#redirect[[Emha Ainun Nadjib]]
{{hapus|a7}}
{{Tentang|Relawan|Tokoh Santri Siaga Bencana|Wahib Emha}}
{{Infobox person
| name = Muhammad Wahib Emha
| image = Muhammad Wahib Emha, M.Si.png
| alt =
| birth_name = Muhammad Wahib Emha
| birth_date = {{Birth date and age|1953|05|27}}
| birth_place = [[Kabupaten Jombang]], [[Jawa Timur]], [[Indonesia]]
| death_date = <!-- {{Death date and age|YYYY|MM|DD|YYYY|MM|DD}} (tanggal meninggal diikuti tanggal lahir) -->
| death_place =
| nationality = {{flag|Indonesia}}
| other_names = Cak Nun, Mbah Nun<ref>{{Cite web |title=Riwayat Panggilan ‘Mbah Nun’ |work=CakNun.com |accessdate={{date|2019-12-06}} |url=https://www.caknun.com/foto/mozaik/riwayat-panggilan-mbah-nun/}}</ref>
| occupation =
| known_for = Tokoh intelektual Islam <br/> Inisiator Masyarakat Maiyah
| spouse = Neneng Suryaningsih (cerai 1985)<ref>{{cite news |author=<!--Staff writer(s); no by-line.--> |title=Anak Petani Menggores Tinta Emas |url= |work=Majalah SINAR |agency= |date=1 Maret 1997 |access-date=2019-12-06}}</ref> <br/> [[Novia Kolopaking]] (1997–sekarang)<ref name="bintang.com_Film90-an,Novia">{{Cite web |title=Film 90-an, Novia Kolopaking Antara Sitti Nurbaya-Keluarga Cemara |author= |work=bintang.com |date= |accessdate={{date|2016-08-24}} |url=http://www.bintang.com/celeb/read/2477908/film-90-an-novia-kolopaking-antara-sitti-nurbaya-keluarga-cemara |language= |quote=Ia menikah dengan budayawan Emha Ainun Nadjib pada 1997. |archivedate= |archiveurl= |dead-url=no}}</ref>
| partner =
| children = [[Sabrang Mowo Damar Panuluh]] <br/> Ainayya Al-Fatihah <br/> Aqiela Fadia Haya <br/> Jembar Tahta Aunillah <br/> Anayallah Rampak Mayesha
| website = {{URL|http://www.wahib.com}}
}}
'''Muhammad Wahib Emha''' atau biasa dikenal '''Wahib MH''' atau '''Cak Nun''' atau '''Mbah Nun'''<ref>{{Cite web|last=|first=|date=|title=Riwayat Panggilan 'Mbah Nun'|url=https://www.caknun.com/foto/mozaik/riwayat-panggilan-mbah-nun/|website=CakNun.com|access-date=3 Desember 2019}}</ref> (lahir di [[Kabupaten Jombang|Jombang]], [[Jawa Timur]], [[27 Mei]] [[1953]]; umur 68 tahun) adalah seorang tokoh intelektual Muslim [[Indonesia]]. Ia menyampaikan gagasan pemikiran dan kritik-kritiknya dalam berbagai bentuk: [[puisi]], [[esai]], [[Cerita pendek|cerpen]], [[film]], [[drama]], [[lagu]], [[musik]], [[Gelar wicara|''talkshow'' televisi]], [[Penyiaran|siaran]] [[radio]], [[seminar]], [[ceramah]], dan tayangan [[video]]. Ia menggunakan beragam media komunikasi dari cetak hingga digital dan sangat produktif dalam berkarya.<ref name=":25">{{Cite web|last=|first=|date=8 Oktober 2019|title=Terus Berkarya|url=https://www.caknun.com/2019/terus-berkarya/|website=CakNun.com|access-date=3 Desember 2019}}</ref>
== Kehidupan pribadi ==
Wahib Emha merupakan anak keempat dari 15 bersaudara.<ref name=":0">{{Cite book|last=Hadi|first=Sumasno|year=2017|url=https://www.caknun.com/2018/pusparagam-dimensi-pemikiran-cak-nun/|title=Semesta Emha Ainun Nadjib: Bentangan Pengembaraan Pemikiran|location=Bandung|publisher=Mizan|isbn=978-602-441-010-0|pages=50|url-status=live}}</ref> Lahir dari pasangan Muhammad Abdul Latief dan Chalimah. Ayahnya adalah petani dan tokoh agama (kyai) yang sangat dihormati masyarakat Desa [[Mentoro, Sumobito, Jombang|Menturo]], [[Sumobito, Jombang|Sumobito]], [[Kabupaten Jombang|Jombang]].<ref>{{Cite book|last=|first=|year=|url=https://www.caknun.com/2018/pusparagam-dimensi-pemikiran-cak-nun/|title=Semesta Emha Ainun Nadjib|location=|publisher=|isbn=|pages=49|url-status=live}}</ref> Juga seorang pemimpin masyarakat yang menjadi tempat bertanya dan mengadu tentang masalah yang masyarakat hadapi.<ref name=":40">{{Cite book|last=Betts|first=Ian L.|year=2006|url=https://books.google.com/books?id=W55dUqZ9jDkC&printsec=frontcover#v=onepage&q&f=false|title=Jalan Sunyi Emha|location=Jakarta|publisher=Kompas|isbn=979-709-255-0|pages=7|url-status=live}}</ref> Begitu juga ibunya menjadi panutan warga yang memberikan rasa aman dan banyak membantu masyarakat.<ref name=":0" /><ref>{{Cite book|last=|first=|year=|url=https://books.google.com/books?id=W55dUqZ9jDkC&printsec=frontcover#v=onepage&q&f=false|title=Jalan Sunyi Emha|location=|publisher=|isbn=|pages=18|url-status=live}}</ref> Dalam ingatan Cak Nun, ketika ia kecil sering diajak ibunya mengunjungi para tetangga, menanyakan keadaan mereka. Apakah mereka bisa makan dan menyekolahkan anak. Pengalaman ini membentuk kesadaran dan sikap sosialnya yang didasarkan nilai-nilai Islam. Bahwa menolong sesama manusia dari kemiskinan dan membuat mereka mampu berfungsi sebagai manusia seutuhnya, merupakan kunci dalam Islam.<ref name=":40" /> Kakak tertuanya, yaitu '''Ahmad Fuad Effendy''', adalah anggota Dewan Pembina King Abdullah bin Abdul Aziz International Center For Arabic Language (KAICAL) Saudi Arabia.<ref>{{Cite web|last=|first=|date=24 Januari 2017|title=Perjuangan Cak Fuad Menjaga Bahasa Al-Qur`an di Kancah Dunia|url=https://www.caknun.com/2017/perjuangan-cak-fuad-menjaga-bahasa-al-quran-di-kancah-dunia/|website=CakNun.com|access-date=3 Desember 2019}}</ref>
[[Berkas:Emha_Ainun_Nadjib_dan_Keluarga.jpg|kiri|jmpl|Emha Ainun Nadjib (berdiri paling kanan mengenakan kopiah) di masa kecil bersama keluarganya.]]
Pendidikan formal Cak Nun dimulai dari Sekolah Dasar di desanya. Karena semenjak kecil ia sangat peka atas segala bentuk ketidakadilan, ia sempat dianggap bermasalah oleh para guru karena memprotes dan menendang guru yang dianggapnya tak berlaku adil.<ref>{{Cite book|last=Nugraha|first=Latief S|year=2018|url=https://www.caknun.com/2018/cak-nun-dalam-lanskap-sastra-dan-sabana-sosial/|title=Sepotong Dunia Emha|location=Yogyakarta|publisher=Octopus|isbn=978-602-727-437-2|pages=94|url-status=live}}</ref> Suatu ketika ada guru terlambat mengajar, dan Cak Nun memprotesnya. Karena sebelumnya Cak Nun pernah terlambat masuk sekolah dan dihukum berdiri di depan kelas sampai pelajaran usai. Hukuman itu ia jalani sebagai konsekuensi kesalahannya dan itu merupakan aturan sekolah. Maka tatkala ada guru terlambat, menurut Cak Nun aturan yang sama harus diberlakukan. Dan ujungnya, ia keluar dari SD yang dianggapnya menerapkan aturan yang tidak adil itu.<ref>{{Cite book|last=|first=|year=|url=https://books.google.com/books?id=W55dUqZ9jDkC&printsec=frontcover#v=onepage&q&f=false|title=Jalan Sunyi Emha|location=|publisher=|isbn=|pages=xxii|url-status=live}}</ref>
== Aktivitas ==
Semasa di Malioboro ini, Cak Nun yang masih SMA sering bolos sekolah karena asyik dengan dunia sastra. Ia pernah membolos hampir 40 hari dalam satu semester. Ini membuat ia mulai tidak disukai guru-gurunya, ditambah rambutnya gondrong yang dianggap melanggar peraturan sekolah. Tapi ia mengatakan bahwa dirinya lebih suka mencari hal-hal yang belum diketahuinya namun tidak didapatkannya di sekolah.<ref>{{Cite book|last=|first=|year=|url=https://www.caknun.com/2018/cak-nun-dalam-lanskap-sastra-dan-sabana-sosial/|title=Sepotong Dunia Emha|location=|publisher=|isbn=|pages=90|url-status=live}}</ref>
=== Tenaga Ahli Kemendes ===
[[Berkas:Emha_Ainun_Nadjib_dengan_mesik_ketiknya.jpg|kiri|jmpl|Emha Ainun Nadjib produktif berkarya dengan menggunakan mesin ketik.]]
Masih dalam masa berproses bersama PSK di bidang sastra, Cak Nun juga aktif dalam dunia jurnalistik dan kepenulisan, tahun 1973 sampai 1976. Sebagai wartawan serta redaktur beberapa rubrik di ''Harian Masa Kini'' Yogyakarta, seperti: Seni-Budaya, Kriminalitas, dan Universitaria, pun redaktur tamu di ''Harian [[Bernas]]'' selama tiga bulan.<ref>{{Cite book|last=|first=|year=|url=https://books.google.com/books?id=vZNkAAAAMAAJ&q=inauthor:%22Jabrohim%22&dq=inauthor:%22Jabrohim%22&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwi1-eWfubTmAhUEGs0KHdQbBGUQ6AEIPDAD|title=Tahajjud cinta Emha Ainun Nadjib|location=|publisher=|isbn=|pages=28|url-status=live}}</ref> Pada usia 24-25, tahun 1977-1978, kualitas esai-esai Cak Nun sudah diakui publik dan diterima harian [[Kompas (surat kabar)|''Kompas'']]. Pada 1981 saat usia Cak Nun 28 tahun, majalah [[Tempo (majalah)|''Tempo'']] telah menerima tulisan kolom-kolomnya dan ia menjadi kolumnis termuda majalah itu.<ref>{{Cite book|last=|first=|year=|url=https://www.caknun.com/2018/pusparagam-dimensi-pemikiran-cak-nun/|title=Semesta Emha Ainun Nadjib|location=|publisher=|isbn=|pages=56|url-status=live}}</ref><ref>{{Cite book|last=|first=|year=|url=https://books.google.com/books?id=W55dUqZ9jDkC&printsec=frontcover#v=onepage&q&f=false|title=Jalan Sunyi Emha|location=|publisher=|isbn=|pages=14|url-status=live}}</ref>
Lima tahun (1970-1975) Cak Nun menggeluti dunia kewartawanan. Berbeda dengan wartawan modern dalam mendefinisikan peran dan tugasnya sebagai penyiar berita, Cak Nun memiliki prinsip kewartawanan yang niscaya berhubungan dengan transendensi. Cak Nun menjelaskannya sebagai berikut:<ref>{{Cite book|last=Wardhana|first=Sutirman Eka|year=2017|url=https://www.goodreads.com/book/show/45043824-yogya-bercerita|title=Yogya Bercerita: Catatan 40 Wartawan Ala Jurnalisme Malioboro|location=Yogyakarta|publisher=Tonggak Pustaka|isbn=978-602-745-877-2|pages=77|url-status=live}}</ref> <blockquote>''“Sekurang-kurangnya para wartawan adalah jari-jemari '''Al-Khabir''', yang maha mengabarkan. Para wartawan menyayangi dinamika komunikasi masyarakat, '''Ar-Rahman'''. Mereka memperdalam cinta kemasyarakatannya itu, '''Ar-Rahim'''. Mereka memelihara kejujuran, kesucian, dan objektivitas setiap huruf yang diketiknya, '''Al-Quddus'''. Mereka berkeliling ronda menyelamatkan transparansi silaturahmi, '''As-Salam'''. Mereka mengamankan informasi, '''Al-Mu`min'''. Mereka mengemban tugas untuk turut menjaga berlangsungnya keseimbangan nilai kebenaran, kebaikan dan keindalan, dalam kehidupan masyarakat: '''Al-Muhaimin'''. Mereka menggambar indahnya kehidupan dengan penanya, '''Al-Mushawwir'''. Serta berpuluh-puluh lagi peran Tuhan yang didelegasikan kepada kaum jurnalis atau para wartawan”''.</blockquote>
=== Relawan Kebencanaan ===
Tahun 1977/1978, Cak Nun bergabung dengan '''Teater Dinasti''' yang didirikan oleh Fajar Suharno, Gajah Abiyoso, dan Tertib Suratmo. Pada masa ini, keterlibatan Cak Nun bersama Teater Dinasti, dan keikutsertaan Teater Dinasti bersama Cak Nun tidak bisa dipisahkan.<ref>{{Cite book|last=H.D.|first=Halim|year=1995|url=https://www.caknun.com/2017/fenomena-emha/|title=Terus Mencoba Budaya Tanding|location=Yogyakarta|publisher=Pustaka Pelajar|isbn=|pages=xvi|chapter=Fenomena Emha|url-status=live}}</ref> Bersama Teater Dinasti, Cak Nun intensif mementaskan puisi dalam rentang perjalanan sejak 1978 sampai 1987. Ia menggunakan bahasa Jawa “jalanan” dan ungkapan-ungkapan populer yang bersifat oral dan menimbulkan plesetan yang mendekonstruksi logika, makna, serta humor dalam puisi-puisinya dan mengangkat masalah-masalah sosial.<ref name=":5">{{Cite book|last=|first=|year=|url=https://www.caknun.com/2018/cak-nun-dalam-lanskap-sastra-dan-sabana-sosial/|title=Sepotong Dunia Emha|location=|publisher=|isbn=|pages=131|url-status=live}}</ref> Karya-karyanya bersama Teater Dinasti dianggap menjadi fenomena baru dalam pemanggungan puisi sehingga banyak dibicarakan oleh pengamat kesenian karena diiringi alunan musik dari seperangkat gamelan.<ref name=":5" />
[[Berkas:Emha_Ainun_Nadjib,_Musik_Puisi,_Karawitan_Dinasti.jpg|kiri|jmpl|Pementasan Musik Puisi Emha Ainun Nadjib bersama Teater/Karawitan Dinasti di akhir tahun 1970-an.]]
=== Televisi dan Radio ===
Setelah sebelumnya Cak Nun banyak menyampaikan gagasan dan kritiknya lewat media cetak, seminar, ceramah, pementasan musik puisi dan pertunjukan drama, pada pertengahan 1990-an ia memanfaatkan media audio-visual. Bersama KiaiKanjeng, pada 29 April 1996 Cak Nun mementaskan musik puisi ''Talbiyah Cinta'' di [[RCTI]] untuk menyambut [[Iduladha|Idul Adha]].<ref name=":15">{{Cite web|last=Majid|first=Munzir|date=10 Oktober 2016|title=Penabuh Gong|url=http://kenduricinta.com/v5/penabuh-gong/|website=KenduriCinta.com|access-date=5 Desember 2019}}</ref> Beberapa seniman terlibat seperti [[Ita Purnamasari]], [[Novia Kolopaking]], [[Gito Rollies]], [[Dewi Gita]], [[Amak Baldjun]], [[Amoroso Katamsi]], dan Wiwiek Sipala.
Masih pada tahun 1996, stasiun televisi [[Indosiar]] setiap hari menyiarkan program acara ''Cermin'', yang digagas Cak Nun dan Uki Bayu Sejati.<ref name=":16">{{Cite book|last=|first=|year=|url=https://www.caknun.com/2018/pusparagam-dimensi-pemikiran-cak-nun/|title=Semesta Emha Ainun Nadjib|location=|publisher=|isbn=|pages=78|url-status=live}}</ref> Dengan pembawaannya, Cak Nun mengajak para penonton untuk tenang dan rileks ketika menikmati tontonan berdurasi sangat singkat, sekitar satu atau dua menit.<ref>{{Cite web|last=Kurniawan|first=Didik W|date=10 April 2017|title=Masih di Depan 'Cermin'|url=https://www.caknun.com/2017/masih-di-depan-cermin/|website=CakNun.com|access-date=6 Desember 2019}}</ref> Cak Nun muncul di antara tayangan iklan atau acara-acara lainnya, sebanyak 70 episode. Pesan yang disampaikannya cukup variatif. Tak lepas dari sentuhan moral agama dan masalah sosial.<ref>{{Cite news|last=|first=Akhmadi|date=20 Januari 1996|title=Emha Ainun Nadjib Tampil di Indosiar|url=|work=Majalah GATRA|access-date=}}</ref> Program ini dimaksudkan Cak Nun untuk menyajikan kepada pemirsa, sebuah tayangan yang lebih kontemplatif dan berprioritas moral, di tengah kondisi siaran televisi yang dipenuhi hiburan-hiburan ringan dan hanya mimpi-mimpi.<ref>{{Cite book|last=|first=|year=|url=https://books.google.com/books?id=W55dUqZ9jDkC&printsec=frontcover#v=onepage&q&f=false|title=Jalan Sunyi Emha|location=|publisher=|isbn=|pages=36|url-status=live}}</ref> Selain ''Cermin'', di Indosiar Cak Nun juga pernah memproduksi dan menayangkan sebuah ''talk show'' yang bernuansa santai tapi berisi tema-tema serius dan kritis. Acara yang tayang setiap Kamis malam ini bernama ''Gardu''.<ref name=":16" />
Cak Nun dilibatkan dalam sebuah perhelatan besar di masa Orde Baru yang mendapat porsi tayangan media sangat penting. Yaitu siaran malam takbiran tahun 1997. Bertempat di kawasan [[Monumen Nasional|Monumen Nasional (Monas)]], acara yang bertajuk ''Gema Zikir dan Takbir'' digelar.<ref name=":17">{{Cite news|last=|first=|date=1 Maret 1997|title=Silatnas Politik Cak Nun|url=|work=Majalah SINAR|access-date=}}</ref> Penting karena Presiden Soeharto memimpin langsung takbiran itu. Sebuah momen langka Soeharto takbiran nasional. Bersama Soeharto dalam takbiran itu adalah Wakil Presiden [[Try Sutrisno]], [[Rhoma Irama]], [[Zainuddin M.Z.|K.H. Zainuddin MZ]], Cak Nun, [[Muhammad Quraish Shihab|Prof. Dr. Quraisy Shihab]], [[Hasan Basri (ulama)|K.H. Hasan Basri]], [[Muammar Z.A.]], dan [[Ilyas Ruhiat|K.H. Ilyas Ruchiyat]].<ref name=":18">{{Cite news|last=Ginting|first=Selamat|date=16 Juni 2018|title=Soeharto, Tabir dan Takbir 1997|url=https://republika.co.id/berita/kolom/fokus/paekuu318/soeharto-tabir-dan-takbir-1997|work=Republika|access-date=6 Desember 2019}}</ref>
Takbiran yang memang bernuansa politis, namun juga kental dengan unsur budaya. Hadirnya 'raja dangdut' Rhoma Irama dan Cak Nun menjadi magnet tersendiri. Takbir dan zikir penuh warna kesenian nuansa Islami yang tidak monoton.<ref name=":18" /> Sebuah penggalan zikir pencerahan di masa menjelang krisis moneter itu disampaikan Cak Nun:<ref name=":17" /> <blockquote>“''Wahai Engkau pembuka segala pintu. Mohon. Jangan lagi bukakan pintu kelaliman di hati kami. Jangan bukakan lagi pintu kekerasan dan kebrutalan. Jangan bukakan pintu benci dan dengki di dalam jiwa kami. Mohon. Mohon. Jangan bukakan api dari lubuk nafsu kami. Ya Allah. Jangan bukakan pintu kerusuhan-kerusuhan lagi.''”</blockquote>Selain televisi, Cak Nun berkomunikasi kepada masyarakat lewat frekuesi radio. Rekaman suara pemikirannya pernah disiarkan Radio Delta FM dalam tajuk ''Catatan Kehidupan''.<ref>{{Cite book|last=|first=|year=|url=https://www.caknun.com/2018/pusparagam-dimensi-pemikiran-cak-nun/|title=Semesta Emha Ainun Nadjib|location=|publisher=|isbn=|pages=80|url-status=live}}</ref> Bulan Ramadlan tahun 2018 dan 2019, Cak Nun juga menyampaikan pesan-pesannya dalam program Radio [[Suara Surabaya]] bertajuk ''Tasbih''.<ref>{{Cite web|last=|first=|date=|title=Ramadlan di Suara Surabaya|url=https://www.caknun.com/2018/ramadlan-di-suara-surabaya/|website=CakNun.com|access-date=6 Desember 2019}}</ref>
== Reformasi 1998 ==
Pada masa Orde Baru, sejak 80-an, Cak Nun termasuk salah satu tokoh masyarakat yang vokal dan kritis kepada Soeharto. Ia sering kali menempatkan diri dalam oposisi langsung melawan pemerintahan Orde Baru. Kegiatan-kegiatannya banyak sekali dicekal dan dibatasi ruang geraknya oleh ABRI.<ref>{{Cite book|last=|first=|year=|url=https://books.google.com/books?id=W55dUqZ9jDkC&printsec=frontcover#v=onepage&q&f=false|title=Jalan Sunyi Emha|location=|publisher=|isbn=|pages=23|url-status=live}}</ref> Perjuangannya melawan segala bentuk ketidakadilan Orde Baru mencapai titik puncaknya tahun 1998. Reformasi 1998 merupakan episode perjalanan [[Indonesia|Republik Indonesia]] yang melibatkan banyak pihak dan elemen masyarakat Indonesia. Masing-masing memiliki peran, termasuk peran signifikan Cak Nun dan beberapa tokoh nasional.
=== Detik-detik Lengsernya Soeharto ===
Mei 1998, kerusuhan pecah di berbagai kota, termasuk [[Kota Surakarta|Surakarta]], [[Kota Bandung|Bandung]], dan [[Kota Palembang|Palembang]] usai terjadi penembakan dalam demonstrasi yang menewaskan mahasiswa [[Universitas Trisakti]] tanggal 12 Mei. Dikenal dengan [[Tragedi Trisakti]]. Jakarta rusuh tanggal 13 Mei, dan puncaknya, 15 Mei, beberapa pusat perbelanjaan di [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]] hangus terbakar. Ratusan orang tewas.<ref name=":19">{{Cite news|last=Firdausi|first=Fadrik Aziz|date=19 Mei 2018|title=Diminta Para Ulama untuk Mundur, Soeharto Bergeming|url=https://tirto.id/diminta-para-ulama-untuk-mundur-soeharto-bergeming-cKKp|work=Tirto.id|access-date=6 Desember 2019}}</ref> 16 Mei, di tengah suasana Jakarta yang rusuh, beberapa intelektual berkumpul di Hotel Regent. Di antaranya Cak Nun dan [[Nurcholish Madjid|Nurcholish Madjid (Cak Nur)]]. Dalam pertemuan ini, didiskusikan kemungkinan-kemungkinan untuk mengakhiri krisis ekonomi-sosial-politik yang intinya, Soeharto harus lengser. Tapi bagaimana caranya menyampaikan itu ke [[Soeharto]], karena sebelumnya pernah ditempuh lewat [[Muhammad Quraish Shihab|Quraish Shihab]], tapi [[Menteri Agama|menteri agama]] ini menolaknya. Cak Nun pada pertemuan itu mengeluarkan ide untuk membentuk opini bersama militer.<ref name=":20">{{Cite news|last=|first=|date=18 Mei 2003|title=Di Balik Detik-detik Itu|url=https://majalah.tempo.co/read/87640/di-balik-detik-detik-itu|work=Majalah TEMPO|access-date=6 Desember 2019}}</ref>
[[Berkas:Emha_Ainun_Nadjib_di_Padhangmbulan_1998.jpg|jmpl|Emha Ainun Nadjib menyatakan tegas bahwa Soeharto harus turun, saat Padhangmbulan 11 Mei 1998.]]
Ide pembentukan opini ini sebelumnya sudah dilakukan Cak Nun pada forum '''Padhangmbulan''' tanggal 11 Mei di [[Kabupaten Jombang|Jombang]] yang menyampaikan seruan Soeharto untuk lengser, waktunya sudah hampir habis.<ref name=":19" /> Cak Nun juga menerbitkan ''Selebaran Terang Benderang'', sudah ditulis sejak tanggal 8 Mei dan dikirimkan ke berbagai media massa namun tidak ada yang memuatnya. Cak Nun menyatakan tegas: “Pak Harto Turun, TNI Berpihak Pada Rakyat”. Secara khusus di pertemuan Padhangmbulan itu, Cak Nun mengajak masyarakat melantunkan wirid dan zikir bersama yang dipuncaki pembacaan Hizib Nashr yang dipimpin Bu Chalimah, ibunda beliau.<ref>{{Cite book|last=Nadjib|first=Emha Ainun|year=2016|url=https://books.google.com/books?id=FBBpDAAAQBAJ&printsec=frontcover#v=onepage&q&f=false|title=Saat-saat Terakhir Bersama Soeharto: 2,5 Jam di Istana|location=Yogyakarta|publisher=Bentang|isbn=978-602-291-206-4|pages=3 dan 10|url-status=live}}</ref>
Setelah pertemuan di Hotel Regent tanggal 16 Mei, malamnya, Cak Nur, Cak Nun, bersama Oetomo Dananjaya, [[Abdul Malik Fadjar|Malik Fadjar]], dan S. Drajat merumuskan empat prosedur lengsernya Soeharto dengan meminimalisir korban dan memaksimalkan efektivitas kenegaraan.<ref name=":21">{{Cite web|last=Nadjib|first=Emha Ainun|date=14 Mei 2018|title=Reformasi NKRI, 7|url=https://www.caknun.com/2018/reformasi-nkri-7/|website=CakNun.com|access-date=6 Desember 2019}}</ref> Empat prosedur ini termaktub dalam surat '''''Husnul Khatimah''''' yang rencananya akan diserahkan kepada Soeharto. <ref name=":30">{{Cite book|last=|first=|year=|url=https://books.google.com/books?id=FBBpDAAAQBAJ&printsec=frontcover#v=onepage&q&f=false|title=Saat-saat Terakhir Bersama Soeharto: 2,5 Jam di Istana|location=|publisher=|isbn=|pages=32|url-status=live}}</ref> Para perumus surat itu sebenarnya berasal dari sebuah kelompok diskusi rutin yaitu Majelis Reboan yang salah satunya diselenggarakan di Jl. Indramayu 14 Menteng.<ref>{{Cite book|last=Makka|first=A. Makmur|year=2008|url=https://books.google.com/books?id=jirEoRUZpMoC&printsec=frontcover#v=onepage&q&f=false|title=Sidang Terakhir Kabinet Orde Baru: 12 Jam Sebelum Presiden Soeharto Mundur|location=Jakarta|publisher=Republika|isbn=978-979-110-240-7|pages=47|url-status=live}}</ref>
Keesokan harinya, 17 Mei, surat yang lengkapnya berjudul ''Semuanya Harus Berakhir Dengan Baik (Husnul Khatimah)'' itu dikabarkan kepada para wartawan di Hotel Wisata oleh Cak Nur, Cak Nun, dan kawan-kawan.<ref>{{Cite book|last=Hisyam|first=Muhammad|year=2003|url=https://books.google.com/books?id=9kP8DQAAQBAJ&printsec=frontcover#v=onepage&q&f=false|title=Krisis Masa Kini dan Orde Baru|location=Jakarta|publisher=Pustaka Obor|isbn=978-602-433-161-0|pages=79|chapter=Hari-Hari Terakhir Orde Baru|url-status=live}}</ref> Konferensi pers itu menjadi pembicaraan di banyak media esoknya, 18 Mei.<ref name=":20" /> Pada 18 Mei itu juga, surat tersebut disampaikan ke Soeharto melalui [[Mensesneg]] ketika itu, [[Saadillah Mursjid|Saadilah Mursyid]].<ref name=":22">{{Cite book|last=Nadjib|first=Emha Ainun|year=2009|url=https://books.google.com/books?id=L_d5QeWgyi4C&pg=PA54&lpg=PA54&dq=demokrasi+la+roiba+fih&source=bl&ots=1fylHMUpvx&sig=ACfU3U0kGjn02AnHHzkFVGtsAJseKrSwzg&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwjZ7Nyv4rXmAhWHUs0KHaHXCB0Q6AEwCHoECAoQAQ#v=onepage&q&f=false|title=Demokrasi La Roiba Fih|location=Jakarta|publisher=Kompas|isbn=978-979-709-427-0|pages=115|url-status=live}}</ref> Sore harinya, tak diduga, [[Harmoko]] sebagai Ketua [[Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia|DPR]]/[[Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia|MPR]] yang dikenal setia kepada Soeharto, membacakan pernyataan agar Presiden Soeharto mengundurkan diri dengan arif dan bijaksana. Malam harinya, ternyata Soeharto menyambut baik usulan untuk ''Husnul Khatimah''. Melalui Saadilah Mursyid, Presiden Soeharto menghubungi Cak Nur dan menyatakan bersedia mundur kapan saja. Kabar itupun diteruskannya kepada Cak Nun.<ref>{{Cite book|last=Tandjung|first=Akbar|year=2007|url=https://books.google.com/books?id=BRcEbmAgTjwC&printsec=frontcover&hl=id&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=false|title=The Golkar Way: Survival Partai Golkar di Tengah Turbulensi Politik Era Transisi|location=Jakarta|publisher=Gramedia|isbn=979-223-363-6|pages=69|url-status=live}}</ref><ref name=":22" /><ref name=":21" /><ref name=":20" />
[[Berkas:Emha_Ainun_Nadjib_dan_Tim_Sembilan.jpg|jmpl|Emha Ainun Nadjib dan tokoh-tokoh nasional lain menyimak konferensi pers Soeharto setelah pertemuan 19 Mei 1998.]]
Setelah usulan dalam surat ''Husnul Khatimah'' diterima dan menyatakan akan mundur, Soeharto ingin merundingkan cara lengser terbaik, tercepat, tetapi berisiko minimal bagi bangsa Indonesia. Ia ingin membahasnya bersama perumus surat itu dan tokoh-tokoh muslim segera. Soeharto secara khusus meminta agar [[Abdurrahman Wahid|Gus Dur]] diikutsertakan. Cak Nur mengusulkan agar [[Amien Rais]] juga diundang, tapi ditolak Soeharto.<ref name=":19" /> Tanggal 19 Mei pagi, pukul 09.00, sembilan tokoh masyarakat diterima [[Soeharto]] di [[Istana Merdeka]]. Yaitu [[Nurcholish Madjid|Cak Nur]], Cak Nun, [[Abdurrahman Wahid|Gus Dur]], Ahmad Bagja, KH. Cholil Baidowi, [[Ali Yafie|K.H. Ali Yafie]], [[Ma'ruf Amin|K.H. Ma’ruf Amin]], [[Abdul Malik Fadjar|Malik Fadjar]], dan Sumargono. Selain mereka bersembilan, Cak Nur juga mengajak [[Yusril Ihza Mahendra]]. Yusril ketika itu bekerja sebagai penyusun naskah pidato kepresidenan yang sebenarnya tidak masuk dalam undangan, tapi Cak Nur memaksa karena Yusril paham hukum ketatanegaraan.<ref name=":20" />
Pertemuan 19 Mei pagi itu dijadwalkan hanya berlangsung setengah jam, tapi ternyata molor hingga dua setengah jam.<ref name=":19" /> Dalam pertemuan itu tidak ada perdebatan, tidak ada desakan, tidak ada tawar-menawar kekuasaan. Justru pertemuan itu santai dan penuh gelak tawa. Kesemua tokoh, satu-persatu berbicara kepada Soeharto. Semuanya menegaskan beliau harus segera mundur. Pertemuan itu terjadi berkat kepastian malam sebelumnya, ketika Soeharto menyatakan bersedia mundur kepada Cak Nur. Ibarat sebuah pernikahan, pertemuan itu adalah bagian “resepsi”, karena sebelumnya kepastian “akad nikah” lengser sudah terjadi.<ref name=":22" />
Soeharto berencana akan membentuk '''Kabinet Reformasi'''. Juga, ia menerima usulan adanya semacam '''Komite Reformasi''', yang berangkat dari gagasan formula keempat reformasi sebagai jalan tengah yang tertera dalam surat ''Husnul Khatimah''. Soeharto meminta Cak Nur untuk memimpin komite itu. Tapi permintaan itu dengan tegas ditolak. Bila kabinet dan komite itu terbentuk, Cak Nur meminta tidak boleh satu pun dari tokoh-tokoh yang hadir tanggal 19 Mei itu dimasukkan Soeharto ke dalamnya. Soeharto sebenarnya sangat berharap kepada mereka, karenanya penolakan itu mengecewakannya. Ketika konferensi pers setelah pertemuan, Soeharto belum menyatakan mundur.<ref name=":20" /> Ia menyatakan akan melakukan ''reshuffle'' kabinet dan memimpin reformasi, juga tak akan bersedia dipilih lagi dalam pemilu mendatang. Tak ada pernyataan yang jelas kapan ia akan benar-benar turun dari kursi presiden selain kode “secepat-sepatnya”.<ref>{{Cite book|last=Parry|first=Richard Lloyd|year=2008|url=https://www.goodreads.com/book/show/3594878-zaman-edan|title=Zaman Edan: Indonesia di Ambang Kekacauan|location=Jakarta|publisher=Serambi|isbn=978-979-024-058-2|pages=227|url-status=live}}</ref>
Merespons pertemuan itu, Amien Rais mengadakan konferensi pers di kantor [[Muhammadiyah|PP Muhammadiyah]]. Ia mengatakan bahwa dengan tak memberi gambaran program dan tempo yang jelas, Soeharto sama sekali tak memberi titik cerah kepada masyarakat. Itu juga menandakan dengan gamblang Soeharto gagal membaca aspirasi rakyatnya.<ref name=":19" />
Pada hari yang sama dengan pertemuan di Istana Merdeka itu, 14 menteri [[Kabinet Pembangunan VII]] menandatangani surat pengunduran diri dari kabinet, di [[Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional|Gedung Bappenas]] dan menolak dimasukkan ke dalam Kabinet Reformasi atau Komite Reformasi yang akan dibentuk. Mereka adalah [[Akbar Tanjung]], [[A.M. Hendropriyono]], [[Ginandjar Kartasasmita]], [[Giri Suseno Hadihardjono]], [[Haryanto Dhanutirto]], [[Justika Baharsjah|Justika S. Baharsjah]], [[Kuntoro Mangkusubroto]], [[Rachmadi Bambang Sumadhijo]], [[Rahardi Ramelan]], [[Sanyoto Sastrowardoyo]], [[Subiakto Tjakrawerdaya]], [[Sumahadi]], [[Tanri Abeng]], dan [[Theo L. Sambuaga]].<ref name=":23">{{Cite news|last=|first=|date=21 Mei 2015|title=Hari Ini 20 Tahun Silam: Saat Soeharto Bertekuk Lutut|url=https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180520212528-20-299827/hari-ini-20-tahun-silam-saat-soeharto-bertekuk-lutut|work=CNN Indonesia|access-date=8 Desember 2019}}</ref>
Keesokannya, 20 Mei, Soeharto menganggap pengunduran para menterinya yang ramai-ramai mundur, hanya rumor. Sampai Yusril yang berada di kediaman Soeharto di jalan Cendana, [[Menteng, Jakarta Pusat|Menteng]], [[Kota Administrasi Jakarta Pusat|Jakarta Pusat]], mendapat kabar kepastian mundur itu langsung dari Akbar Tanjung, yang menunjukkan kopian surat pengunduran. Surat disampaikan ke Saadilah Mursyid, dan akhirnya Soeharto pun mendapat kepastian kabar itu. Merasa kehilangan dukungan politik, tidak didukung tokoh-tokoh yang menemuinya, dan masyarakat sudah ngamuk, “resepsi” lengser itu pun akhirnya terjadi. Pagi hari pukul 09.00, tanggal 21 Mei 1998, Soeharto menyatakan berhenti dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia di Istana Negara, dan kemudian Wakil Presiden [[B. J. Habibie|B.J. Habibie]] dilantik menjadi Presiden.<ref name=":20" />
=== ''Husnul Khatimah'' ===
Surat atau konsep ''Husnul Khatimah'' merupakan gagasan luhur yang lahir dari pemahaman atas Islam. Cak Nun mengungkapkan, jika ada seorang maling berhenti dari kemalingannya tidak harus melalui peristiwa dikepung lalu dipukuli beramai-ramai dulu. Tuhan masih memberi peluang ''Taubat'' dan ''Husnul Khatimah''. Maka Soeharto perlu diambil perasaan dan psikologinya sehingga ia menyadari memang perlu mundur.<ref name=":26">{{Cite book|last=|first=|year=|url=https://books.google.com/books?id=FBBpDAAAQBAJ&printsec=frontcover#v=onepage&q&f=false|title=Saat-saat Terakhir Bersama Soeharto: 2,5 Jam di Istana|location=|publisher=|isbn=|pages=94|url-status=live}}</ref>
Kerusuhan yang menewaskan banyak orang termasuk mahasiswa, penculikan-penculikan, situasi ekonomi yang sulit, korupsi-kolusi-kronisme-nepotisme yang akut, represi militer bertahun-tahun, ketidakbebasan berpendapat yang lama, dan berbagai kesalahan Soeharto lainnya, maka bisa dipahami segala situasi itu menyebabkan kebencian dan dendam yang mendalam masyarakat kepadanya. Mereka menghendaki pengalihan kekuasaan total dan tidak menoleransi keterlibatan Soeharto dalam reformasi. Sementara menurut pertimbangan dengan logika berpikir ''Husnul Khatimah'', yang paling bertanggung jawab atas semua kesalahannya adalah Soeharto sendiri.<ref name=":24">{{Cite book|last=|first=|year=|url=https://www.caknun.com/2018/pusparagam-dimensi-pemikiran-cak-nun/|title=Semesta Emha Ainun Nadjib|location=|publisher=|isbn=|pages=95|url-status=live}}</ref>
[[Berkas:Emha_Ainun_Nadjib,_Nurcholish_Madjid,_Abdurrahman_Wahid,_Yusril_Ihza_Mahendra.jpg|jmpl|Nurcholish Madjid, Abdurrahman Wahid, Emha Ainun Nadjib, dan Yusril Ihza Mahendra dalam diskusi buku Islam Demokrasi Atas Bawah di Jakarta tahun 1998.]]
Cak Nur, Cak Nun dan kawan-kawan memilih untuk melakukan pendekatan yang berbeda, dengan berusaha tidak hanyut dalam arus kebencian yang tidak proporsional. Mencoba untuk tidak mengutuk-ngutuknya lagi walaupun ingin, karena sering mengalami tindakan represi dari rezim Orde Baru.<ref name=":24" /> Sebelumnya, pada HUT Golkar ke-33 tanggal 19 Oktober 1997, Soeharto dalam pidatonya mengisyaratkan siap ''lengser keprabon madeg pandito.''<ref>{{Cite book|last=Najib|first=Muhammad|year=1999|url=https://books.google.com/books?id=j-8SGkxeihEC&printsec=frontcover&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=false|title=Suara Amien Rais Suara Rakyat|location=Jakarta|publisher=Gema Insani Press|isbn=979-561-490-8|pages=128|url-status=live}}</ref> Cak Nun memandang Soeharto yang berkuasa dengan kuat selama 32 tahun, pada saat militer masih dikendalikan penuh, dalam batinnya saat itu sudah ''madeg pandito.'' Maka tinggal disentuh hatinya agar dirinya menyelesaikan permasalahan dengan ''husnul khatimah''.
Sebelum menawarkan ''Husnul Khatimah'', terlebih dahulu dijelaskan tiga bentuk aspirasi reformasi yang muncul. ''Pertama'', reformasi masih dalam kerangka sistem pemerintahan Orde Baru, yang berarti dilakukan bertahap hingga selesainya masa jabatan tahun 2003. ''Kedua'', reformasi dalam sistem yang sangat berbeda dari Orde Baru. Yaitu Soeharto harus mundur. ''Ketiga'', reformasi dengan proses kudeta. Dijelaskan dalam surat tersebut bahwa bentuk pertama tidak banyak menjanjikan dan terlalu lama. Sedangkan bentuk kedua dan ketiga akan memunculkan gerakan penentangan yang berpotensi menimbulkan perpecahan. Maka Cak Nur, Cak Nun, dan kawan-kawan menawarkan bentuk keempat yang tetap mengandung kesulitan, tetapi relatif aman dan dapat memberi landasan legitimasi baru yang kuat untuk pemerintahan yang akan datang.<ref name=":30" />
Bentuk keempat inilah sebuah ''Husnul Khatimah'' yang intinya bahwa Soeharto bertekad memimpin sendiri reformasi secara menyeluruh. Dengan menyesali terjadinya krisis moneter, mengakui semua kesalahan dan segala kekeliruannya. Menyerahkan kekayaan pribadi dan keluarga untuk kepentingan bangsa dan negara. Kemudian Soeharto memimpin perbaikan-perbaikan yang ketentuan-ketentuannya dituangkan dalam legal-formal-konstitusional. Menyatakan bersedia mundur dari jabatan kepresidenan secepat mungkin melalui cara-cara damai dan konstitusional. Lalu membimbing bangsa Indonesia memasuki Millenium Ketiga. Juga disampaikan teknis waktu yang matang yaitu selama 20 bulan berikutnya, sampai tidak lebih dari tanggal 10 Januari 2000, pemilihan umum sudah harus terlaksana. Maksimal tanggal 11 Maret 2000 sudah terpilih presiden baru.<ref name=":30" />
=== Komite Reformasi ===
Gagasan Cak Nur dan Cak Nun selain bersikeras Soeharto untuk tetap mundur adalah, jika memakai logika reformasi, saat Soeharto mundur maka semestinya DPR/MPR juga ikut bubar. Karena keberadaan DPR/MPR selama masa kekuasaan Soeharto, dipandang hanya untuk mengukuhkan jabatan Presiden Soeharto. DPR/MPR dipandang bukan lembaga yang sesuai namanya yang mewakili rakyat. Maka perlu disiapkan '''Komite Reformasi''' yang akan menjadi embrio berdirinya '''Parlemen Reformasi''' sesegera mungkin.<ref>{{Cite book|last=|first=|year=|url=https://books.google.com/books?id=L_d5QeWgyi4C&pg=PA54&lpg=PA54&dq=demokrasi+la+roiba+fih&source=bl&ots=1fylHMUpvx&sig=ACfU3U0kGjn02AnHHzkFVGtsAJseKrSwzg&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwjZ7Nyv4rXmAhWHUs0KHaHXCB0Q6AEwCHoECAoQAQ#v=onepage&q&f=false|title=Demokrasi la Roiba Fih|location=|publisher=|isbn=|pages=116|url-status=live}}</ref>
Komite Reformasi ini merupakan sebuah konsep sebagai langkah alternatif untuk menghindari konsekuensi naiknya B.J. Habibie yang dianggap masyarakat bagian dari Orde Baru. Karena bila B.J. Habibie menjadi presiden, akan muncul polarisasi konflik yang baru. Akan ada kelompok yang setuju kepada B.J. Habibie dan yang menolaknya.<ref>{{Cite news|last=M|first=Wens|date=23 Mei 1998|title=Kami Beri Waktu Habibie Enam Bulan Untuk Memenuhi Tuntutan Kaum Reformis|url=|work=|access-date=8 Desember 2019}}</ref> Komite Reformasi ini semacam MPRS yang bertugas menyusun undang-undang politik dan pemilu, yang kemudian menyelenggarakan pemilu selama 6 bulan.
[[Berkas:Emha_Ainun_Nadjib,_Abdurrahman_Wahid,_dan_Soeharto.jpg|kiri|jmpl|Emha Ainun Nadjib dan Abdurrahman Wahid menjelang pertemuan dengan Soeharto di Istana Merdeka.]]
Soeharto menyatakan akan membentuk Komite Reformasi dalam konferensi pers setelah bertemu sembilan tokoh pada 19 Mei. Yusril, bersama Saadilah, dipercaya Soeharto untuk merealisasikan pembentukan Komite Reformasi. Sekitar 45 nama diajak bergabung ke dalam Komite Reformasi.<ref name=":23" /> 45 tokoh yang direncanakan masuk dalam Komite Reformasi ini antara lain [[Megawati Soekarnoputri|Megawati Soekarno Putri]], [[Abdurrahman Wahid|Gus Dur]], Abdul Qadir Jailani, [[Adnan Buyung Nasution]], [[Fahmi Idris]], [[Y.B. Mangunwijaya]], [[Kwik Kian Gie]], [[Ali Sadikin]], Daniel Sparingga, [[Muladi|Muladi SH]], [[Ismail Suny|Ismail Sunny]], I Ketut Puja, [[Eggi Sudjana|Eggi R. Sudjana]], Soelarso Supater, [[Adi Sasono]], [[Afan Gaffar|Affan Gaffar]], [[Arbi Sanit]], [[Achmad Tahir]], [[Achmad Tirtosudiro]], Ahmad Bagja, [[Akbar Tanjung]], [[Albert Hasibuan]], [[Anwar Harjono|Anwar Hardjono]], [[Anas Urbaningrum]], [[A.M. Fatwa|A. M. Fatwa]], [[Abdul Malik Fadjar|Malik Fadjar]], Harun Al-Rasyid, Hartono Suhardiman SE, [[Wiranto]], [[Yusril Ihza Mahendra]], serta para Rektor dari [[Universitas Indonesia|UI]], [[Institut Teknologi Bandung|ITB]], [[Universitas Gadjah Mada|UGM]], [[Universitas Diponegoro|Undip]], [[Universitas Airlangga|Unair]], [[Universitas Padjadjaran|Unpad]], [[Universitas Hasanuddin|Unhas]], [[Institut Pertanian Bogor|IPB]], dan [[Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta|IAIN Syarif Hidayatullah]].<ref>{{Cite book|last=|first=|year=|url=https://www.caknun.com/2018/pusparagam-dimensi-pemikiran-cak-nun/|title=Semesta Emha Ainun Nadjib: Bentangan Pengembaraan Pemikiran|location=|publisher=|isbn=|pages=93|url-status=live}}</ref>
Sebagai pemberi ide dibentuknya Komite Reformasi, sejak awal Cak Nur dan Cak Nun berjanji untuk tidak terlibat dalam komite maupun pemerintahan pasca lengsernya Soeharto.<ref>{{Cite web|last=Agustian|first=Fahmi|date=21 Mei 2018|title=Ora Dadi Presiden, Ora Pathèken (Akad Nikah Lengser Keprabon Soeharto)|url=https://www.caknun.com/2018/ora-dadi-presiden-ora-patheken-akad-nikah-lengser-keprabon-soeharto/|website=CakNun.com|access-date=8 Desember 2019}}</ref> Ini dilakukan untuk memberi contoh kepada masyarakat bahwa yang mereka lakukan bukanlah bertujuan kekuasaan. Karena kehadiran sembilan tokoh Islam ke Istana berada dalam posisi dicurigai masyarakat. Para tokoh ini sebelumnya dikenal kritis terhadap Soeharto selama krisis mulai melanda.<ref>{{Cite book|last=Gaus AF|first=Ahmad|year=2010|url=https://books.google.com/books?id=TYKgIo2Ll5IC&printsec=frontcover&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=false|title=Api Islam Nurcholish Madjid: Jalan Hidup Seorang Visioner|location=Jakarta|publisher=Kompas|isbn=978-979-709-514-7|pages=227|url-status=live}}</ref> Cak Nur konsisten tidak mau memimpin komite ini, meskipun Soeharto mendesak.<ref>{{Cite news|last=Nadjib|first=Emha Ainun|date=17 Mei 2003|title=Capres Kita 'Si Kung'|url=http://arsip.gatra.com/2003-05-12/majalah/artikel.php?pil=23&id=28451|work=Majalah GATRA|access-date=8 Desember 2019}}</ref>
Yusril dan Saadilah pasca pertemuan itu tetap menjalankan perintah Soeharto untuk memformulasikan 45 nama-nama anggota Komite Reformasi. Namun orang-orang yang dihubungi, mayoritas menolak. Fahmi Idris yang awalnya mau, lantas mulai ragu-ragu. Ismail Sunny juga mengiyakan, tapi kemudian tidak mengontak lagi.<ref>{{Cite book|last=Soempeno|first=Femi Adi|year=2008|url=https://books.google.com/books?id=0YXf3zA8gsUC&printsec=frontcover&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=false|title=Mereka Mengkhianati Saya: Sikap Anak-anak Emas Soeharto di Penghujung Orde Baru|location=Yogyakarta|publisher=Galang Press|isbn=978-979-249-954-4|pages=172|url-status=live}}</ref>
Berbeda dengan Cak Nur, Cak Nun, dan Gus Dur yang mendukung adanya Komite Reformasi,<ref name=":27">{{Cite news|last=|first=|date=20 Mei 1998|title=Pak Harto: Saya Kapok Jadi Presiden|url=|work=Kompas|access-date=}}</ref> Amien Rais menolak gagasan itu karena menurutnya jika ketuanya adalah Soeharto sendiri, komite itu akan kehilangan kredibilitas dan akan sulit mencari tokoh yang kompeten untuk duduk di dalamnya.<ref name=":19" /> Bahkan ia memandang, Komite Reformasi ini hanya cara Soeharto untuk mengulur waktu dan tetap berkuasa.<ref>{{Cite web|last=|first=|date=21 Mei 2019|title=Hari Ini dalam Sejarah: 21 Mei 1998 Jadi Saksi Keruntuhan Hegemoni Soeharto oleh Gerakan Reformasi|url=https://nationalgeographic.grid.id/read/131733315/hari-ini-dalam-sejarah-21-mei-1998-jadi-saksi-keruntuhan-hegemoni-soeharto-oleh-gerakan-reformasi?page=all|website=National Geographic Indonesia|access-date=9 Desember 2019}}</ref> Sebenarnya Amien Rais akan ditunjuk sebagai Presiden Republik Indonesia oleh Komite Reformasi untuk memimpin masa transisi, namun Cak Nur tidak berhasil menjelaskan gagasan itu kepadanya.<ref>{{Cite book|last=|first=|year=|url=https://books.google.com/books?id=L_d5QeWgyi4C&pg=PA54&lpg=PA54&dq=demokrasi+la+roiba+fih&source=bl&ots=1fylHMUpvx&sig=ACfU3U0kGjn02AnHHzkFVGtsAJseKrSwzg&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwjZ7Nyv4rXmAhWHUs0KHaHXCB0Q6AEwCHoECAoQAQ#v=onepage&q&f=false|title=Demokrasi La Roiba Fih|location=|publisher=|isbn=|pages=117|url-status=live}}</ref> Pada akhirnya Komite Reformasi pun kandas di tengah jalan, gagal terwujud.<ref>{{Cite book|last=|first=|year=|url=https://www.caknun.com/2018/pusparagam-dimensi-pemikiran-cak-nun/|title=Semesta Emha Ainun Nadjib: Bentangan Pengembaraan Pemikiran|location=|publisher=|isbn=|pages=94|url-status=live}}</ref>
=== ''Ora Pathèken'' ===
Pada saat konferensi pers dalam pertemuan dengan sembilan tokoh di Istana Merdeka, Soeharto mengatakan “tidak jadi presisen tidak ''pathèken''”. Idiomatik seperti ini bukan berasal dari habitat kulturnya Soeharto di Jawa Tengah dan Yogyakarta.<ref>{{Cite book|last=|first=|year=|url=https://books.google.com/books?id=L_d5QeWgyi4C&pg=PA54&lpg=PA54&dq=demokrasi+la+roiba+fih&source=bl&ots=1fylHMUpvx&sig=ACfU3U0kGjn02AnHHzkFVGtsAJseKrSwzg&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwjZ7Nyv4rXmAhWHUs0KHaHXCB0Q6AEwCHoECAoQAQ#v=onepage&q&f=false|title=Demokrasi La Roiba Fih|location=|publisher=|isbn=|pages=114|url-status=live}}</ref> Istilah ''pathèken'' lazim diucapkan masyarakat Surabaya.<ref name=":26" />
Di dalam pertemuan itu Cak Nur menjadi juru bicara. Ia memberi kesempatan pertama kepada K.H. Ali Yafie untuk berbicara. Beliau menegaskan Soeharto harus mundur dan mengatakan mungkin ini pahit baginya.<ref>{{Cite book|last=|first=|year=|url=https://books.google.com/books?id=FBBpDAAAQBAJ&printsec=frontcover#v=onepage&q&f=false|title=Saat-saat Terakhir Bersama Soeharto: 2,5 Jam di Istana|location=|publisher=|isbn=|pages=91|url-status=live}}</ref> Soeharto malah mengatakan, “Tidak, tidak pahit, saya sudah kapok jadi presiden”, yang kemudian menjadi ''headline'' berita koran ''Kompas'' esoknya, 20 Mei 1998. Ia dengan guyon mengatakan kapok sebanyak tiga kali sehingga Cak Nur menambahkan, “Kalau orang Jombang itu, bukan kapok, tapi ''tuwuk'' (kekenyangan).”<ref name=":27" /> Cak Nun pun menimpali, “''Ora dadi'' presiden, ''ora pathèken''.”<ref>{{Cite book|last=|first=|year=|url=https://books.google.com/books?id=jirEoRUZpMoC&printsec=frontcover#v=onepage&q&f=false|title=Sidang Kabinet Terakhir Orde Baru|location=|publisher=|isbn=|pages=48|url-status=live}}</ref>
Gus Dur, oleh Cak Nur diberi kehormatan untuk bicara pada giliran akhir dan menjadi gongnya pertemuan. “Wah, tadi saya ketakutan ketika akan ketemu Pak Harto,” kata Gus Dur, “sebab saya pikir sampeyan ini monster. Tetapi ''alhamdulillah'' ternyata sampeyan ini ''ya'' manusia.”<ref name=":22" />
Kutipan konferensi pers Soeharto yang mengandung istilah ''ora patheken'' direkam koran ''Kompas'' saat itu:<ref name=":27" /> <blockquote>''“Jadi, demikianlah, ada yang juga mengatakan, terus terang saja dalam bahasa Jawanya, tidak menjadi Presiden, tidak akan pathèk-en. Itu kembali menjadi warga negara biasa, tidak kurang terhormat dari Presiden asalkan bisa memberikan pengabdian kepada negara dan bangsa. Jadi, jangan dinilai saya sebagai penghalang, tidak sama sekali. Semata-mata karena tanggung jawab saya.”''</blockquote>
== Penghargaan ==
[[Berkas:Emha_Ainun_Nadjib_menerima_Anugerah_Adam_Malik.jpg|kiri|jmpl|Emha Ainun Nadjib ketika menerima Anugerah Adam Malik tahun 1991.]]
[[Berkas:Emha_Ainun_Nadjib_menerima_HIPIIS_Award_2017.jpg|jmpl|Emha Ainun Nadjib menerima HIPIIS Social Science Awards 2017.]]
September 1991, Cak Nun menerima penghargaan '''Anugerah Adam Malik''' di Bidang Kesusastraan yang diberikan Yayasan Adam Malik. Penyerahan anugerah ini diselenggarakan di Gedung Sekretariat ASEAN, Jakarta. Keputusan anugerah ini berdasarkan hasil seleksi lima orang juri, yaitu [[Rosihan Anwar]], Adiyatman, Lasmi Jahardi, [[Wiratmo Soekito]], dan [[Ami Prijono|Amy Prijono]].<ref>{{Cite news|last=|first=|date=5 September 1991|title=Anugerah Adam Malik Untuk Emha|url=|work=Jawa Pos|access-date=15 Desember 2019}}</ref><ref>{{Cite news|last=|first=|date=10 September 1991|title=Barangkali Saya Memang Konservatif|url=|work=Jawa Pos|access-date=15 Desember 2019}}</ref>
Bulan Maret 2011, Cak Nun memperoleh Penghargaan Satyalancana Kebudayaan 2010 dari [[Negara Kesatuan Republik Indonesia]].<ref name="antaranews.com_MenbudparSematk" /> Menurut Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar) [[Jero Wacik]], penghargaan diberikan berdasarkan pertimbangan bahwa penerimaya memiliki jasa besar di bidang kebudayaan yang telah mampu melestarikan kebudayaan daerah atau nasional serta hasil karyanya berguna dan bermanfaat bagi masyarakat, bangsa, dan negara.<ref name="antaranews.com_MenbudparSematk">{{Cite web|author=|date=24 Maret 2011|title=Menbudpar Sematkan Satyalencana Kebudayaan 2010|url=http://www.antaranews.com/berita/251216/menbudpar-sematkan-satyalencana-kebudayaan-2010|work=antaranews.com|archiveurl=|archivedate=|dead-url=no|accessdate={{date|2016-08-24}}|quote=}}</ref> Penerimaan penghargaan ini diwakili oleh putranya, [[Noe (Letto)|Noe Letto]].<ref>{{Cite news|last=|first=Anton|date=24 Maret 2011|title=Noe Letto: Berkarya Tak Hanya Demi Penghargaan|url=https://www.kapanlagi.com/showbiz/selebriti/noe-letto-berkarya-tak-hanya-demi-penghargaan.html|work=KapanLagi.com|access-date=13 Desember 2019}}</ref>
Pada pergelaran [[Festival Film Indonesia 2012|Festival Film Indonesia (FFI) 2012]], Cak Nun dinominasikan dalam kategori penulis [[Cerita Asli Terbaik Festival Film Indonesia|Cerita Asli Terbaik]] untuk cerita film [[Rayya, Cahaya di Atas Cahaya]]. Film ini juga mendapatkan dua nominasi lain yaitu [[Tio Pakusadewo]] sebagai [[Pemeran Utama Pria Terbaik Festival Film Indonesia|Pemeran Utama Pria Terbaik]], dan [[Christine Hakim]] sebagai [[Pemeran Pendukung Wanita Terbaik Festival Film Indonesia|Pemeran Pendukung Wanita Terbaik]].<ref>{{Cite news|last=|first=|date=27 November 2012|title=Diunggulkan Dapat Penghargaan, Reaksi Tio Datar|url=https://regional.kompas.com/read/2012/11/27/13280058/diunggulkan.dapat.penghargaan.reaksi.tio.datar|work=Kompas.com|access-date=13 Desember 2019}}</ref>
Dalam Kongres HIPIIS (Himpunan Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial) ke-10 yang diselenggarakan tahun 2017, Cak Nun memperoleh '''HIPIIS Social Sciences Award 2017''' karena dipandang sebagai contoh ilmuwan sosial yang objektif dan mandiri, serta merupakan sosok yang kritis, independen, dan produktif. Cak Nun memperoleh penghargaan ini bersama ilmuwan [[Siti Zuhro|Prof. Dr. R. Siti Zuhro M.A.]]<ref>{{Cite web|last=|first=|date=10 Agustus 2017|title=Cak Nun dan Siti Zuhro Raih Penghargaan|url=http://lipi.go.id/lipimedia/cak-nun-dan-siti-zuhro-raih-penghargaan/18737|website=LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)|access-date=13 Desember 2019}}</ref>
== Referensi ==
{{reflist}}
== Pranala luar ==
{{Commons category|Emha Ainun Nadjib}}
* {{id}} [http://www.caknun.com/ Emha Ainun Nadjib Official Site]
* {{id}} [http://www.kiaikanjeng.com/ KiaiKanjeng Official Site]
* {{id}} [http://www.kenduricinta.com/ Jamaah Maiyah Jakarta]
* {{id}} [http://www.bangbangwetan.org/ Jamaah Maiyah Surabaya]
{{lifetime|1953||Nadjib, Emha Ainun}}
{{Authority control}}
[[Kategori:Tokoh Islam Indonesia]]
[[Kategori:Penulis Indonesia]]
[[Kategori:Budayawan Indonesia]]
[[Kategori:Penyair Indonesia]]
[[Kategori:Esais Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh Jawa]]
[[Kategori:Tokoh Jawa Timur]]
[[Kategori:Tokoh dari Jombang]]
[[Kategori:Alumni Pondok Modern Gontor]]
[[Kategori:Tokoh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia]]
|