Taman Arkeologi Leang-Leang: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Anhar Karim (bicara | kontrib) k Membalikkan revisi 19152007 oleh 114.122.44.6 (bicara) Tag: Pembatalan |
|||
Baris 54:
Pada tahun 1950, [[Hendrik Robbert van Heekeren|H.R. van Heekeren]] menemukan gambar [[babirusa]] yang sedang meloncat dengan bagian dada terpanah. Sementara Miss Heeren Palm menemukan gambar telapak tangan wanita dengan cat warna merah. Kedua temuan itu terdapat di [[Leang Pettae]] dan [[Leang Pettakere]]. Menurut para ahli arkeologi, gua tersebut dihuni manusia purba sekitar tahun 8.000-3.000 sebelum Masehi. Sementara gambar atau lukisan prasejarah tersebut usianya kira-kira 5.000 tahun silam. Gua tersebut dibuka untuk wisatawan pada tahun 1980 dengan nama Taman Prasejarah Leang-Leang. Di dalam taman ini banyak peninggalan manusia purba, diantaranya gambar telapak tangan manusia yang berwarna merah marun. Menurut para ahli tangan, gambar telapak tangan tersebut merupakan tangan salah satu suku yang telah mengikuti ritual potong jari sebagai tanda berduka cita atas meninggalnya seseorang. Selain gambar tangan, di dalam gua juga terdapat peninggalan peralatan manusia purba yang terbuat dari batu, sisa-sisa makanan yang berupa tulang binatang dan hewan-hewan laut. Di sekitar Taman Prasejarah Leang-Leang terdapat gua-gua lain yang jaraknya saling berdekatan, antara lain [[Gua Balang]], [[Leang Cabbu]], dan [[Leang Sampeang]].<ref name=":5">{{Cite book|last=Suparti|url=|title=Indonesia nan Indah: Gua di Indonesia|location=Semarang|publisher=ALPRIN|isbn=978-602-8094-49-8|pages=12-13|date=2019|url-status=}}</ref>
Salah satu gua yang termasuk dalam periode awal penemuan lukisan-lukisan dinding gua di Sulawesi Selatan adalah Leang Pettae dan Pettakere. Berdasarkan pelbagai penelitian arkeologi yang telah dilakukan sejak tahun 1902 oleh ahli diperkirakan bahwa gua ini telah dihuni manusia sejak 50.000 tahun sebelum Masehi hingga 6.000 tahun yang lalu. Hal ini telah memberi kontribusi nyata dalam ilmu pengetahuan, terutama terkait dengan satu periode kehidupan manusia prasejarah
== Potensi ==
Baris 62:
Pembangunan dan pengembangan Taman Prasejarah Leang-Leang sebagai objek wisata berbasis sejarah dan budaya turut meningkatkan angka kunjungan ke tempat wisata ini. Kemampuan kawasan ini dalam menyesuaikan diri pada pelestarian dan konservasi lingkungan/sumber daya alam, khususnya potensi sejarah dan budaya berjalan seiring dengan pengembangan kegiatan pariwisata. Pengembangan pariwisata ini memerlukan kerja keras disamping strategi yang tepat sesuai dengan kondisi lingkungan. Objek wisata ini memiliki berbagai potensi alam dan budaya yang dapat dikembangkan sebagai destinasi wisata. Potensi-potensi yang ada di lingkungan Taman Prasejarah Leang-Leang dan nilai penting serta strategi yang paling sesuai dalam pengelolaan Taman Prasejarah Leang-leang sebagai destinasi wisata yang berbasis kerakyatan. Taman Prasejarah Leang-Leang merupakan objek wisata yang memiliki keunikan baik wisata alam maupun budaya yang langka keberadaannya. Objek wisata ini sangat potensial untuk dikembangkan sebagai daya tarik wisata alam dan budaya, disamping sebagai wahana penelitian, pendidikan, dan pengembangan ilmu pengetahuan. Agar objek dan daya tarik wisata alam tersebut dapat dimanfaatkan secara nyata, diperlukan arahan dan pedoman yang bersifat komprehensif dalam pengembangannya.Taman Prasejarah Leang-Leang merupakan salah satu objek wisata sejarah terpenting diantara beberapa objek wisata di Sulawesi Selatan. Para sarjana sepakat menyebut peninggalan gua prasejarah di Sulawesi Selatan sebagai peninggalan Budaya Toala. Dari puluhan situs gua prasejarah yang ada, hanya Leang Pettae dan Leang Pettakere yang berada di Taman Prasejarah Leang-Leang yang telah dimanfaatkan untuk objek wisata secara terpadu, sementara gua yang lain selama ini hanya dimanfaatkan untuk kebutuhan penelitian ilmiah.<ref name=":980"/>
Nilai penting sejarah yang dikandung oleh Taman Prasejarah Leang-Leang adalah adanya dua jenis budaya yang pernah berkembang, yaitu Budaya Pra-[[Austronesia]] dan Budaya [[Austronesia]]. Kedua jenis budaya tersebut biasa disebut oleh prasejarawan sebagai Budaya Toala yang berkembang pada masa plestosen sekitar 31.000-19.000 BC, kawasan ini telah dihuni oleh manusia Pra-Austronesia. Sementara data lukisan di dinding gua adalah salah satu bukti ekspresi seni lukis tertua di Asia Tenggara. Nilai penting ilmu pengetahuan yang terkandung di Taman Prasejarah Leang-Leang adalah ilmu arkeologi, geologi, ekologi, biologi, dan speleogenesis. Dianggap memiliki nilai penting arkeologi karena kompleks gua di Taman Prasejarah Leang-Leang mengandung data arkeologi yang padat. Jumlah 57 gua dengan variasi temuan yang tinggi di setiap gua adalah kekayaan luar biasa. Kekayaan ekologi Kompleks Gua Leang-Leang yang merupakan bagian dari kawasan karst Bantimurung-Bulusaraung menjadi alasan kuat penetapan kawasan tersebut menjadi kawasan Taman Nasional. Kompleks Gua Leang-leang memiliki nilai penting ilmu speleogenesis karena banyaknya gua aktif atau gua yang masih dalam. Kompleks Gua Leang-leang memiliki nilai penting biologi karena memiliki kekayaan flora dan fauna yang prospektif untuk penelitian biologi
Taman Prasejarah Leang-Leang memiliki banyak potensi sebagai wilayah pengembangan pariwisata. Beberapa potensi tersebut diantaranya: (a) Potensi sumber daya alam yang dimiliki taman prasejarah ini cukup mengesankan. Wilayah ini sudah berumur puluhan ribu tahun dan berada di [[Kawasan Karst Maros-Pangkep]] yang diakui sebagai kawasan karst terluas kedua di dunia setelah kawasan karst yangada di Guangzhou, Cina. Berada di daerah pegunungan karst, Taman Prasejarah Leang-Leang memiliki situs-situs gua prasejarah dengan tinggalan arkeologis berupa lukisan seni cadas yang menarik; (b) Adanya potensi sumber daya budaya. Gua-gua di kawasan Taman Prasejarah Leang-Leang sangat menarik, karena gua-gua tersebut dulunya sebagai tempat tinggal manusia yang terkenal dengan sebutan Budaya Toala, sekaligus di gua-gua tersebut tersimpan berbagai lukisan yang masuk 10 besar lukisan tertua di dunia, sehingga situs purbakala ini penting sebagai media edukatif dan kultural. Terdapat kurang lebih 27 lukisan telapak tangan dengan berbagai posisi, lukisan perahu, hewan, figur manusia, simbol ekspresi diri melalui bahasa gambar atau bahasa rupa pada masa prasejarah; (c) Adanya dukungan sumber daya manusia dan dukungan masyarakat lokal. Cukup banyak masyarakat lokal yang telah berkecimpung pada sektor pariwisata. Demikian pula dukungan dari pemerintah melalui eksistensi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Direktorat Jenderal PHKA, Balai Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung, serta perangkat yang ada dibawahnya; (d) Lokasi Taman Prasejarah Leang-Leang secara geografis sangat strategis dan aksesibilitas yang mudah dari Kota Makassar, Kota Turikale, Kabupaten Bone, [[Kabupaten Pangkep]], dan [[Bandara Udara Internasional Sultan Hasanuddin]], yakni tersedianya berbagai amenitas pariwisata. Berbagai amenitas untuk mendukung kegiatan pariwisata telah tersedia di Taman Prasejarah Leang-Leang.<ref name=":980">{{Cite book|last=Mulyantari|first=Enny|date=2018|url=http://media.neliti.com/media/publications/287591-pengembangan-objek-wisata-budaya-taman-p-72a888f7.pdf|title=Pengembangan Objek Wisata Budaya : Taman Prasejarah Leang-Leang, Maros, Sulawesi Selatan (Jurnal Media Wisata, Vol. 16, No. 1)|location=|publisher=Jurnal Media Wisata|isbn=|pages=684-697|url-status=live}}</ref>
|