Medang: Perbedaan antara revisi

[revisi tidak terperiksa][revisi tidak terperiksa]
Konten dihapus Konten ditambahkan
Inayubhagya (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Indyhq (bicara | kontrib)
k perbaikan ejaan (tanda baca, huruf kapital, susunan kalimat)
Baris 37:
Pada periode antara akhir abad ke-8 dan pertengahan abad ke-9, terlihat mekarnya seni dan arsitektur Jawa klasik tercermin dalam pertumbuhan pesat pembangunan candi, yang menghiasi lanskap kerajaan di Mataram. Candi yang terkenal dibangun pada era kerajaan Medang adalah [[Candi Kalasan|Kalasan]], [[Candi Sewu|Sewu]], [[Candi Borobudur|Borobudur]] dan [[Candi Prambanan|Prambanan]]. Kerajaan Medang dikenal sebagai negeri pembangun candi.<ref>{{Cite news|url=https://nasional.kompas.com/read/2012/02/18/04155621/Kisah.Mataram.di.Poros.Kedu-Prambanan|title=Kisah Mataram di Poros Kedu-Prambanan - Kompas.com|last=Media|first=Kompas Cyber|date=2012-02-18|work=KOMPAS.com|language=id}}</ref>
 
Kemudian wangsa yang memerintah kerajaanKerajaan Medang terbagi menjadi dua kubu yang diidentifikasi sebagai Syailendra pemuja [[Syiwa]] dan Syailendra penganut [[Buddha Mahayana]]. Perang saudara terjadi. Hasilnya adalah [[wangsa Syailendra]] dibagi menjadi dua kerajaan yang kuat; wangsa Syailendra (pemuja Syiwa) berkuasa di [[Jawa]] dipimpin oleh [[Rakai Pikatan]] dan wangsa Syailendra (penganut Buddha) berkuasa di [[Sumatra]] dipimpin oleh [[Balaputradewa]]. Perselisahan di antara mereka tidak berakhir sampai 1016 ketika wangsa Syailendra yang berbasis di Sumatra menghasut Haji Wurawari, seorang vasal kerajaan Medang, dari Lwaram yang memberontak kepada [[Dharmawangsa Teguh]], dan menyerbu ibu kota Wwatan di Jawa Timur. Serangan itu dilancarkan secara mendadak dan tak terduga. Akibatnya, kerajaan luluh lantak dan tak menyisakan apapun kecuali sedikit saja yang selamat.
 
Seorang bangsawan Jawa yang bertahan, merebut kembali [[Jawa Timur]] pada 1019, dan kemudian mendirikan [[Kerajaan Kahuripan]] yang dipimpin oleh [[Airlangga]], putra [[Udayana]] raja kedelapan dari [[Kerajaan Bedahulu]] di [[Bali]]. Ibunya bernama [[Mahendradatta]], seorang putri dari [[Wangsa Isyana]]. Peristiwa pralaya tersebut disebutkan dalam [[Prasastiprasasti Pucangan]] yang dikeluarkan oleh Airlangga pada 1041 M.<ref name="lacak">{{cite book|author=Boechari|title=Melacak Sejarah Kuno Indonesia lewat Prasasti|publisher=Kepustakaan Populer Gramedia|date=2012|location=Jakarta|url=|doi=|pages=|id= ISBN 978-979-91-0520-2}}</ref>
 
== Etimologi ==
[[Berkas:Yogyakarta Indonesia Prambanan-temple-complex-02.jpg|jmpl|ka|Kompleks candi [[Prambanan]] awalnya terdiri dari ratusan candi, dibangun dan diperluas pada periode antara pemerintahan [[Rakai Pikatan]] dan [[Dyah Balitung]]]]
Awalnya, kedatuan ini diidentifikasi melalui lokasinya di [[Yawadwipa]] (pulauPulau Jawa) sebagaimana disebutkan dalam [[prasasti Canggal]] (732 M). Prasasti itu mendokumentasikan dekrit [[Sanjaya, Rakai Mataram|Sanjaya]], di mana ia menyatakan dirinya sebagai penguasa universal Medang. Para sejarawan sebelumnya seperti Soekmono, mengidentifikasi nama kedatuan ini sebagai ''Mataram'', nama geografis bersejarah untuk menyatakan [[dataran Kewu]], berada dalam wilayah administratif [[Jawa Tengah]] dan [[Daerah Istimewa Yogyakarta]]. Ini didasarkan pada lokasi di mana sebagian besar peninggalan candi ditemukan. Etimologi nama "Mātaram" berasal dari istilah [[bahasa Sanskerta]] yang memiliki arti "ibu".<ref>{{cite web | title = Mataram | work = Sanskrit dictionary | url = http://spokensanskrit.de/index.php?beginning=0+&tinput=mataram&trans=Translate}}</ref>
 
Nama Medang muncul kemudian dalam [[prasasti Anjuk Ladang]], [[prasasti Sanggurah]], [[prasasti Paradah]] dan beberapa prasasti yang ditemukan di [[Jawa Timur]]. Sebagai akibatnya, para sejarawan cenderung mengidentifikasi periode [[Jawa Timur]] (929-1016 M) dari kedatuan ini sebagai Medang untuk membedakannya dengan periode [[Jawa Tengah]] (732-929 M).
Baris 63:
[[Empu Sindok]] yang mendirikan [[wangsa Isyana]] memindahkan pusat kedatuan dari [[Jawa Tengah]] ke [[Jawa Timur]], tanpa memutus hubungan dengan leluhur terdahulu ia menyebut leluhurnya dengan kalimat ''rahyaŋta i mḍaŋ i bhūmi mātaram'' pada [[prasasti Anjuk Ladang]] dan [[prasasti Paradah]].<ref name="medang.id">{{cite news|url=http://medang.id/index.php/2018/09/12/prasasti-canggal-prasasti-tertua-di-jawa-yang-berangka-tahun/|title=Prasasti Canggal : Prasasti Tertua Di Jawa Yang Berangka Tahun|date=12 September 2018|accessdate=4 Januari 2020|work=medang.id|language=Indonesia|author=Redaksi Medang}}</ref> Letusan [[Gunung Merapi]] yang parah mungkin telah menyebabkan pemindahan pusat kedatuan, dari [[Jawa Tengah]] ke [[Jawa Timur]]. Sejarawan menyatakan bahwa, beberapa waktu pada masa pemerintahan [[Dyah Wawa]] dari Bhumi Mataram (924-929), Gunung Merapi meletus dan menghancurkan ibu kota Medang di Mataram. Letusan Gunung Merapi ini dikenal dengan sebutan Pralaya Mataram (bencana Mataram). Di Jawa Timur ibu kota baru Medang berada di Tamwlang. Beberapa tahun kemudian ibu kota dipindahkan lagi ke Watugaluh, dan terakhir ke Wwatan pada masa [[Dharmawangsa Teguh]].
 
Penyebutan bersejarah nama Mataram tidak disamakan dengan [[kota Mataram]] yang terletak di [[pulauPulau Lombok]], ibu kota provinsi [[Nusa Tenggara Barat]]. Dahulu sebelum menjadi [[kotaKota Mataram]] pernah berdiri sebuah monarki bernama kerajaan Cakranegara yang ditaklukan oleh [[Kerajaan Karangasem]] dari [[Bali]] pada awal abad ke-19. Memang, [[kotaKota Mataram]] dinamai setelah kerajaan Mataram di [[Jawa]], karena itu adalah praktik umum bagi orang Bali untuk memberi nama pemukiman mereka setelah peninggalan [[Majapahit]].
 
== Sejarah ==
=== Berdirinya Medang ===
[[Berkas:Canggal inscription.jpg|thumb|upright|left|[[Prasasti Canggal]] (732), disimpan di [[Museum Nasional Indonesia]]]]
Catatan awal kerajaanKerajaan Medang ada dalam [[prasasti Canggal]] (732), ditemukan di dalam kompleks [[Candi Gunung Wukir]] di dusun Canggal, barat daya [[kabupatenKabupaten Magelang]]. Prasasti ini, ditulis dalam [[bahasa Sanskerta]] menggunakan [[aksara Pallawa]], menceritakan tentang pendirian Siwalingga (lambang [[Siwa]]) di bukit di daerah Kuñjarakuñjadeça (Kunjarakunja), yang terletak di pulau bernama [[Yawadwipa]] (Jawa) yang diberkahi dengan banyak beras dan emas. Pembentukan lingga berada di bawah perintah [[Sanjaya]]. Prasasti ini menceritakan bahwa di Yawadwipa dahulu diperintah oleh raja [[Sanna]], yang bijaksana, adil dalam tindakannya, perwira dalam peperangan, bermurah hati kepada rakyatnya. Setelah mangkatnya [[Sanna]] negara berkabung, jatuh dalam perpecahan. Pengganti raja [[Sanna]] yaitu putra saudara perempuannya [[Sannaha]] bernama [[Sanjaya]]. Dia menaklukkan daerah-daerah di sekitar kerajaannya, dan pemerintahannya yang bijak memberkati tanahnya dengan kedamaian dan kemakmuran bagi semua rakyatnya.<ref>{{cite book |author1=Drs. R. Soekmono | title= ''Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2'', 2nd ed. | publisher = Penerbit Kanisius | edition= 1973, 5th reprint edition in 1988 | location =Yogyakarta| page =40 }}</ref><ref name=indianised>{{Cite book
| last = Cœdès
| first = George
Baris 78:
| isbn =9780824803681 }}</ref>
 
Pada [[prasasti Taji]] dan [[prasasti Timbangan Wungkal]] ditemukan istilah ''Sanjayawarsa'' (Kalender Sanjaya), disebutkan dalam prasasti tersebut bahwa tahun 1 Sanjaya sama dengan tahun 717 Masehi. Tidak diketahui dengan pasti apakah tahun 717 M ini merupakan tahun kelahiran [[Sanjaya (raja)|Sanjaya]], atau tahun berdirinya kedatuan. <ref>{{cite book |author1=Marwati Djoened Poesponegoro |author2=Nugroho Notosusanto | title=Sejarah Nasional Indonesia: Zaman kuno | url=https://books.google.com/books?id=LReVFTELXcwC&pg=PA162&lpg=PA162&dq#v=onepage&q&f=false | page=131 | date=2008 | publisher=Balai Pustaka | ISBN=9789794074084 | language=Indonesian | accessdate=4 April 2020}}</ref> Menurut prasasti Canggal, Sanjaya mendirikan kedatuan baru di tengah [[pulauPulau Jawa]] bagian selatan. Namun tampaknya itu merupakan kelanjutan dari pemerintahan sebelumnya yang diperintah oleh [[Sanna]].
 
Kisah [[Sanna]], [[Sannaha|Sannaha,]] dan [[Sanjaya]] juga dijelaskan dalam [[Carita Parahyangan]], sebuah naskah dari periode kemudian yang disusun sekitar akhir abad ke-16. Secara garis besar kisah dari naskah [[Carita Parahyangan]] ada kesamaan tokoh dengan [[prasasti Canggal]]. Meskipun manuskrip itu tampaknya diromantisir, dan tidak memberikan perincian tertentu tentang periode tersebut, namun nama dan tema cerita yang hampir persis dengan prasasti Canggal tampaknya menegaskan bahwa manuskrip tersebut didasarkan atas peristiwa sejarah.
 
=== Kejayaan Medang ===
Baris 87:
 
==== Negeri pembangun candi ====
Dari abad ke-7 hingga pertengahan ke-10, kerajaanKerajaan Medang terdapat berkembangnya peradaban yang megah, terutama seni arsitektur Jawa Kuno berupa bangunan-bangunan suci Hindu-Buddha yang membentang cakrawala [[dataran Kedu]] dan [[dataran Kewu]].
 
Candi paling awal dibangun era Medang adalah [[candi Gunung Wukir]], berdasarkan [[prasasti Canggal]], candi ini didirikan pada saat pemerintahan raja [[Sanjaya (raja)|Sanjaya]], pada tahun 732 M (654 Saka). Prasasti Canggal memiliki banyak informasi terkait dengan awal berdirinya Medang. Berdasarkan prasasti tersebut, candi Gunung Wukir mungkin memiliki nama asli Kunjarakunja. Hampir lima puluh tahun kemudian candi Buddha tertua dibangun di wilayah [[dataran Kewu]], [[candi Kalasan]], terkait dengan prasasti Kalasan (778 M) dan [[Rakai Panangkaran]]. Sejak saat itu, kerajaan Medang kedapatan proyek pembangunan candi yang tersebar di [[dataran Kewu]] dan [[dataran Kedu]], seperti [[candi Sari]], [[candi Sewu]], [[candi Lumbung]], [[candi Ngawen]], [[candi Mendut]], [[candi Pawon]], dan puncaknya pada era raja [[Samaratungga]] yang memprakarsai pembangunan [[candi Borobudur]], candi monumental besar, berbentuk seperti gunung yang diselingi dengan stupa dan selesai dibangun pada 825 M.