan saya yang tidak terlupakan kepada Profesor Iskandar adalah saat saya diwisuda pada tahun 1974. Sebagai dekan Departemen Elektroteknik, beliau berdiri bersama rektor ITB, Prof dr. Dodie Tisna Amidjaya, menyalami seluruh wisudawan dari lulusan elektroteknik. Beliau menjabat tangan para wisudawan dengan erat sambil bertanya "Mau kerja dimana? Mau gaji berapa?" Memang pada era awal tahun 70 an beliau adalah salah seorang penggagas enterpreneurship yang sangat aktif. Pada setiap kesempatan bertemu baik ceramah, tatap muka maupun kuliah beliau selalu memompakan semangat enterpeneurship kepada para mahasiswanya. Beliau selalu tampil dengan ide -ide serta pemikirannya yang baru, tidak ingin terikat dengan pola pikir yang umum dianut oleh orang-orang disekitardi sekitar beliau. Beliau tidak konserfatipkonservatif dan selalu terbuka untuk menerima hal-hal yang baru. Beliau seolah-olah terkesan revolusioner dan dekat dengan generasi muda. Pada tahun tahun sebelumnya lulusan ITB sebagian besar bekerja di pemerintah sebagai pegawai negri. Beliau mendorong para insinyur yang baru lulus untuk berwiraswasta, berfikir bebas, membuka usaha baru. Mungkin dengan latar belakang inilah beliau merasa tidak cocok untuk tetap menjadi rektor yang pada saat itu dituntup untuk me"netralisir" kampus dari kegiatan politik.
 
Pada tahun-tahun sebelumnya lulusan ITB sebagian besar bekerja di pemerintah sebagai pegawai negri. Beliau mendorong para insinyur yang baru lulus untuk berwiraswasta, berfikir bebas, membuka usaha baru. Mungkin dengan latar belakang inilah beliau merasa tidak cocok untuk tetap menjadi rektor yang pada saat itu ditutup untuk me-"netralisir" kampus dari kegiatan politik.