Farisi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Eriza Wening (bicara | kontrib)
top: Perbaikan tata bahasa
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android pranala ke halaman disambiguasi
k clean up
Baris 3:
 
== Latar belakang ==
Dari literatur rabinik, kaum Farisi digambarkan sebagai pengamat dan penegak hukum Taurat yang sangat teliti.<ref name="kaum"/> Dalam gulungan naskah-naskah Laut Mati, kaum Farisi dikatakan sebagai kaum yang suka mencari dan memerhatikan hal-hal yang sangat kecil.<ref name="kaum"/> Mereka menjadi pengamat pelaksanaan hukum yang sangat teliti, karena mereka memiliki kerangka berpikir bahwa Allah mencintai orang yang taat hukum dan menghukum yang tidak patuh.<ref name="kaum"/> Keprihatinan utama kaum Farisi adalah mengenai pembaruan Israel.<ref name="kaum"> {{en}} R. J. Zwi Werblowsky & Geofrrey Wugoder (Ed.), ''The Oxford Dictionary of Jewish Religion'', (New York: Oxford University Press, 1997). Hal 528.</ref>
 
Kaum Farisi adalah pemimpin spiritual Yahudi yang berkembang pada masa Bait Allah ke-2, sekitar abad ke 2 SM.<ref name="Farisi"/> Menurut para ahli, kaum Farisi adalah perkembangan dari kelompok Hasidim.<ref name="Farisi"/> Kelompok [[Hasidim]] adalah kelompok yang menganggap diri mereka sebagai orang beragama yang saleh.<ref name="Farisi"/> Kelompok [[Hasidim]] memisahkan diri dari orang biasa.<ref name="Farisi"> {{en}} George Foot More, ''Judaism''. USA: Hendrickson Publisher, 1960. Hal 59.</ref>
 
Menurut Yosefus Falvius, pada masa pemerintahan Yohanes Hirkanus (135-104 SM), kaum Farisi mulai menunjukkan pengaruhnya di kalangan masyarakat.<ref name="Werblowsky"/> Kaum Farisi juga memiliki pengaruh di bidang politik, terutama pada masa Salome Alexandra (76-67 SM).<ref name="Werblowsky"/> Namun, setelah Roma berkuasa pada tahun 63 M, kaum Farisi kembali pada peranan asli mereka sebagai kelompok yang menjelaskan hukum secara terperinci, dan arbitrator perselisihan-perselisihan dalam komunitas tersebut.<ref name="Werblowsky"/> Sebenarnya mereka tidak sepenuhnya lepas tangan terhadap masalah-masalah politik.<ref name="Werblowsky"/> R. Simeon ben Gamaliel I dan beberapa pemimpin Farisi lainnya memberontak terhadap Romawi pada tahun 66-70 M dan pada tahun 132-135 M saat pemberontakan Bar Khokba.<ref name="Werblowsky"> {{en}} Werblowsky, ''The Encyclopedia of Jewish Religion''. New York, Adama Books, 1986. Hal 550-551.</ref>
 
Pemikiran dasar orang Farisi berakar pada zaman [[Ezra]] dan [[Nehemia]].<ref name="Werblowsky"/> Ezra dan Nehemia menguraikan secara rinci dan menafsirkan hukum yang tidak tertulis itu. Ezra dan Nehemia melarang perkawinan campuran.<ref name="Werblowsky"/> Nehemia memberlakukan peraturan bagi sabat dan memberlakukan persembahan persepuluhan.<ref name="Werblowsky"/> Dapat dikatakan bahwa kaum Farisi mengikuti jejak-jejak Ezra dan Nehemia.<ref name="Werblowsky"/> Ezra dan Nehemia telah menetapkan ulang kedudukan Torah pada masyarakat Yahudi keturunan [[Yehuda]].<ref name="Werblowsky"/>
 
== Ajaran tentang hukum ==
Konsep dasar agama bagi kaum Farisi adalah kepercayaan.<ref name="Werblowsky"/> Pembuangan ke Babel dipahami sebagai akibat dari kegagalan Israel mematuhi hukum Taurat.<ref name="Werblowsky"/> Pelaksanaan Taurat adalah tugas perseorangan dan tugas nasional.<ref name="Ensiklopedi"> ''Ensiklopedi Alkitab Masa Kini''. Jakarta: Yayasan Bina Kasih OFM, Hal 299.</ref>
 
Orang Farisi membedakan hukum tertulis dan hukum lisan.<ref name="Werblowsky"/> Kaum Farisi menekankan ketaatan pada hukum tak tertulis (''Oral Law'').<ref name="Werblowsky"/> Hukum tertulis harus dipelajari dan ditafsirkan dalam terang [[tradisi lisan]] untuk memenuhi konteks zaman yang berubah-ubah.<ref name="Werblowsky"/> Jika Torah tidak ditafsirkan, maka hukum tersebut tidak akan kontekstual lagi.<ref name="Werblowsky"/> Oleh karena itu, mereka juga memiliki kemampuan yang luar biasa dalam menafsirkan Torah.<ref name="Werblowsky"/> Kaum Farisi membentuk sistem hukum yang diinterpretasikan dan harus dipatuhi oleh kelompoknya dengan tujuan untuk menjaga agar mereka tidak melanggar Torah.<ref name="Werblowsky"/> Terkadang, muncul banyak perbedaan dalam tafsiran hukum yang sering menimbulkan perdebatan di antara kaum Farisi sendiri.<ref name="Werblowsky"/> Kepandaian kaum Farisi dalam menafsir ini diperoleh dari proses pendidikan agama secara akademis.<ref name="Werblowsky"/> Sekolah seperti ''[[Hillel]]'' dan ''[[Shammai]]'' mulai berkembang pada abad ke-1 SM di [[kota Yavneh]].<ref name="Werblowsky"/>
 
== Tipe-tipe ==
Di dalam [[Talmud]], dituliskan tentang beberapa tipe orang Farisi.<ref name="Kung"/> Ada jenis orang Farisi yang menyombongkan kebaikan-kebaikannya.<ref name="Kung"/> Ada juga orang Farisi yang memalingkan wajahnya untuk menghindari melihat perempuan.<ref name="Kung"/> Ada orang Farisi yang sering mengangguk-anggukan kepalanya seolah-olah bijaksana.<ref name="Kung"/> Ada orang Farisi yang menghitung kebaikannya, Ada orang Farisi yang mematuhi Allah karena takut.<ref name="Kung"/> Ada orang Farisi yang mematuhi Allah karena mengasihi Allah.<ref name="Kung"> {{en}} Hans Kung, ''Judaism: The Religious Situation of Our Times''. Munich: SCM Press LTD, 1991. Hal. 327.</ref>
[[Berkas:JesusPharisees.jpg|jmpl|[[Gustave Doré]]: Pertentangan antara Yesus dan Orang Farisi]]
 
== Perbedaannya dengan Saduki ==
Kaum Farisi meyakini adanya jiwa yang kekal, kebangkitan dari kematian, adanya malaikat, kedatangan mesias yang diutus Allah pada masa yang akan datang untuk membebaskan mereka dari belenggu penjajahan Roma.<ref name="Nolan"> Albert Nolan, ''Yesus Sebelum Agama Kristen'', Yogyakarta: Kanisius, 1991. Hal 23-24.</ref> Akan tetapi, kaum [[Saduki]] tidak mengakui kekekalan jiwa manusia dan kuasa takdir.<ref name="Ensiklopedi"/> Pada dasarnya, Saduki menganggap bahwa ibadah di bait suci adalah pusat dan tujuan utama dari hukum Taurat.<ref name="Ensiklopedi"/> Farisi menekankan kewajiban seseorang dalam melakukan setiap segi hukum Taurat, ibadah di bait suci hanyalah sebagian saja dari hukum Taurat.<ref name="Ensiklopedi"/>
 
== Referensi ==