Tumenggung Surapati: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Alamnirvana (bicara | kontrib) |
k →Mendirikan Pagustian: clean up |
||
Baris 70:
== Mendirikan Pagustian ==
Setelah Pangeran Antasari meninggal, perjuangan dilanjutkan dengan pimpinan Sultan Muhammad Seman bin Pangeran Antasari dibantu Anak-anak Tumenggung Surapati dan pimpinan lainnya. Mereka membangun sebuah [[Pagustian]] atau pemerintahan terdiri dari gusti-gusti (bangsawan Banjar) yang terletak di Gunung Bondang, sebelah udik sungai Lawung, [[Puruk Cahu]]. Pagustian ini dibantu oleh [[Gusti Mat Said]], Raden Mas Natawijaya, Muhammad Nasir dan lainnya. Dua tahun berturut-turut yaitu tahun [[1864]] dan [[1865]] Tumenggung Surapati menyerang benteng Belanda di [[Muara Teweh]] sehingga seluruh isi [[benteng]] itu musnah. Begitu pula Benteng Belanda di Muara [[Montalat, Barito Utara|Montalat]] dihancurkan oleh suatu serangan Tumenggung Surapati. Untuk menghadapi serangan Tumenggung Surapati ini Belanda bersama orang Dayak [[Siong, Paju Epat, Barito Timur|Sihong]] ([[suku Maanyan]]) yang selama ini membantu Belanda di bawah pimpinan kepala sukunya [[Suta Ono]] dan di sisi ([suku dayak ngaju]) kepala sukunya adalah Temanggung Nikodemus Ambo Jaya Negara (kepala distrik Kwala Kapoeas) membantu Belanda memadamkan perlawanan temanggung surapati. Karena jasa-jasanya terhadap Belanda Suta Ono diberi pangkat Overste ([[Letnan Kolonel]]) dan diberi penghormatan bintang Singa Belanda adalah pengahargaan tertinggi atas keberanian. Dayak [[Siong, Paju Epat, Barito Timur|Sihong]] ini terkenal pemberani, dan tetap memiliki ketetapan hati kepada agama leluhur yang dianutnya yaitu Kaharingan. Tumenggung Surapati dalam perlawanannya selalu berpindah-pindah dan selama bertahun-tahun dia bertempur melawan Belanda di sepanjang Sungai Barito. Kadang-kadang dia muncul di hilir Barito di sekitar [[Distrik Bakumpai]], tetapi sebentar lagi ada di hulu Barito di sekitar Manawing, sehingga sangat membingungkan pihak Belanda. Berbagai muslihat dilakukan pihak Belanda untuk menangkap Tumenggung Surapati hidup atau mati, tetapi selalu gagal. Pertempuran dan perjuangan yang bertahun-tahun melawan Belanda melemahkan fisiknya yang memang sudah tua dan akhirnya jatuh sakit, meskipun semangat juangnya tidak pernah mundur. Setelah menderita [[sakit]] yang agak lama pada tahun [[1875]] Tumenggung Surapati meninggal dunia sebagai [[pahlawan]], meninggal karena sakit. Tumenggung Ajidan putera Tumenggung Surapati meneruskan perjuangan ayahnya bersama-sama Sultan Muhammad Seman bin Pangeran Antasari. Kalau keluarga [[Sultan]] [[Muhammad Seman]] yang tertangkap dibuang ke Bogor ([[Jawa Barat]]) maka keluarga Tumenggung Surapati yang tertangkap dibuang ke [[Bengkulu]], [[Sumatra]].
== Staatsblad van Nederlandsch-Indie ==
|