Nahdlatul Ulama: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Suntingan Fiqih.ald (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Syuhud Al Haqq
Tag: Pengembalian
Fiqih.ald (bicara | kontrib)
Membalikkan revisi 20132754 oleh Rahmatdenas (bicara)
Tag: Pembatalan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Baris 14:
|founding_location = [[Surabaya|Kota Surabaya]]
|type = Organisasi
|purpose = Berlakunya ajaran Islam yang menganut paham [[Sunni|Ahlusunah wal Jama'ah]] untuk terwujudnya tatanan masyarakat yang "moderat" dan berkeadilan demi kemaslahatan, kesejahteraan ummat Islamumat, negara, sertadan demi terciptanya rahmat bagi semesta.
|headquarters = Jl. Kramat Raya, No. 164, [[Kota Administrasi Jakarta Pusat|Jakarta Pusat]]
|membership = 108 juta (2019)
Baris 22:
|leader_name2 =K.H. Ahmad Said Asrori
|website = [http://www.nu.or.id/ Situs web resmi]|founder=[[Hasjim Asy'ari|Hadratussyaikh Hasyim Asy'ari]]|leader_title3=Ketua Umum|leader_name3=[[Yahya Cholil Staquf|K.H. Yahya Cholil Staquf]]|leader_title4=Sekretaris Jenderal|leader_name4=[[Saifullah Yusuf|Drs. H. Saifullah Yusuf]]}}
'''Nahdlatul Ulama''' (Bahasa Arab : {{lang|ar|نَهْضَةُ الْعُلَمَاءْ}}) atau disingkat '''NU''', adalah organisasi Islam terbesar di dunia yang berdiri pada 31 Januari 1926 M / 16 Rajab 1344 H di [[Kota Surabaya]] dan bergerak di bidang keagamaan, pendidikan, sosial, dan ekonomi. Kehadiran NU merupakan salah satu upaya melembagakan wawasan tradisi keagamaan dan [[Suni|Ahlusunah wal Jama'ah]]. Selain itu, NU sebagaimana organisasi-organisasi pribumi lain baik yang bersifat sosial, budaya, atau keagamaan yang lahir di masa penjajahan, pada dasarnya merupakan bentuk perlawanan terhadap penjajah. Berdirinya NU ini merupakan suatu kebangkitan kesadaran bernegara dan beragama yang ditampakkan dalam wujud gerakan organisasi untuk menjawab kepentingan nasional dan dunia Islam.
 
== Sejarah ==
Nahdlatul Ulama mewadahi [[Suni|Ahlussunnah wal Jama’ah]] tidak hanya karena para ulama ingin berinovasi, namun memang kondisi saat itu sudah sampai pada kondisi krusial dan wajib mendirikan sebuah wadah. Di mana saat itu, di Timur Tengah telah terjadi momentum besar yang dapat mengancam kelestarian [[Suni|Ahlussunnah wal Jama’ah]] terkait penghapusan sistem khalifah Islamiyah oleh [[Turki|Republik Turki Modern]] dibawah pimpinan [[Mustafa Kemal Atatürk|Mustafa Kemal Ataturk]] dan ditambah berkuasanya rezim [[Wahhabisme|Wahabi]] di [[Arab Saudi]] yang sama sekali menutup pintu untuk berkembangnya mazhab lain di tanah Arab saat itu. Menjelang berdirinya NU, beberapa ulama masyhur Indonesia yang ada di Arab berkumpul di [[Masjidil Haram]] dan sangat mendesak berdirinya orgasnisasi untuk menjaga kelestarian [[Suni|Ahlussunnah wal Jama’ah]].<ref>{{Cite web|title=NU Online|url=https://nu.or.id/|website=nu.or.id|language=id-id|access-date=2021-12-03}}</ref>
{{Dalam penerjemahan|en|Nahdlatul Ulama#History}}
 
Setelah melakukan ''istikharah,'' para ulama tersebut mengirimkan sebuah pesan kepada [[Muhammad Hasyim Asy'ari|KH. Hasyim Asy’ari]] untuk meminta restu kepada dua ulama besar di Indonesia saat itu, apabila dua ulama besar ini merestui, maka akan sesegera mungkin dilakukan tindak lanjut, dua orang itu adalah Habib Hasyim, Pekalongan dan [[Kholil al-Bangkalani|Syaikhona Kholil, Bangkalan]]. Maka [[Muhammad Hasyim Asy'ari|KH Hasyim Asy’ari]] dengan didampingi Kiai Yasin, Kiai Sanusi, Kiai Irfan, dan KH. R. Asnawi datang sowan ke kediamannya Habib Hasyim di Pekalongan.<ref>{{Cite web|title=NU Online|url=https://nu.or.id/|website=nu.or.id|language=id-id|access-date=2021-12-03}}</ref> Selanjutnya dilanjutkan dengan sowan ke [[Kholil al-Bangkalani|Syaikhona Kholil Bangkalan]], dan hasilnya Kiai Hasyim dan ulama lainnya mendapatkan wasiat dari Syaikhona Kholil untuk segera melaksanakan niatnya itu sekaligus beliau merestuinya.<ref>{{Cite web|title=Home|url=https://tebuireng.online/|website=Tebuireng Online|language=en-US|access-date=2021-12-03}}</ref>
 
Kemudian pada tahun 1924, [[Kholil al-Bangkalani|Syaikhona Kholil]] mengutus [[As'ad Samsul Arifin|KH. As'ad Syamsul Arifin]] yang saat itu berusia 27 tahun untuk mengantarkan sebuah tongkat ke [[Muhammad Hasyim Asy'ari|KH. Hasyim Asy'ari]], Tebuireng, Jombang dan menghafalkan [[Surah Ta Ha|Surat Thaha]] ayat 17-23 untuk dibacakan di hadapan Kiai Hasyim. Berangkatlah Kiai As'ad dengan mengayuh sepeda, Kiai As'ad telah dibekali uang oleh Syaikhona Kholil untuk di perjalanan, namun ia justru berpuasa selama di perjalanan. Kemudian setibanya di Tebuireng, Kiai As’ad menghadap Kiai Hasyim Asy'ari dan menyerahkan tongkat itu. Kiai Hasyim bertanya “Apakah ada pesan dari Syaikhona?” Lalu Kiai As’ad membaca Surat Thaha ayat 17-23 yang arti terjemahannya :
 
''“Apakah yang ada di tangan kananmu, wahai Musa ? Dia (Musa) berkata, “Ini adalah tongkatku, aku bertumpu padanya, dan aku merontokkan (daun-daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku masih ada lagi manfaat yang lain.” Allah berfirman, “Lemparkanlah ia, wahai Musa!” Lalu ia melemparkan tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat. Dia (Allah) berfirman, “Peganglah ia dan jangan takut, Kami (Allah) akan mengembalikannya kepada keadaannya semula, Dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu, niscaya ia keluar menjadi putih (bercahaya) tanpa cacat, sebagai mukjizat yang lain, untuk Kami perlihatkan kepadamu sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang sangat besar”.''<ref>{{Cite web|title=Surat Thaha 17-23|url=https://quran.kemenag.go.id/sura/20/17|website=Kementerian Agama RI|access-date=14-01-2022}}</ref>
 
Berselang beberapa hari, Syaikhona Kholil kembali mengutus Kiai As'ad untuk mengantarkan sebuah tasbih kepada Kiai Hasyim. Ketika Syaikhona Kholil menyerahkan tasbihnya, Kiai As'ad enggan untuk menerima dengan tangannya, ia memohon kepada Syaikhona untuk mengalungkan tasbih itu ke lehernya. Syaikhona Kholil berpesan agar Kiai As'ad membaca "''Yaa Jabbar Yaa Qahhar''" hingga sampai Tebuireng dan membacanya di hadapan Kiai Hasyim. Selama di perjalanan, Kiai As'ad sama sekali tidak berani menyentuh tasbih itu, hingga sesampainya di Tebuireng, Kiai As'ad segera menghadap Kiai Hasyim dan memohon Kiai Hasyim untuk mengambil tasbih itu dari lehernya searaya ia membaca "''Yaa Jabbar Ya Qahhar''".
 
KH. Hasyim Asy'ari telah menangkap dua isyarat kuat tersebut yang mengartikan bahwasannya Syakhona Kholil telah memantapkan hati beliau dan merestui didirikannya Jam'iyah Nahdlatul Ulama. Setahun kemudian, pada tanggal 31 Desember 1926 M / 16 Rajab 1344 H di Surabaya berkumpul para ulama se-Jawa-Madura. Mereka bermusyawarah dan sepakat mendirikan organisasi Islam Nahdlatul Ulama'''.'''{{Dalam penerjemahan|en|Nahdlatul Ulama#History}}
 
== Paham keagamaan ==