Legio Maria: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: menambah kata-kata yang berlebihan atau hiperbolis VisualEditor |
|||
Baris 15:
Di awal tahun 1900an ketika Dublin, Irlandia merupakan satu wilayah di Eropa yang mengalami keterpurukan kondisi perekonomian karena banyak pengangguran dan kemiskinan, Serikat Santo Vincentius (SSV), menjadi sebuah organisasi / kelompok tumbuh hadir untuk membantu pemenuhan kebutuhan jasmani. Seorang awam, Frank Duff (24 tahun), didasari oleh keprihatinan pada sesama yang menderita dan semangat misioner yang bergelora dalam hatinya, serta keinginannya yang sederhana untuk dapat melakukan sesuatu yang berguna, untuk berjumpa dengan Kristus sendiri dalam diri sesama yang menderita, maka pada 1913 Frank Duff mendaftarkan diri menjadi anggota kelompok SSV.
Duff, sebagai seorang anggota SSV, ia memiliki devosi yang mesra kepada Maria, dalam perjalanannya Duff juga membaca dan terinspirasi dari buku “Bakti Sejati kepada Maria”, karangan St Louis Marie de Montfort.
SSV terus bertumbuh dan mekar, Frank Duff menjadi ketua dan berpusat di Myra House, Dublin. Dalam setiap pertemuan bulanan selalu mengagendakan diskusi dari buku Bakti Sejati. Dalam sebuah pertemuan, anggota menceritakan kunjungan menarik saat ke Rumah Sakit di Dublin. Berawal dari kunjungan tersebut, Frank Duff dan bersama beberapa orang merasakan perlunya lanjutan untuk membahas hal tersebut dan disepakati pertemuan pada 7 September 1921, yang menjadi tonggak sejarah lahirnya Legio Maria. Jadi Legio Maria didirikan di [[Dublin]], [[Irlandia]], oleh orang awam Katolik, Frank Duff, pada 7 September 1921.<ref>A radio documentary on the history of the Legion can heard on http://www.rte.ie/radio1/bowmansundaymorning/ from Sunday 26 June 2011</ref> Anggota pertamanya adalah Frank Duff, Pastor Micahel Toher dan 13 wanita. Tak seorang pun yang sadar bahwa hari yang mereka tentukan adalah malam menjelang Pesta Kelahiran Bunda Maria, 8 September.
Baris 25 ⟶ 27:
Pada awal perkembangannya, Legio Maria sempat tersendat-sendat. Namun kemudian Legio Maria dapat berkembang dengan baik. Pada tahun 1931, Paus Pius XI memuji karya kerasulan Legio Maria.
Paus Paulus VI mengundang [[Frank Duff]] sebagai Pengamat Awam dalam Konsili Vatikan II. Dan [[Paus Yohanes Paulus II]] sedikitnya dua kali mengundang [[Frank Duff]] secara pribadi pada masa kepausannya. Tiga orang anggota awal Legio saat ini dalam Proses Penyelidikan untuk Penggelaran Nama Kudus (Santo/a). Mereka adalah [[Frank Duff]], [[Edel Quinn]] dan [[Alfie Lambe]].
Baris 32 ⟶ 35:
Pada tahun 1952, Pater Paul Janssen CM, yang baru kembali dari Filipina, tempat Legio Maria berkembang dengan pesat, mendirikan presidium pertama di Kediri, Jawa Timur, lalu meluas ke Surabaya, Malang, Blitar dan Madiun pada tahun 1953. Dengan perkembangannya, mulai dibentuklah dewan legio yaitu Kuria Malang pada 1954.
Baris 39 ⟶ 43:
Teresa Su mendirikan Presidium lebih dahulu di Cirebon karena kereta api yang di tumpangi dari Surabaya menuju Bandung ternyata mogok di Cirebon sehingga Miss Su menginap di Cirebon dan dimanfaatkan untuk memperkenalkan legio Maria. Maka berdirilah presidium Bunda Pembantu Abadi pada bulan Maret 1956 yang menjadi presidium pertama di Jawa Barat.
Legio Maria di kota Bandung juga dirintis oleh Miss Teresa Su setelah dari Cirebon. Pada waktu itu ia mengadakan ceramah di ruang kelas belakang gereja Katedral. Dalam ceramahnya Miss Su memperkenalkan kerasulan awam yang berama Legio Maria. Ceramah tersebut sebagian besar dihadiri oleh para mahasiswa termasuk Pst. H. Van Haaren yang menjabat sebagai moderator PMKRI. Setelah ceramah dan tanya jawab, Miss Su mengundang para hadirin untuk datang pada pertemuan berikutnya pada tanggal 4 April 1956. Pada pertemuan itu, miss Su membagikan tessera dan meminta pada enam orang yang menghadirinya untuk berlutut, dan doa pembukaan dimulai. Dalam rapat pertama ini langsung ditunjuk perwira-perwiranya dan Pastor Lubbers, OSC sebagai pembimbing rohaninya. Maka pada bulan april 1956 lahirlah Legio Maria yang diberi nama Presidium Santa Pembantu Abadi di Paroki Santo Petrus Katedral. Lalu di bulan Agustus 1956 didirikan presidium Ratu Rosari yang Amat Suci di Paroki Salib Suci Kamuning bandung dan menyusul kemudian di Paroki St. Odilia, St. Petrus, St. Ignatius Cimahi dan Paroki Tujuh Kedukaan.
Presidium presidium ini seakan-akan lahir dalam situasi yang gelap dan serba tidak jelas. Ketidakjelasan tersebut nampak dari pemahaman tentang Legio Maria yang masih kabur kecuali yang dipahami Miss Su sendiri, buku pegangan yang hanya memakai terjemahan tidak utuh dari lembaran berbahasa inggris atau sebagian bahasa belanda. Hampir seluruh pastor yang berkarya di Bandung belum memahami Legio sehingga sangat minim dukungan dari mereka, yang ada hanyalah semangat yang belum tentu akan bertahan.
Sesuai dengan buku pegangan bahwa apabila di suatu daerah ada 2 atau lebih presidium maka hendaknya didirikan sebuah Kuria, maka tahun Oktober 1956 dibentuklah Kuria pertama di Paroki Salib Suci Bandung yang langsung dibawah Konsilium Dublin. Kuria tersebut dengan pembimbing rohani Pst. Lubbers, OSC. Suatu waktu Kuria mendapat surat dari Konsilium yang berisikan agar saat mengadakan ACIES, Kuria mengundang Duta Vatikan untuk Indonesia, Mgr. Alibrandi. Ketika ACIES, Mgr Alibrandi hanya melihat 3 panji legio. Kemudian beliau meminta agar dalam waktu satu tahun Kuria dapat mengembangkan minimal 3 presidium lagi. Dengan doa yang selalu ditekuni para legioner dan kerja keras dalam mengunjungi paroki/umat akhirnya Kuria dapat memenuhi permintaan tersebut. Demikianlah seterusnya, karena tantangan dari Mgr. Alibrandi ketika ACIES dan didukung doa bersama Sang Bunda serta keberanian dalam setiap kunjungan yang dilakukan maka bertambahlah presidium-presidium baru dalam Kuria.
Perkembangan yang menggembirakan ini selain kerja keras dan doa yang tekun juga tidak terlepas dari peran beberapa tokoh diantaranya Pst. Kooyman, OSC dan Mgr. Arntz. Pastor Kooyman yang menjadi pembimbing rohani di presidium-presidium Paroki Salib Suci, Kamuning, menekankan betapa besar peranan pembimbing rohani dalam Legio Maria, sekaligus selalu menunjukkan tugas yang bermutu yang dapat dilakukan Legio Maria sehingga presidium mengalami perkembangan yang amat menggembirakan terutama di Paroki Salib Suci - Kamuning.
Melihat perkembangan presidium dalam Kuria Bandung mendorong lahirnya kuria-kuria baru yaitu Kuria di Cimahi dan Kuria di Bogor. Perkembangan tersebut sekaligus mendorong pemekaran Kuria Bandung, karena Kuria Bandung dianggap paling senior maka diusulkan agar Kuria Bandung menjadi Komisium. Akan tetapi Pst. Kooyman, OSC kepala Paroki Salib Suci saat itu menolak karena beliau berpendapat bahwa Komisium sebaiknya dekat dengan Katedral sebagai Pusat Pastoral Keuskupan Bandung. Maka pada tahun 1967 Kuria Bandung Barat yang berada di Katedral berubah menjadi Komisium “Bunda Rahmat Ilahi” Bandung dengan harapan dapat berkembang dan Rahmat Tuhan selalu menyertai dalam pelayanan. Sdr. Max Parera yang saat itu telah dua Periode memimpin Kuria Bandung menjadi Ketua Komisium yang pertama. Kuria Bandung sendiri yang telah berdiri sejak 1956 menjadi Kuria Bandung Timur yang berpusat di Paroki Salib Suci dengan memakai nama “Bejana Rohani” dan Nama “Bejana Rohani” di ilhami oleh harapan para legioner agar Legio Maria dapat menjadi wadah perkembangan hidup rohani para anggota sehingga dapat menjadi pelayan bagi sesama. Kuria "Bejana Rohani" pada awal pembentukannya mencakup wilayah di 4 paroki yaitu: Paroki St. Melania, Paroki St. Odilia (Cicadas), dan Paroki Salib Suci (Kamuning). Kemudian sekitar tahun 1985 berdiri paroki baru yang awalnya stasi Salib Suci menjadi Paroki Hati Tak Bernoda Santa Perawan Maria (Buah Batu) masuk dalam Kuria Bandung Timur. Kemudian Tahun 1985 dibentuk Kuria Bandung Barat yang pada tahun 2006 karena banyaknya Presidium baru dan luasnya daerah cakupan maka Kuria Bandung Barat dipecah menjadi dua yaitu Bandung Barat 1 dan Bandung Barat 2. Tahun 1986 didirikan Kuria Cigugur dan Tahun 1998 berdiri Kuria Cirebon.
|