== Perkembangan ==
Budi Utomo mengalami fase perkembangan penting saat kepemimpinan Pangeran [[Noto Dirodjo]]. Saat itu, [[Ernest Douwes Dekker|Douwes Dekker]], merupakan seorang Indo-Belanda yang sangat memperjuangkan bangsa Indonesia, dengan terus terang mewujudkan kata "politik" ke dalam tindakan yang nyata. Berkat pengaruhnya, pengertian mengenai "tanah air [[Indonesia]]" makin lama makin bisa diterima dan masuk ke dalam pemahaman orang Jawa. Maka muncullah [[Indische Partij]] yang sudah lama dipersiapkan oleh [[Douwes Dekker]] melalui aksi persnya. Perkumpulan ini bersifat politik dan terbuka bagi semua orang Indonesia tanpa terkecuali. Baginya "tanah air api udara" (Indonesia) adalah di atas segala-galanya.
Pada tanggal 3-5 Oktober 1908, Budi Utomo menyelenggarakan kongresnya yang pertama di Kota [[Daerah Istimewa Yogyakarta|Yogyakarta]].<ref>{{Cite web|date=2015-05-20|title=Hari Ini Boedi Oetomo Berdiri|url=https://historia.id/politik/articles/hari-ini-boedi-oetomo-berdiri-DbNqq|website=Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia|language=id-ID|access-date=2021-07-30}}</ref> Hingga diadakannyadi adakan nya kongres yang pertama ini, Budi Utomo telah memiliki tujuh cabang di beberapa kota, yakni [[Batavia]], [[Bogor]], [[Kota Bandung|Bandung]], [[Magelang]], [[Yogyakarta]], [[Kota Surabaya|Surabaya]], dan [[Kabupaten Ponorogo|Ponorogo]]. Pada kongres di [[Daerah Istimewa Yogyakarta|Yogyakarta]] ini, diangkatlah [[Raden Adipati Tirtokoesoemo]] (mantan bupati Karanganyar) sebagai presiden Budi Utomo yang pertama. Semenjak dipimpin oleh [[Raden Adipati Tirtokoesoemo]], banyak anggota baru Budi Utomo yang bergabung dari kalangan bangsawan dan pejabat kolonial, sehingga banyak anggota muda yang memilih untuk menyingkir. Pada masa itu pula muncul [[Sarekat Islam]], yang pada awalnya dimaksudkan sebagai suatu perhimpunan bagi para pedagang besar maupun kecil di Solo dengan nama Sarekat Dagang Islam, untuk saling memberi bantuan dan dukungan. Tidak berapa lama, nama itu diubah oleh, [[Tjokroaminoto]], menjadi Sarekat Islam, yang bertujuan untuk mempersatukan semua orang [[Indonesia]] yang hidupnya tertindas oleh penjajahan. Sudah pasti keberadaan perkumpulan ini ditakuti orang Belanda. Munculnya gerakan yang bersifat politik semacam itu menyebabkan Budi Utomo agak terdesak ke belakang. Kepemimpinan perjuangan orang Indonesia diambil alih oleh Sarekat Islam dan [[Indische Partij]] karena dalam arena politik Budi Utomo memang belum berpengalaman. Karena gerakan politik perkumpulan-perkumpulan tersebut, makna [[nasionalisme]] makin dimengerti oleh kalangan luas. Ada beberapa kasus yang memperkuat makna tersebut. Ketika Pemerintah Hindia Belanda hendak merayakan ulang tahun kemerdekaan negerinya, dengan menggunakan uang orang Indonesia sebagai bantuan kepada pemerintah yang dipungut melalui penjabat pangreh praja pribumi, misalnya, rakyat menjadi sangat marah.
Kemarahan itu mendorong Soewardi Suryaningrat (yang kemudian bernama [[Ki Hadjar Dewantara]]) untuk menulis sebuah artikel "''Als ik Nederlander was''" (''Seandainya Saya Seorang Belanda''), yang dimaksudkan sebagai suatu sindiran yang sangat pedas terhadap pihak Belanda. Tulisan itu pula yang menjebloskan dirinya bersama dua teman dan pembelanya, yaitu [[Douwes Dekker]] dan [[Tjipto Mangoenkoesoemo]] ke penjara oleh Pemerintah [[Hindia Belanda]] (lihat: [[Boemi Poetera]]). Namun, sejak itu Budi Utomo tampil sebagai motor politik di dalam pergerakan orang-orang pribumi.
|