Sisingamangaraja XII: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Rahmatdenas (bicara | kontrib) k Suntingan 114.122.8.27 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Ärkhézja Tag: Pengembalian |
||
Baris 36:
== Asal usul ==
Sisingamangaraja adalah keturunan seorang pejabat yang ditunjuk oleh raja [[Kerajaan Pagaruyung|Pagaruyung]] yang sangat berkuasa ketika itu, yang datang berkeliling Sumatra Utara untuk menempatkan pejabat-pejabatnya.<ref>{{cite book|last =Brenner|first =J.F. von|authorlink =|coauthors =|title =Besuch bei den Kannibalen Sumatras: erste Durchquerung der unabhangigen Batak-Lande|publisher = Wurl|date =|location =Wurzburg|url =|doi =|isbn =|page =}}</ref> Dalam sepucuk surat kepada Marsden bertahun 1820, [[Raffles]] menulis bahwa para pemimpin Batak menjelaskan kepadanya mengenai Sisingamangaraja yang merupakan keturunan [[Minangkabau]] dan bahwa di [[Silindung]] terdapat sebuah arca batu berbentuk manusia sangat kuno yang diduga dibawa dari [[Pagaruyung]].<ref>{{cite book|last =Raffles|first =Stamford|authorlink =|coauthors =|title =Memoir of the life and public services of Sir Thomas Stamford Raffles|year =1830|publisher = John Murray|location =London|url =https://archive.org/details/memoiroflifepubl00raff|doi =|isbn =|page =}}</ref> Sampai awal abad ke-20, Sisingamangaraja masih mengirimkan upeti secara teratur kepada pemimpin [[Minangkabau]] melalui perantaraan Tuanku Barus yang bertugas menyampaikannya kepada pemimpin [[Pagaruyung]].<ref>{{Cite book|last=Schrieke|first=Bertram Johannes Otto|date=1929|url=https://books.google.co.nz/books?id=13EcAAAAMAAJ&newbks=0&printsec=frontcover&dq=%22Tuanku+Barus%22&q=%22Tuanku+Barus%22&hl=id&redir_esc=y|title=The Effect of Western Influence on Native Civilisations in the Malay Archipelago|publisher=G. Kolff & Company|language=en}}</ref>
Sisingamangaraja bermula dari seorang yang bernama Si Raja Batak yang memiliki keturunan bernama Raja Oloan. Raja Oloan memiliki enam orang putra yakni Raja Naibaho, Raja Sihotang, Toga Bakara, Toga Sinambela, Toga Sihite, dan Toga Simanullang. Putra keempatnya, Toga Sinambela memiliki tiga orang putra. Putra bungsu Toga Sinambela, yakni Raja Bona ni onan gelar Raja Mangkutal adalah ayah kandung dari Sisingamangaraja I, leluhur awal Dinasti Sisingamangaraja.<ref>Sejarah Daerah Sumatera Utara, 1978</ref>▼
▲Sumber lain menyebutkan bahwa dinasti Sisingamangaraja bermula dari seorang yang bernama Si Raja Batak yang memiliki keturunan bernama Raja Oloan. Raja Oloan memiliki enam orang putra yakni Raja Naibaho, Raja Sihotang, Toga Bakara, Toga Sinambela, Toga Sihite, dan Toga Simanullang. Putra keempatnya, Toga Sinambela memiliki tiga orang putra. Putra bungsu Toga Sinambela, yakni Raja Bona ni onan gelar Raja Mangkutal adalah ayah kandung dari Sisingamangaraja I, leluhur awal Dinasti Sisingamangaraja.<ref>Sejarah Daerah Sumatera Utara, 1978</ref>
== Perang melawan Belanda ==
[[Berkas:Toba Expedition 1878.jpg|jmpl|250px|Peta Ekspedisi Toba 1878]]
Pada 1824 Perjanjian Belanda Inggris ([[Anglo-Dutch Treaty of 1824]]) memberikan seluruh wilayah Inggris di Sumatra kepada Belanda. Hal ini membuka peluang bagi Hindia Belanda untuk meng-aneksasi seluruh wilayah yang belum dikuasai di Sumatra.
Pada tahun 1873 Belanda melakukan invasi militer ke Aceh ([[Perang Aceh]], dilanjutkan dengan invasi ke Tanah Batak pada 1878. Raja-raja huta Kristen Batak menerima masuknya Hindia Belanda ke Tanah Batak, sementara Raja Bakara, Si Singamangaraja yang memiliki hubungan dekat dengan Kerajaan Aceh menolak dan menyatakan perang.
Pada tahun 1877 para misionaris di Silindung dan Bahal Batu meminta bantuan kepada pemerintah kolonial Belanda dari ancaman diusir oleh Singamangaraja XII. Kemudian pemerintah Belanda dan para penginjil sepakat untuk tidak hanya menyerang markas Si Singamangaraja XII di Bakara tetapi sekaligus menaklukkan seluruh Toba.
Pada tanggal [[6 Februari]] [[1878]] pasukan Belanda sampai di Pearaja, tempat kediaman penginjil [[Ludwig Ingwer Nommensen|Ingwer Ludwig Nommensen]]. Kemudian beserta penginjil Nommensen dan Simoneit sebagai penerjemah pasukan Belanda terus menuju ke Bahal Batu untuk menyusun benteng pertahanan{{Citation needed|date=June 2013}}. Namun kehadiran tentara kolonial ini telah memprovokasi Sisingamangaraja XII, yang kemudian mengumumkan ''pulas'' ([[perang]]) pada tanggal [[16 Februari]] [[1878]] dan penyerangan ke pos Belanda di Bahal Batu mulai dilakukan.
Pada tanggal [[14 Maret]] [[1878]] datang Residen Boyle bersama tambahan pasukan yang dipimpin oleh Kolonel Engels sebanyak 250 orang [[tentara]] dari [[Sibolga]]Pada tanggal [[1 Mei]] [[1878]], Bakara pusat pemerintahan Si Singamangaraja diserang pasukan kolonial dan pada [[3 Mei]] [[1878]] seluruh Bangkara dapat ditaklukkan namun Singamangaraja XII beserta pengikutnya dapat menyelamatkan diri dan terpaksa keluar mengungsi. Sementara para raja yang tertinggal di Bakara dipaksa Belanda untuk bersumpah setia dan kawasan tersebut dinyatakan berada dalam kedaulatan pemerintah [[Hindia Belanda]].
Walaupun Bakara telah ditaklukkan, Singamangaraja XII terus melakukan perlawanan secara [[gerilya]], tetapi sampai akhir Desember 1878 beberapa kawasan seperti Butar, Lobu Siregar, Naga Saribu, Huta Ginjang, Gurgur juga dapat ditaklukkan oleh pasukan kolonial Belanda.
Di antara tahun 1883-1884, Singamangaraja XII berhasil melakukan konsolidasi pasukannya{{Citation needed|date=June 2013}}. Kemudian bersama pasukan bantuan dari [[Kesultanan Aceh|Aceh]], secara ofensif menyerang kedudukan Belanda antaranya Uluan dan Balige pada Mei [[1883]] serta Tangga Batu pada tahun [[1884]].<ref name="Aji">Ajisaka, Arya, (2010), ''Mengenal Pahlawan Indonesia'', Jakarta: Kawan Pustaka, ISBN 978-979-757-278-5.</ref>
== Kontroversi agama ==
[[Berkas:Si Singamangaraja Seal.jpg|jmpl|250px|Cap Mohor Sisingamangaraja XII]]
Agama yang dianut oleh Sisingamangaraja XII adalah agama asli Batak yaitu [[Parmalim]]. Namun sudah sejak zaman Belanda terdengar desas-desus bahwa menjelang tahun 1880-an Sisingamangaraja memeluk agama [[Islam]]{{Citation needed|date=June 2013}}. Yang pertama menyebarkan desas-desus bahwa Singamangaraja XII telah menjadi seorang Muslim adalah para penginjil [[RMG|RMG (Rheinische Missionsgesellschaft]]){{Citation needed|date=June 2013}}. Mereka tiba pada kesimpulan tersebut karena pada saat itu Singamangaraja XII mulai menyalin kerjasama dengan pihak Aceh{{Citation needed|date=June 2013}}. Hal itu dilakukannya karena ia mencari sekutu melawan para penginjil RMG yang pengaruhnya di Silindung menjadi semakin terasa dan yang menjalin hubungan erat dengan pemerintah dan tentara Belanda. Namun alasan utama maka para misionaris RMG menyebarkan isu bahwa Singamangaraja telah menjadi seorang Muslim adalah untuk meyakinkan pemerintah Belanda untuk menganeksasi Tanah Batak{{Citation needed|date=June 2013}}. Atas permintaan penginjil RMG, terutama [[Ludwig Ingwer Nommensen|I.L. Nommensen]], tentara kolonial Belanda akhirnya menyerang markas Singamangaraja XII di [[Bangkara]]{{Citation needed|date=June 2013}} dan memasukkan [[Toba]] dan [[Silindung]] ke dalam wilayah jajahan Belanda.
Kontroversi perihal agama Singamangaraja hingga kini tidak pernah reda. Juga sesudah wilayah Batak menjadi bagian dari Hindia Belanda desas-desus bahwa Singamangaraja XII memeluk agama Islam tidak pernah berhenti, sampai ada yang menulis{{Citation needed|date=June 2013}} bahwa "''Volgens berichten van de bevolking moet de togen, woordige tituleris een 5 tak jaren geleden tot den Islam zijn bekeerd, doch hij werd geen fanatiek Islamiet en oefende geen druk op zijn omgeving uit om zich te bekeeren''" ("menurut laporan dari penduduk maka sang raja sekitar lima tahun yang lalu memeluk agama Islam, tetapi ia tidak menjadi seorang Islam fanatis dan tidak berusaha untuk meyakinkan rakyat supaya turut menggatikan agamanya"). Kemudian dalam sebuah surat rahasia kepada ''Departement van Oorlog'' (Departemen Pertahanan), maka Letnan L. van Vuuren dan Berenschot pada tanggal [[19 Juli]] [[1907]] menyatakan, "''Dat het vaststaat dat de oude S.S.M. met zijn zoons tot den Islam waren overgegaan, al zullen zij wel niet Mohamedanen in merg en been geworden zijn''" ("Bahwa sudah pasti S. S. M. yang tua dengan putra-putranya telah beralih memeluk agama Islam, walaupun keislaman mereka tidak seberapa meresap dalam sanubarinya").
Selain laporan oleh para misionaris Jerman dan oleh koran-koran Belanda, petunjuk lainnya bahwa Singamangaraja XII beralih agama ke agama Islam termasuk:
# Singamangaraja XII tidak makan babi;memang dalam agama Parmalim juga babi diharamkan. Maka agak diragukan jika disimpulkan bahwa beliau penganut Islam.
# pengaruh Islam terlihat pada bendera perang Singamangaraja dalam gambar kelewang, matahari dan bulan; dan
# Sisingamangaraja XII memiliki cap yang bertuliskan [[huruf Jawi]] (tulisan Arab-Melayu).
Namun pemakaian simbol-simbol itu bukanlah sesuatu yang asing bagi agama asli Nusantara. Maka masih menyimpan misteri mengenai agama Sisingamangaraja
Untuk butir 1 dapat dikatakan bahwa bukan hanya Singamangaraja XII yang tidak boleh makan babi, melainkan hal itu berlaku juga untuk semua Singamangaraja sebelumnya (penganut Parmalim). Pantangan makan babi tidak ada kaitan dengan agama Islam melainkan juga berlaku untuk para raja yang beragama Hindu dan Parmalim. Dalam hal ini perlu diingatkan bahwa agama asli Batak sangat kuat pengaruh Hindu.<ref>Ricklefs, M.C. A History of Modern Indonesia Since C.1200. h,174. Palgrave Macmillan (2008). "The Bataks were a fierce and violent pagan people whose religious life was a combination of animism, magic and old Hindu (or Hindu-Javanese) influences."</ref> Untuk butir 2, kelewang, matahari, dan bulan bukan lambang yang eksklusif Islam. Selain daripada itu perlu diingatkan bahwa kerajaan Singamangaraja XII dikelilingi oleh kerajaan-kerajaan Islam sehingga tidak mengherankan kalau ia sangat terinspirasi lambang yang juga digunakan oleh para raja Melayu. Khususnya untuk butir 3. cap Singamangaraja telah dianalisis oleh Prof. Uli Kozok.<ref>[[Uli Kozok|Kozok, Uli]], (2009), ''Surat Batak: sejarah perkembangan tulisan Batak: berikut pedoman menulis aksara Batak dan cap Si Singamangaraja XII'', École française d'Extrême-Orient, ISBN 979-9101-53-0.</ref> Selain sebuah teks yang memakai [[surat Batak]] (aksara Batak) terdapat pula sebuah teks berhuruf Jawi (Arab Melayu) yang berbunyi; ''Inilah cap maharaja di negeri Teba kampung Bakara nama kotanya hijrat nabi 1304 [?]'' sedangkan dalam [[aksara Batak]] pada cap itu tertulis ''Ahu ma sap tuan Si Singamangaraja tian Bangkara'', artinya "Akulah cap Tuan Si Singamangaraja dari Bangkara". Berdasarkan analisis empat cap Singamangaraja maka Profesor Kozok tiba pada kesimpulan bahwa keempat cap Singamangaraja masih relatif baru, dan diilhami oleh cap para raja Melayu, terutama oleh kerajaan Barus. Pada abad ke-19 huruf Arab-Melayu (Jawi) umum dipakai oleh semua raja di Sumatra sehingga sangat masuk akal bahwa Singamangaraja XII juga menggunakan huruf yang sama agar capnya dapat dibaca tidak hanya oleh orang Batak sendiri melainkan juga oleh orang luar.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa argumentasi bahwa Singamangaraja XII telah berpindah agama cukup lemah. Sekiranya Singamangaraja memang memeluk agama Islam maka pasti ia akan mengimbau agar rakyatnya juga memeluk agama Islam. Laporan para penginjil{{Citation needed|date=June 2013}} seperti I.L. Nommensen bahwa Singamangaraja telah memeluk agama Islam terutama dimaksud untuk mendiskreditkan Singamangaraja dan untuk menggambarkannya sebagai musuh pemerintah Belanda.{{Citation needed|date=June 2013}}
== Kematian ==
|