Ekonomi Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
→‎Orde Baru (1966-1998): menambah data pertumbuhan ekonomi
→‎Orde Baru (1966-1998): menambah konten
Baris 455:
Seiring dengan munculnya berbagai demonstrasi di kalangan masyarakat untuk menuntut Presiden Soekarno untuk mundur dari jabatan yang dipegangnya selama lebih dari 20 tahun akibat gejolak politik dan ekonomi yang berujung pada kemiskinan masyarakat menjadi peringatan keras bagi Soekarno untuk mundur dari tampuk kepemimpinan sebagai Presiden. Soekarno yang terdesak akibat berbagai demonstrasi tersebut, memutuskan untuk memulai transisi kepemimpinan pemerintahan dengan menunjuk [[Soeharto]] melalui [[Surat Perintah Sebelas Maret]] sebagai landasan hukum untuk mengizinkan Soeharto sebagai penjabat Presiden untuk segera menyusun transisi ekonomi Indonesia yang sudah terseok-seok akibat berbagi kebijakan politik yang hedonistik. Utang luar negeri menggunung, defisit melebar tidak terkendali dan inflasi mencapai ratusan persen serta kemiskinan di mana-mana hingga keamanan yang tidak kondusif menjadi permasalahan utama yang harus diselesaikan oleh Soeharto yang baru saja menjabat sebagai Presiden. Dalam bidang ekonomi, Presiden Soeharto mengajukan RUU penanaman modal yang kemudian disahkan oleh DPR RI menjadi UU no 1 Tahun 1967 yang bertujuan untuk mempercepat pengentasan kemiskinan yang ada di Indonesia berupa investasi di berbagai sektor usaha industri dan jasa, sekaligus sebagai upaya mengembalikan kepercayaan internasional terhadap stabilitas dan kondusivitas ekonomi, politik dan sosial serta keamanan Indonesia di mata dunia. Tercatat, sejak undang-undang ini disahkan, jumlah modal yang telah ditanamkan di Indonesia telah mencapai lebih dari US$ 9 Miliar dari 30 negara.<ref>Uqbah Iqbal, Sejarah Ringkas Hubungan Ekonomi Indonesia-Jepun, Munich: BookRix GmbH & Co. KG., 2015.</ref>
 
PemerintahaanPemerintahan orde baru berhasil memperbaiki kondisi ekonomi Indonesia dengan menaikkan pertumbuhan ekonomi yang sebelumnya hanya dua persen menjadi rata-rata lima persen %. Perkembangan ekonomi ini terus menmbaikmembaik selama periode orde baru yang dimulai dengan pengenalan program [[Rencana Pembangunan Lima Tahun|Repelita 1]]. Berkat program ini, ekonomi Indonesia pada masa itu mencapai rata-rata enam persen pada periode 1969-1973, selamayaitu saat Repelita I berlangsung. <ref>{{Cite book|last=Badan Pusat Statistik|date=2015|url=https://www.bappenas.go.id/files/data/Pengembangan_Regional_dan_Otonomi_Daerah/Statistik%2070%20Tahun%20Indonesia%20Merdeka.pdf|title=Statistik 70 th. Indonesia merdeka.|location=Jakarta, Indonesia|publisher=Badan Pusat Statistik|isbn=978-979-064-858-6|pages=110|oclc=971018639|url-status=live}}</ref> Selama lebih dari 30 tahun pemerintahan [[Orde Baru]] yang dipimpin oleh Presiden [[Soeharto]], ekonomi Indonesia tumbuh dari GDP per kapita [[Dolar Amerika Serikat|$]]70 menjadi lebih dari $1.100 pada 1997.<ref>{{Cite web|last=Ardanareswari|first=Indira|date=1 April 2020|title=Repelita ala Orba: Pembangunanisme yang Mengandalkan Modal Asing|url=https://tirto.id/repelita-ala-orba-pembangunanisme-yang-mengandalkan-modal-asing-eJY6|website=tirto.id|language=id|access-date=16 November 2021}}</ref> Peningkatan ini menjadikan Indonesia dikategorikan sebagai negara pendapatan menengah ke bawah yang sebelumnya berada dalam kategori [[Negara berkembang|negara pendapatan rendah]].<ref>{{Cite web|title=Produk Domestik Bruto Indonesia|url=https://www.indonesia-investments.com/id/keuangan/angka-ekonomi-makro/produk-domestik-bruto-indonesia/item253|website=www.indonesia-investments.com|access-date=16 November 2021}}</ref>. Melalui kebijakan moneter dan keuangan yang ketat, inflasi ditahan sekitar 5%-10%, [[rupiah]] stabil dan dapat diterka, dan pemerintah menerapkan sistem anggaran berimbang. Banyak dari anggaran pembangunan dibiayai melalui [[bantuan asing]]. Pada pertengahan [[1980-an]] pemerintah mulai menghilangkan hambatan kepada aktivitas ekonomi. Langkah ini ditujukan utamanya pada sektor eksternal dan finansial dan dirancang untuk meningkatkan lapangan kerja dan pertumbuhan di bidang ekspor non-minyak. GDP nyata tahunan tumbuh rata-rata mendekati 7% dari [[1987]]-[[1997]], dan banyak analisis mengakui Indonesia sebagai ekonomi industri dan pasar utama yang berkembang.
 
Selama lebih dari 30 tahun pemerintahan [[Orde Baru]] yang dipimpin oleh Presiden [[Soeharto]], ekonomi Indonesia tumbuh dari GDP per kapita [[dolar AS|$]]70 menjadi lebih dari $1.000 pada [[1996]]. Melalui kebijakan moneter dan keuangan yang ketat, inflasi ditahan sekitar 5%-10%, [[rupiah]] stabil dan dapat diterka, dan pemerintah menerapkan sistem anggaran berimbang. Banyak dari anggaran pembangunan dibiayai melalui [[bantuan asing]]. Pada pertengahan [[1980-an]] pemerintah mulai menghilangkan hambatan kepada aktivitas ekonomi. Langkah ini ditujukan utamanya pada sektor eksternal dan finansial dan dirancang untuk meningkatkan lapangan kerja dan pertumbuhan di bidang ekspor non-minyak. GDP nyata tahunan tumbuh rata-rata mendekati 7% dari [[1987]]-[[1997]], dan banyak analisis mengakui Indonesia sebagai ekonomi industri dan pasar utama yang berkembang.
 
Tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dari 1987-1997, menutupi beberapa kelemahan struktural dalam ekonomi Indonesia. Longgarnya kebijakan pemerintah dan institusi jasa keuangan saat itu dan meningkatnya nilai ekspor barang non-migas, membuat banyak jasa keuangan berupa bank, asuransi dan berbagai lembaga keuangan lainnya muncul dnegan tujuan mendapat keuntungan dari fasilitasi ekspor, namun dengan modal inti yang sering kali kurang. Tanpa disadari oleh pemerintah dan institusi keuangan sendiri, besarnya kesempatan untuk membiayai fasilitasi ekspor tersebut, perlahan-lahan mulai menunjukkan bahwa pertumbuhan jasa keuangan tidak berkualitas, mulai memakan korban berupa tutupnya beberapa bank secara berantai akibat gagal menarik kredit yang macet, hingga modal inti yang kurang mulai menandai gelapnya perkembangan jasa keuangan yang saat itu tengah tumbuh pesat. Belum lagi dengan sistem legal sangat lemah, dan tidak ada cara efektif untuk menjalankan kontrak, mengumpulkan hutang, atau menuntut atas [[kebangkrutan]]. Aktivitas bank sangat sederhana, dengan peminjaman berdasarkan-"collateral" menyebabkan perluasan dan pelanggaran peraturan, termasuk batas peminjaman. Hambatan non-tarif, penyewaan oleh perusahaan milik negara, subsidi domestik, hambatan ke perdagangan domestik, dan [[hambatan ekspor]] menjadi bom waktu yang akan mewarnai kejatuhan ekonomi nasional.