Medang: Perbedaan antara revisi
[revisi tidak terperiksa] | [revisi tidak terperiksa] |
Konten dihapus Konten ditambahkan
Penambahan, sekarang bagian dari negara setelah kekuasaan kerajaan. Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Inayubhagya (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
{{about|kerajaan Medang|kegunaan lain|Mataram (disambiguasi)}}
{{Infobox Former Country
| conventional_long_name =
| common_name = Medang
| native_name =
|
| region = Asia Tenggara▼
| country = Indonesia▼
| p1 = Kalingga
| s1 = Kahuripan
| event_start =
| year_start = 732
| date_start =
| event_end =
| year_end = 1016
| date_end =
| image_flag =
| image_coat =
| symbol_type =
| image_map = Medang Kingdom.svg
| image_map_caption = Wilayah kerajaan Medang periode [[Jawa Tengah]] dan [[Jawa Timur]], serta lingkup pengaruh (mandala) pada [[Madura]] dan [[Bali]].
| capital =
| common_languages = [[Bahasa Jawa Kuno|Jawa Kuno]], [[Bahasa Kawi|Kawi]], [[Bahasa Sanskerta|Sanskerta]]
| government_type = Monarki
| title_leader =
| leader1 =
▲| leader2 = {{Collapsible list
| currency = Kati, Tahil, Masa, dan Kupang (koin emas dan perak lokal)
| footnotes =
| today = {{flag|Indonesia}}
}}
{{Sejarah Indonesia|Kerajaan Hindu-Buddha}}
'''
Berdasarkan
Pada periode antara akhir abad ke-8 dan pertengahan abad ke-9, terlihat mekarnya seni dan arsitektur Jawa klasik tercermin dalam pertumbuhan pesat pembangunan candi, yang menghiasi lanskap
Kemudian wangsa yang memerintah
Seorang bangsawan == Etimologi ==
Baris 85 ⟶ 48:
Meninjau dari beberapa prasasti periode [[Jawa Timur]] dijumpai frasa yang tertera di dalam beberapa prasasti, antara lain dalam [[prasasti Anjuk Ladang]], [[prasasti Paradah]] yang menyebutkan:
{{cquote| ''... kita prasiddha maŋrakṣa
Terjemahan inskripsi: "... [wahai sekalian] engkau (yang mulia), yang melindungi
Frasa ini mengungkapkan nama
Namun, dengan memeriksa frasa dalam [[prasasti Mantyasih]] lempeng 1b: baris 7-8 yang menyebutkan:
{{cquote| ''... rahyaŋta rumuhun. ri mḍaŋ. ri poh pitu. rakai mātaram. saŋ ratu sañjaya ...''}}
Terjemahan inskripsi: "...
Frasa ini mengungkapkan bahwa Sanjaya sebagai Rakai (penguasa) di tanah Mataram. Ini menunjukkan bahwa nama "Medang" sudah digunakan pada periode [[Jawa Tengah]]. Ungkapan ''rahyaŋta rumuhun. ri mḍaŋ. ri poh pitu'' berarti "leluhur dahulu ada di Medang di Poh Pitu", yang berarti Mataram adalah sebagai nama wilayah administratif setingkat provinsi atau daerah khusus bagi
[[Sanjaya, Rakai Mataram|Sanjaya]] mulanya mendirikan kadaton Medang di Bhumi Mataram kemudian dipindah istananya oleh [[Rakai Pikatan]] ke Mamrati. Kemudian pada era [[Dyah Balitung]] (Rakai Watukura) istana Medang dipindahkan ke Poh Pitu. Kembali lagi ke Bhumi Mataram pada era [[Dyah Wawa]] (Rakai Sumba).
Baris 100 ⟶ 63:
[[Empu Sindok]] yang mendirikan [[wangsa Isyana]] memindahkan pusat kedatuan dari [[Jawa Tengah]] ke [[Jawa Timur]], tanpa memutus hubungan dengan leluhur terdahulu ia menyebut leluhurnya dengan kalimat ''rahyaŋta i mḍaŋ i bhūmi mātaram'' pada [[prasasti Anjuk Ladang]] dan [[prasasti Paradah]].<ref name="medang.id">{{cite news|url=http://medang.id/index.php/2018/09/12/prasasti-canggal-prasasti-tertua-di-jawa-yang-berangka-tahun/|title=Prasasti Canggal : Prasasti Tertua Di Jawa Yang Berangka Tahun|date=12 September 2018|accessdate=4 Januari 2020|work=medang.id|language=Indonesia|author=Redaksi Medang}}</ref> Letusan [[Gunung Merapi]] yang parah mungkin telah menyebabkan pemindahan pusat kedatuan, dari [[Jawa Tengah]] ke [[Jawa Timur]]. Sejarawan menyatakan bahwa, beberapa waktu pada masa pemerintahan [[Dyah Wawa]] dari Bhumi Mataram (924-929), Gunung Merapi meletus dan menghancurkan ibu kota Medang di Mataram. Letusan Gunung Merapi ini dikenal dengan sebutan Pralaya Mataram (bencana Mataram). Di Jawa Timur ibu kota baru Medang berada di Tamwlang. Beberapa tahun kemudian ibu kota dipindahkan lagi ke Watugaluh, dan terakhir ke Wwatan pada masa [[Dharmawangsa Teguh]].
Penyebutan bersejarah nama Mataram tidak disamakan dengan [[kota Mataram]] yang terletak di [[pulau Lombok]], ibu kota provinsi [[Nusa Tenggara Barat]]. Dahulu sebelum menjadi [[kota Mataram]] pernah berdiri sebuah monarki bernama kerajaan Cakranegara yang ditaklukan oleh [[Kerajaan Karangasem]] dari [[Bali]] pada awal abad ke-19. Memang, [[kota Mataram]] dinamai setelah
▲Penyebutan bersejarah nama Mataram tidak disamakan dengan [[kota Mataram]] yang terletak di [[pulau Lombok]], ibu kota provinsi [[Nusa Tenggara Barat]]. Dahulu sebelum menjadi [[kota Mataram]] pernah berdiri sebuah monarki bernama kerajaan Cakranegara yang ditaklukan oleh [[Kerajaan Karangasem]] dari [[Bali]] pada awal abad ke-19. Memang, [[kota Mataram]] dinamai setelah daerah bersejarah Bhumi Mataram di [[Jawa]], karena itu adalah praktik umum bagi orang Bali untuk memberi nama pemukiman mereka setelah peninggalan [[Majapahit]].
== Sejarah ==
=== Berdirinya Medang ===
[[Berkas:Canggal inscription.jpg|thumb|upright|left|[[Prasasti Canggal]] (732), disimpan di [[Museum Nasional Indonesia]]]]
Catatan awal
| last = Cœdès
| first = George
Baris 123 ⟶ 84:
=== Kejayaan Medang ===
[[Berkas:Wonoboyo Hoard.jpg|thumb|Replika [[temuan Wonoboyo]], temuan artefak emas dan perak, dipamerkan di [[Candi Prambanan#Museum_Prambanan|Museum Prambanan]]. Temuan Wonoboyo asli disimpan di [[Museum Nasional Indonesia]]]]
Periode pemerintahan [[Rakai Panangkaran]] ke [[Dyah Balitung]] (rentang antara 760-910) yang berlangsung selama 150 tahun, sebagai penanda puncak kejayaan dari peradaban Jawa kuno. Di periode ini marak mekarnya seni dan arsitektur Jawa kuno, ketika sejumlah candi dan monumen megah didirikan membentang cakrawala [[dataran Kedu]] dan [[dataran Kewu]]. Candi yang paling terkenal adalah [[candi Sewu]], [[Borobudur]] dan [[Prambanan]]. [[Wangsa
==== Negeri pembangun candi ====
Dari abad ke-7 hingga pertengahan ke-10,
Candi paling awal dibangun era Medang adalah [[candi Gunung Wukir]], berdasarkan [[prasasti Canggal]], candi ini didirikan pada saat pemerintahan raja [[Sanjaya (raja)|Sanjaya]], pada tahun 732 M (654 Saka). Prasasti Canggal memiliki banyak informasi terkait dengan awal berdirinya Medang. Berdasarkan prasasti tersebut, candi Gunung Wukir mungkin memiliki nama asli Kunjarakunja. Hampir lima puluh tahun kemudian candi Buddha tertua dibangun di wilayah [[dataran Kewu]], [[candi Kalasan]], terkait dengan prasasti Kalasan (778 M) dan [[Rakai Panangkaran]]. Sejak saat itu,
Arsitektur monumental lainnya yaitu [[candi Prambanan]], awalnya dibangun pada masa pemerintahan [[Rakai Pikatan]] (838-850), dan diperluas pembangunannya masa pemerintahan [[Rakai Kayuwangi]] (850-890) ke [[Dyah Balitung]] (899-911), bangunan candi tersebut juga disebutkan dalam [[prasasti Siwagrha]]. Prambanan merupakan kompleks candi [[Hindu]] yang didedikasikan untuk Trimurti, tiga dewa tertinggi ([[Siwa]], [[Brahma]], [[Wisnu]]). Itu adalah candi Hindu terbesar yang pernah dibangun di Indonesia, bukti kemegahan arsitektur dan pencapaian budaya Medang.
Baris 136 ⟶ 97:
==== Peralihan kekuasaan ====
[[Berkas:Ratu Boko front gate 2014-03-31.jpg|thumb|left|[[Ratu Boko]], sebuah bukit berbenteng, disebut dalam [[Prasasti Siwagrha]] sebagai lokasi pertempuran.]]
Tidak diketahui apakah [[Balaputradewa]] diusir dari Yawadwipa (Jawa) karena sengketa suksesi dengan [[Rakai Pikatan]], atau apakah dia sudah memerintah di Swarnadwipa (Sumatra). Belum diketahui secara pasti, tetapi [[Balaputradewa]] dari [[wangsa
[[Prasasti Siwagrha]] (856 M) menyebutkan tentang peperangan yang menantang pemerintahan [[Rakai Pikatan]], namun prasasti itu tidak menyebutkan siapa musuh yang menantang otoritas [[Rakai Pikatan]]. Para sejarawan sebelumnya menyatakan musuh yang dimaksud Balaputradewa, namun kemudian sejarawan lain menyarankan ada musuh lain, alasan tersebut karena saat itu Balaputradewa sudah memerintah di Sriwijaya. Prasasti Siwagrha hanya menyebutkan bahwa pertempuran terjadi di sebuah benteng di atas bukit yang dilindungi oleh sebagian besar dinding batu, bukit benteng ini diidentifikasikan dengan [[Situs Ratu Boko]]. Anak tertua dari [[Rakai Pikatan]] dan [[Pramodhawardhani]] adalah Rakai Gurunwangi Dyah Saladu. Akhirnya pemberontakan berhasil dikalahkan oleh putra bungsu Rakai Pikatan, Dyah Lokapala yang juga dikenal sebagai Rakai Kayuwangi. Sebagai hadiah atas tindakan heroik dan keberaniannya, orang-orang dan banyak penasihat Rakai Pikatan mendesak agar Lokapala harus dinobatkan sebagai putra mahkota bukannya Gurunwangi, meskipun merupakan saudara tertua. Hilangnya Gurunwangi dalam suksesi, telah menimbulkan pertanyaan di antara para sejarawan. Sebelumnya dianggap bahwa nama Rakai Gurunwangi Dyah Saladu merujuk pada karakter wanita (putri), meskipun lebih mungkin bahwa Gurunwangi adalah seorang pangeran.
Baris 150 ⟶ 111:
Menurut teori van Bemmelen, yang didukung oleh Prof. Boechari, perpindahan tersebut disebabkan letusan [[gunung Merapi]] yang parah.<ref name="JPMataram">{{cite news |title = Merapi and the demise of the Mataram kingdom |date = 13 June 2006 |author = Handewi Soegiharto |newspaper = The Jakarta Post |url = http://www.thejakartapost.com/news/2006/06/13/merapi-and-demise-mataram-kingdom.html |accessdate = 4 April 2020}}</ref> Sejarawan berpendapat bahwa, beberapa waktu pada masa pemerintahan Dyah Wawa dari Mataram (924-929), [[gunung Merapi]] meletus dan menghancurkan ibu kota Medang di Mataram. Letusan gunung Merapi yang besar dan bersejarah ini dikenal sebagai Pralaya Mataram (bencana Mataram). Bukti letusan ini dapat dilihat di beberapa candi yang hampir terkubur di bawah abu Merapi dan puing-puing Merapi, seperti [[candi Sambisari]], [[candi Morangan]], [[candi Kedulan]], [[candi Kadisoka]], dan [[candi Kimpulan]].
Studi terbaru menunjukkan, bahwa bergerak ke arah timur bukanlah peristiwa yang tiba-tiba. Selama periode Medang di [[Jawa Tengah]], kedatuan kemungkinan besar telah berkembang ke arah timur dan membangun pemukiman di sepanjang [[sungai Brantas]] di [[Jawa Timur]]. Lebih mungkin bahwa langkah itu dilakukan secara bertahap dalam jangka panjang. Penyebab perpindahan itu juga dimotivasi oleh berbagai faktor; baik alam, ekonomi atau politik. [[Prasasti Sanggurah]], berasal dari tahun 982 M - ditemukan di Malang , Jawa Timur pada awal abad ke-19 - menyebutkan nama raja Jawa, Sri Maharaja Rakai Pangkaja Dyah Wawa Sri Wijayalokanamottungga ([[Dyah Wawa]]),<ref>{{cite journal|journal=Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en wetenschappen|volume=60|year=1913| title=Oud-Javaansche Oorkonden. Nagelaten Transscripties|author=Brandes, J.L.A.|pages=12- |url=https://archive.org/stream/verhandelingenv601913bata#page/43/mode/1up/}}</ref> yang kemudian memerintah wilayah [[Malang]]. Ini menunjukkan bahwa bahkan pada masa pemerintahan Dyah Wawa, wilayah [[Malang]] di [[Jawa Timur]] sudah termasuk dalam wilayah
[[Berkas:Anjuk Ladang Inscription.jpg|thumb|upright|ka|[[Prasasti Anjuk Ladang]] (937), diterbitkan oleh [[Mpu Sindok]] selama konsolidasi kekuasaannya di [[Jawa Timur]].]]
Menurut [[prasasti Turryan]] (929 M), [[Mpu Sindok]] memindahkan ibukota ke Tamwlang dan kemudian memindahkannya lagi ke Watugaluh. Sejarawan mengidentifikasi nama-nama itu dengan daerah Tambelang dan Megaluh dekat [[Jombang]], [[Jawa Timur]]. Meskipun [[Mpu Sindok]] membangun dinasti baru atau [[wangsa Isyana]], [[Mpu Sindok]] sangat terkait erat dengan leluhurnya di Bhumi Mataram, sehingga ia dianggap sebagai kelanjutan dari garis keturunan Raja Jawa yang membentang dari [[Sanjaya, Rakai Mataram|Sanjaya]]. Selama masa pemerintahannya [[Mpu Sindok]] menciptakan cukup banyak prasasti, sebagian besar terkait dengan pembentukan tanah [[Sima]] (tanah bebas pajak), prasasti-prasasti ini antara lain; [[Prasasti Linggasutan]] (929), [[Prasasti Gulung-Gulung]] (929), [[Prasasti Cunggrang]] (929), [[Prasasti Jeru-Jeru]] (930), [[Prasasti Waharu]] (931), [[Prasasti Sumbut]] (931), [[Prasasti Wulig]] (935), dan [[Prasasti Anjuk Ladang]] (937).
Apa pun alasan sebenarnya di balik perpindahan pusat politik Medang dari [[Jawa Tengah]] ke [[Jawa Timur]], peristiwa ini menandai akhir dari sebuah era kebesaran
==== Hubungan dengan Bali ====
[[Berkas:Buddha Manjucri from Goa Raja cave Bali.jpg|thumb|[[Bodhisattva]] [[Manjusri]] dari [[Goa Gajah]], [[Bali]], menunjukkan pengaruh kesenian [[wangsa
[[Mpu Sindok]] digantikan oleh putrinya [[Isyana Tunggawijaya]].<ref name="indianised" />{{rp|129}} Menurut prasasti Gedangan (tanggal 950), Ratu Isyana menikah dengan Sri Lokapala, seorang bangsawan dari [[Bali]]. Dia kemudian digantikan oleh putranya [[Makutawangsawardhana]]. Menurut prasasti Pucangan (tanggal 1041), Raja Makutawangsawardhana memiliki seorang putri bernama [[Mahendradatta]], Makutawangsawardhana digantikan oleh putranya [[Dharmawangsa Teguh]].
Kemudian, Dharmawangsa memindahkan ibukota lagi ke Wwatan, diidentifikasi sebagai daerah Wotan dekat Madiun sekarang ini. Adik Dharmawangsa, Mahendradatta kemudian menikah dengan [[Udayana|Udayana Warmadewa]], raja [[Kerajaan Bedahulu|Bedahulu]] di [[Bali]]. Laporan ini menunjukkan bahwa entah bagaimana Bali telah diserap ke dalam lingkup pengaruh (mandala)
==== Hubungan dengan Sriwijaya ====
==== Hubungan luar negeri ====
Baris 174 ⟶ 135:
Catatan Arab abad ke-10 ''Ajayeb al-Hind'' (Keajaiban India) memberikan laporan invasi di Afrika oleh bangsa yang disebut Wakwak atau Waqwaq,<ref name=":122">Kumar, Ann. (1993). 'Dominion Over Palm and Pine: Early Indonesia’s Maritime Reach', in Anthony Reid (ed.), ''Anthony Reid and the Study of the Southeast Asian Past'' (Sigapore: Institute of Southeast Asian Studies), 101-122.</ref>{{rp|110}} mungkin adalah orang-orang Melayu Sriwijaya atau orang Jawa dari kerajaan Medang,<ref name=":13">{{Cite book|last=Nugroho|first=Irawan Djoko|year=2011|title=Majapahit Peradaban Maritim|location=|publisher=Suluh Nuswantara Bakti|isbn=9786029346008|pages=}}</ref>{{Rp|39}} pada 945-946 M. Mereka tiba di pantai [[Tanganyika]] dan [[Mozambik]] dengan 1000 kapal dan berusaha merebut benteng Qanbaloh, meskipun akhirnya gagal. Alasan serangan itu adalah karena tempat itu memiliki barang-barang yang cocok untuk negara mereka dan China, seperti gading, kulit kura-kura, kulit macan kumbang, dan ambergris, dan juga karena mereka menginginkan budak hitam dari [[orang Bantu]] (disebut ''Zeng'' atau ''Zenj'' oleh orang Arab, ''Jenggi'' oleh orang Jawa) yang kuat dan menjadi budak yang baik.<ref>{{Cite book|last=Reid|first=Anthony|year=2012|title=Anthony Reid and the Study of the Southeast Asian Past|location=|publisher=Institute of Southeast Asian Studies|isbn=978-9814311960|pages=}}</ref> Menurut Prasasti Waharu IV (931 M) dan Prasasti Garaman (1053 M),<ref>Nastiti (2003), in Ani Triastanti, 2007, p. 39.</ref><ref>Nastiti (2003), in Ani Triastanti, 2007, p. 34.</ref> Kerajaan Medang dan [[Kerajaan Kahuripan]] zaman Airlangga (1000-1049 M) di Jawa mengalami masa kemakmuran panjang sehingga membutuhkan banyak tenaga terutama untuk membawa hasil panen, mengemas, dan mengirimkannya ke pelabuhan. Tenaga kerja berupa orang kulit hitam diimpor dari Jenggi ([[Zanzibar]]), Pujut ([[Australia]]), dan Bondan ([[Papua]]).<ref name=":13" />{{Rp|73}} Menurut Naerssen, mereka tiba di Jawa dengan jalan perdagangan (dibeli oleh pedagang) atau ditawan saat perang dan kemudian dijadikan budak.<ref>Kartikaningsih (1992). p. 42, in Ani Triastanti (2007), p. 34.</ref>
===
[[Berkas:032 Avadana Level 1, Ship and Crew.jpg|thumb|[[Kapal Borobudur|Kapal kuno]] yang digambarkan di [[Borobudur]]. Pada 990 [[Dharmawangsa Teguh]] melancarkan serangan angkatan laut terhadap [[Sriwijaya]] di [[Sumatra]].]]
Pada 990, Dharmawangsa melancarkan invasi angkatan laut melawan [[Sriwijaya]]<ref name="indianised" />{{rp|130}} dalam upaya untuk menaklukkan Palembang. Berita invasi Jawa ke Sriwijaya dicatat oleh [[Dinasti Song]] dari [[Tiongkok]]. Pada 988, seorang utusan dari San-fo-tsi (Sriwijaya) dikirim ke pengadilan Tiongkok di Guangzhou. Setelah tinggal selama dua tahun di Tiongkok, utusan itu mengetahui bahwa negaranya telah diserang oleh She-po (Jawa) sehingga membuatnya tidak dapat kembali pulang. Pada 992 utusan dari She-po (Jawa) tiba di pengadilan Tiongkok dan menjelaskan bahwa negara mereka telah terlibat dalam perang berkelanjutan dengan Sriwijaya. Pada 999 utusan Sriwijaya berlayar dari Tiongkok ke Champa dalam upaya untuk pulang, namun ia tidak menerima kabar tentang kondisi negaranya. Utusan Sriwijaya kemudian berlayar kembali ke Tiongkok dan memohon bantuan Kaisar Tiongkok untuk melindungi, terhadap pendudukan Jawa.<ref name="Kulke">{{cite book |title=Nagapattinam to Suvarnadwipa: Reflections on the Chola Naval Expeditions to Southeast Asia, Volume 1 of Nalanda-Sriwijaya series |editor=Hermann Kulke |editor2=K Kesavapany |editor3=Vijay Sakhuja |publisher=Institute of Southeast Asian Studies |year=2009 |isbn= 9789812309372 |url=https://books.google.com/books?id=2swhCXJVRzwC&dq=Dharmawangsa+Srivijaya+envoy+China&hl=en&source=gbs_navlinks_s}}</ref>{{rp|229}}
Baris 180 ⟶ 141:
Invasi Dharmawangsa mengakibatkan raja Sriwijaya, [[Sri Cudamani Warmadewa]] untuk mencari perlindungan dari Tiongkok.<ref name="indianised" />{{rp|141}} Di tengah krisis yang disebabkan oleh invasi Jawa, ia mendapatkan dukungan politik Tiongkok dengan memenuhi tuntutan Kaisar Tiongkok. Pada 1003, sebuah catatan sejarah Dinasti Song melaporkan bahwa utusan San-fo-tsi yang dikirim oleh raja Sri Cudamani Warmadewa, memberi tahu bahwa sebuah kuil Buddha telah didirikan di negara mereka untuk berdoa meminta umur panjang Kaisar Tiongkok, dengan demikian meminta kaisar China, dengan demikian meminta kaisar China, untuk memberikan nama dan bel untuk kuil ini yang dibangun untuk menghormatinya. Dengan gembira, Kaisar Cina menamai kuil itu Ch'eng-t'en-wan-shou ('sepuluh ribu tahun menerima berkah dari surga, yaitu Tiongkok) dan bel segera dilemparkan dan dikirim ke Sriwijaya untuk dipasang di kuil.<ref name="Kulke"/>{{rp|6}}
Setelah 16 tahun perang, pada 1006, Sriwijaya berhasil mengusir penjajah Medang dan membebaskan Palembang. Serangan ini membuka mata Maharaja Sriwijaya tentang betapa berbahayanya
Sebagai balasan, pada 1016-1017, pasukan Sriwijaya membantu Haji Wurawari untuk memberontak pada Medang. Dia melancarkan invasi dari Lwaram, menyerang dan menghancurkan istana Medang, membunuh raja Dharmawangsa dan sebagian besar keluarganya.<ref name="indianised" />{{rp|130}} Haji Wurawari adalah pemimpin sebuah pemerintahan bawahan Medang.<ref name="SNI-II:Zaman Kuno"/>{{rp|201}} Serangan mendadak dan tak terduga ini terjadi selama upacara pernikahan putri Dharmawangsa, yang membuat pengadilan tidak siap dan terkejut.
Bencana ini dicatat dalam kisah Jawa sebagai Mahapralaya, berakhirnya
Airlangga, putra Raja [[Udayana Warmadewa]] dari Bedahulu dan Ratu Mahendradatta,<ref name="indianised" />{{rp|129}} juga keponakan Raja Dharmawangsa yang terbunuh dan sisa keluarga [[wangsa Isyana]] yang bertahan, berhasil melarikan diri dan pergi ke pengasingan di hutan Wanagiri di pedalaman [[Jawa Tengah]]. Dia kemudian mengumpulkan dukungan rakyat, menyatukan kembali sisa-sisa
== Struktur pemerintahan ==
Raja merupakan pemimpin tertinggi
Ketika [[Rakai Panangkaran]] berkuasa, gelar 'Ratu' digantikan dengan gelar 'Sri Maharaja'. Hal ini dapat dilihat dalam daftar raja-raja pada [[Prasasti Mantyasih]] yang menyebutkan hanya Sanjaya saja yang bergelar Sang Ratu.
Baris 208 ⟶ 169:
Tidak menutup kemungkinan pula bahwa keempat pangkat hino-halu-sirikan-wka dapat diduduki oleh mereka yang bukan keturunan langsung raja namun masih memiliki hubungan kekerabatan dengan raja. Namun pada era [[Jawa Timur]], jabatan Rakryan (sebagai pengganti Raka) Mahamantri tidak lagi harus dipegang kerabat atau putra raja.
Gelar yang dipakai di
* Penguasa Negara: Datu, Ratu, Sri Maharaja
* Jabatan Administrasi: Rakryan/Rakeyan
Baris 221 ⟶ 182:
=== Ibu kota ===
[[Berkas:Hindu Temple in Java, Indonesia.jpg|jmpl|upright|right|
Kerajaan Medang diperkirakan berdiri di daerah sekitar [[Magelang]] dan [[Yogyakarta]]. Berdasarkan temuan arkeologi di daerah tersebut banyak ditemukan beberapa prasasti.
Sebenarnya, pusat
{| class="wikitable
!width="100px"|Nama raja
!width="
!width="
!width="
|-
|[[Sanjaya (raja)|Sanjaya]]
|Mataram<br>Poh Pitu
|[[Prasasti Canggal|Canggal]] (732 M)<br>[[Prasasti Mantyasih|Mantyasih]] (907 M) ▼
▲|[[Daerah Istimewa Yogyakarta]]<br>[[Jawa Tengah]]
▲|[[Prasasti Canggal|Canggal]] (732 M)<br>[[Prasasti Mantyasih|Mantyasih]] (907 M)
|-
▲|[[Rakai Pikatan|Mpu Manuku]]
|Mamratipura
|[[Jawa Tengah]]
|[[Prasasti Siwagrha|Siwagrha]] (856 M)
|-
|[[Dyah Balitung]]
|Yawapura
|[[Jawa Tengah]]
|catatan [[dinasti Tang]]
|-
|[[Mpu Daksa]]
|P’o-lu-chia-sse
|[[Jawa Tengah]]
|catatan [[dinasti Tang]]
|-
|[[Mpu Sindok]]
|Tamwlang
|[[Jawa Timur]]
|[[Prasasti Turyyan|Turyyan]] (929 M)
|-
|[[Mpu Sindok]]
|Watugaluh
|[[Jawa Timur]]
|[[Prasasti Paradah|Paradah]] (943 M)
|-
|[[Dharmawangsa Teguh|Dharmawangsa]]
|Wwatan
|[[Jawa Timur]]
|[[Prasasti Pucangan|Pucangan]] (1041 M)
|-
| colspan="13" style="text-align:left;font-size:90%;"|
Catatan:<br>
<sup>'''1'''</sup>
<sup>'''2'''</sup> Hipotesis berdasarkan Prof. Dr. R. M. Ng. Poerbatjaraka, Prof. Dr. Marwati Djoened Poesponegoro, dan Prof. Dr. Nugroho Notosusanto
|}
== Wangsa yang berkuasa ==
[[Berkas:Sojomerto Inscription.JPG|jmpl|ka|150px|[[Prasasti Sojomerto]] memuat keluarga [[Dapunta
Teori dual wangsa
Teori ini didukung dengan interpretasi Boechari tentang [[Prasasti Sojomerto]] dan studi Poerbatjaraka pada naskah [[Carita Parahyangan]]. Menurut Boechari, tokoh yang bernama [[Dapunta
Dengan perkataan lain, mungkin sekali pendapat Poerbatjaraka adalah benar mengenai asal usul wangsa
== Daftar penguasa Medang ==
=== Periode Jawa Tengah ===
Baris 481 ⟶ 413:
| [[Kabupaten Magelang|Magelang]], [[Jawa Tengah]] <br> {{coord|7.608|S|110.204|E}}
| 770 M (awal kontruksi) <br> 825 M (selesai dibagun)
| [[Gunadharma]] (arsitek), [[Samaratungga]] (era) <br> [[
| Candi Borobudur adalah candi [[Buddha]] peninggalan [[
|-
| [[Candi Sewu]]
Baris 488 ⟶ 420:
| [[Kabupaten Klaten|Klaten]], [[Jawa Tengah]] <br> {{coord|-7.7435|110.4935}}
| 782 M (selesai dibagun)
| [[Rakai Panangkaran]], [[Rakai Pikatan]] (era) <br> [[
| Candi Sewu merupakan kompleks candi [[Buddha]] peninggalan [[
|-
| [[Candi Sojiwan]]
Baris 495 ⟶ 427:
| [[Kabupaten Klaten|Klaten]], [[Jawa Tengah]] <br> {{coord|7|45|39|S|110|29|45|E}}
| 842 M
| Rakryan Sanjiwana (era) <br> [[
| –
|-
Baris 502 ⟶ 434:
| [[Kabupaten Sleman|Sleman]], [[Daerah Istimewa Yogyakarta]] <br> [[Kabupaten Klaten|Klaten]], [[Jawa Tengah]] <br> {{coord|7|45|8|S|110|29|30|E}}
| 850 M (awal kontruksi)
| [[Rakai Pikatan]], [[Dyah Balitung]] (era) <br> [[
| Candi Prambanan adalah kompleks candi [[Hindu]] terbesar di [[Indonesia]] yang dibangun pada abad ke-8. Candi ini ditetapkan oleh [[UNESCO]] sebagai salah satu [[Situs Warisan Dunia]] (UNESCO’s World Heritage Sites), sekaligus salah satu candi [[Hindu]] terindah di [[Asia Tenggara]].
|-
Baris 509 ⟶ 441:
| [[Kabupaten Sleman|Sleman]], [[Daerah Istimewa Yogyakarta]] <br> {{Coord|7|45|41.49|S|110|28|27|E}}
| Abad ke-8
| [[Rakai Panangkaran]] (era) <br> [[
| –
|-
Baris 516 ⟶ 448:
| [[Kabupaten Sleman|Sleman]], [[Daerah Istimewa Yogyakarta]] <br> {{coord|-7.770|110.470}}
| Abad ke-8
| [[Rakai Panangkaran]] (era) <br> [[
| –
|-
Baris 523 ⟶ 455:
| [[Kabupaten Sleman|Sleman]], [[Daerah Istimewa Yogyakarta]] <br> {{coord|7|46|12|S|110|29|20|E}}
| Abad ke-8
| [[Rakai Panangkaran]] (era) <br> [[
| –
|-
Baris 530 ⟶ 462:
| [[Kabupaten Sleman|Sleman]], [[Daerah Istimewa Yogyakarta]] <br> {{coord|-7.751454|110.416117}}
| Abad ke-8
| [[
| –
|-
Baris 537 ⟶ 469:
| [[Kabupaten Magelang|Magelang]], [[Jawa Tengah]] <br> {{coord|-7.60616|110.219522}}
| Abad ke-9
| [[
| –
|-
Baris 544 ⟶ 476:
| [[Kabupaten Sleman|Sleman]], [[Daerah Istimewa Yogyakarta]] <br> {{coord|-7.7625|110.4469}}
| Abad ke-9
| [[Rakai Garung]] (era) <br> [[
| –
|-
Baris 551 ⟶ 483:
| [[Kabupaten Klaten|Klaten]], [[Jawa Tengah]] <br> {{coord|7|44|25|S|110|30|16|E}}
| Abad ke-9
| [[Rakai Pikatan]] (era) <br> [[
| –
|-
Baris 558 ⟶ 490:
| [[Kota Yogyakarta|Yogyakarta]], [[Daerah Istimewa Yogyakarta]] <br> {{coord|7|46|40|S|110|29|38|E}}
| Abad ke-9
| [[
| –
|-
Baris 565 ⟶ 497:
| [[Kabupaten Sleman|Sleman]], [[Daerah Istimewa Yogyakarta]] <br> {{coord|-7.7754785|110.4972972|type:landmark_region:ID-YO}}
| Abad ke-9
| [[Rakai Walaing]] (era) <br> [[
| –
|-
Baris 572 ⟶ 504:
| [[Kabupaten Semarang|Semarang]], [[Jawa Tengah]] <br> {{coord|7|12|37|S|110|20|31|E}}
| Abad ke-9
| [[
| –
|-
Baris 579 ⟶ 511:
| [[Kabupaten Klaten|Klaten]], [[Jawa Tengah]] <br> {{coord|-7.669735|110.551275}}
| Abad ke-9
| [[
| –
|-
Baris 586 ⟶ 518:
| [[Kabupaten Klaten|Klaten]], [[Jawa Tengah]] <br> {{coord|-7.7466|110.4929}}
| Abad ke-9
| [[
| –
|-
Baris 593 ⟶ 525:
| [[Kabupaten Sleman|Sleman]], [[Daerah Istimewa Yogyakarta]] <br> {{coord|7|47|2|S|110|30|44|E}}
| Abad ke-10
| [[
| –
|}
Baris 604 ⟶ 536:
== Warisan ==
[[Berkas:Borobudur on Vesak Day 2011.jpg|thumb|upright|left|Upacara [[Waisak]] nasional di [[Borobudur]], candi monumental peninggalan [[
Selain meninggalkan bukti sejarah berupa prasasti-prasasti tersebar di [[Jawa]], Medang juga membangun banyak candi, baik itu yang bercorak [[Hindu]] maupun [[Buddha]]. Era ini dipandang sebagai zaman keemasan dari peradaban Jawa kuno, yang telah meninggalkan warisan abadi dalam budaya dan [[sejarah Indonesia]]. Candi [[Borobudur]] dan [[Prambanan]] yang monumental dan megah ini telah ditetapkan oleh [[UNESCO]] sebagai salah satu Situs Warisan Dunia (UNESCO’s World Heritage Sites), dan menjadi sumber kebanggaan nasional, tidak hanya bagi orang Jawa tetapi juga bagi bangsa [[Indonesia]].<ref>{{cite book | title =Indonesia | publisher =Lonely Planet Publications Pty Ltd |date=November 2003 | location =Melbourne | pages =[https://archive.org/details/indonesia0000unse_i2g4/page/211 211]–215 | url =https://archive.org/details/indonesia0000unse_i2g4| doi = | isbn = 1-74059-154-2 | author = Mark Elliott ...}}</ref>
[[Berkas:Trail of civilisations.jpg|jmpl|ka|Sendratari "Mahakarya Borobudur" digelar di [[Borobudur]].]]
Tidak diduga bahwa dalam [[Sejarah Indonesia]] ditemukan sebuah peradaban unggul yang begitu kuat dalam membangun kontruksi bangunan dan pembangunan candi, yang menunjukkan penguasaan teknologi, tenaga kerja, manajemen sumber daya, penyempurnaan estetika dan seni, juga pencapaian arsitektur, di era
[[Berkas:RamanyanaBallet.jpg|thumb|ka|Pertunjukan [[Wayang Wong]] di panggung terbuka [[Sendratari Ramayana Prambanan]]. Era Medang telah meninggalkan dampak besar untuk [[budaya Jawa]].]]
Era
Seni dan arsitektur pembangunan candi [[Angkor Wat]] juga dipercaya dipengaruhi oleh seni dan arsitektur [[
Selama periode Medang sejumlah kitab dharma baik dari [[Hindu]] atau [[Buddha]], telah mempengaruhi budaya Jawa. Misalnya, kisah-kisah [[Jataka]] dan [[Lalitawistara]], juga epos [[Ramayana]] dan [[Mahabharata]] diadopsi ke dalam versi Jawa. Kisah-kisah dan epos ini selanjutnya akan membentuk budaya Jawa dan seni pertunjukan, seperti tarian Jawa dan seni wayang.
|