Perang Tondano: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
→Perang Tondano II (1681-1682): menambah konten |
|||
Baris 18:
=== Penyebab perang ===
Asal usul penyebab perang ini bermula dari sebuah ''Verbond'' atau perjanjian antara para ''Ukung'' Minahasa dan Belanda pada tanggal 10 Januari 1679 di Benteng Amsterdam.{{Sfn|Wenas|2007|p=44-45}} Perjanjian ini mengandung beberapa poin yang akan disetujui oleh beberapa perwakilan Ukung Minahasa, seperti Ukung dari [[Walak]] Ares, [[Klabat, Dimembe, Minahasa Utara|Klabat]], Bantik, [[Maumbi, Kalawat, Minahasa Utara|Klabat-Atas (Maumbi)]], [[Kakaskasen, Tomohon Utara, Tomohon|Kakaskasen]], [[Kota Tomohon|Tomohon]], [[Tombariri, Minahasa|Tombariri]], [[Sarongsong Satu, Airmadidi, Minahasa Utara|Sarongsong]], [[Sonder, Minahasa|Tounkimbut Bawah (Sonder)]], [[Kawangkoan, Minahasa|Tounkimbut-Atas (Kawangkoan)]], [[Rumoong Atas, Tareran, Minahasa Selatan|Rumoong]], [[Tombasian Atas, Kawangkoan Barat, Minahasa|Tombasian]], [[Langowan Timur, Minahasa|Langoan]], [[Kakas, Minahasa|Kakas]], [[Remboken, Minahasa|Remboken]], [[Tompaso, Minahasa|Tompasso]], [[Tondano (kota)|Tondano]], [[Tonsea]], [[Kota Manado|Manado]], [[Tonsawang, Tombatu, Minahasa Tenggara|Tonsawang]], [[Pasan, Minahasa Tenggara|Pasan]], [[Ratahan, Minahasa Tenggara|Ratahan]] dan [[Belang, Minahasa Tenggara|Ponosakan]]<ref>{{Cite web|last=Lumoindong|first=David DS|date=14 Maret 2021|title=Perjanjian VOC Dan Negara-Negara Perserikatan (Minahasa) dan Kerajaan di Minahasa Tenggara|url=https://kanalsulsel.com/perjanjian-voc-dan-negara-negara-perserikatan-minahasa-dan-kerajaan-di-minahasa-tenggara/|website=Kanal Sulsel|language=id-ID|access-date=25 Januari 2022}}</ref> Pada saat perjanjian berlangsung, ada tiga orang yang bertugas sebagai [[juru bicara]] , yaitu Ukung Maondi (Mandey), Pacat Supit Sahiri Macex , dan Pedro Rantij (Ranti) dan dari pihak Belanda, yaitu [[Daftar Gubernur Maluku|Robertus Padtbrugge]] yang mewakili [[Rijcklof van Goens|Rijckloff van Goens]] serta [[Dewan Hindia]] yang mewakili de [[Vereenigde Oostindische Compagnie|Nederlandsche g’octroyeerde Oost Indische]] dengan Bastian Sawaij selaku penerjemah.<ref name=":0">{{Cite web|last=Tanod|first=Meiyer|date=14 Januari 2018|title=Kisah Supit Lontoh dan Paat|url=http://www.beritanusantara.co.id/kisah-supit-lontoh-dan-paat/|website=beritanusantara.co.id|language=id-ID|access-date=25 Janauri 2021}}</ref>
Perjanjian ini diketahui hanya dibuat sebanyak satu salinan naskah dan menurut Dr. E.C.Godee Molsbergen dalam bukunya ''Geschiedenis van de Minahasa tot 1829'', naskah perjanjian ini hilang saat proses penerjemahan oleh pihak Minahasa. Namun, menurut Bert Supit, alasan hilangnya naskah ini sulit diterima karena para ukung saat itu tidak mampu menulis dan berbahasa dengan huruf latin yang juga diperkuat dengan bentuk tanda tangan para ukung yang hanya berbentuk coretan. Lagipula, berdasarkan perjanjian-perjanjian yang dilakukan sebelumnya atau kebiasaan yang dimiliki oleh Minahasa, mereka tidak terlalu memperdulikan tentang keberadaan suatu naskah. Fakta ini juga diperkuat dengan pernyataan Molsbergen pada buku yang sama, bahwa pihak V.O.C tidak terlalu memperdulikan perjanjian wilayah-wilayah kecil seperti wilayah Minahasa dan hanya memperdulikan hubungan antar kerajaan-kerajaan seperti [[Kesultanan Tidore]] dan [[Kesultanan Ternate|Ternate]]. Maka dari itu, Supit menyimpulkan bahwa naskah ini hilang dalam penyimpanan V.O.C.{{Sfn|Supit|1991|p=9-11}}
Baris 27:
Karena salinan yang telah hilang, pada tanggal 23 April 1683, muncullah dokumen pengganti yang dikutip dari jurnal Padtbrugge setelah pada tanggal 2 September 1682 telah diserah terima jabatan dengan Jacob Lobs sebagai Gubernur Ternate karena pergi ke [[Banda Neira]] untuk menjabat sebagai Komisaris tiga provinsi di Maluku. Namun sebelum dokumen ini diumumkan, pasal satu dari kutipan ini telah diumumkan sebelumnya yang berisi keganjilan yang menyatakan bahwa Warga Minahasa sebagai ''Ondersaeten'' (bawahan) dan pihak V.O.C sebagai ''weetig,eenig en eeeuwich opperheer'' ( sati-satunya yang dipertuan yang sah dan berdaulat selama-selamanya) yang dinilai sebagai upaya untuk menerapkan ''Domein ver Klaring.{{Sfn|Supit|1991|p=11}}'' ''Domein verklaring'' merupakan sebuah hukum yang menyatakan bila suatu tanag tidak memiliki surat keterangan kepemilikan, maka surat akan menjadi milik negara.<ref>{{Cite web|last=Permana|first=Rakhmad Hidayatulloh|date=23 September 2019|title=Bahaya Konsep Domein Verklaring dalam RUU Pertanahan|url=https://news.detik.com/berita/d-4717773/bahaya-konsep-domein-verklaring-dalam-ruu-pertanahan|website=detiknews|language=id-ID|access-date=26 januari 2021}}</ref>
Tentu saja pernyataan pasal 1 yang juga disampaikan pada ''Verdrag'' 10 September 1699 yang direncanakan menjadi pengganti ''Verbond'' 16 Januari 1679 mengundang kecurigaan atas ketidakjujuran Belanda atas ketidaksesuaian isi dalam perjanjian ini. Ketidaksesuaian isi perjanjian ini diperkuat dengan pernyataan bahwa pada naskah serah terima jabatan yang dilakukan oleh Jacob Claaszoon kepada David van Peterson bahwa orang Minahasa bukan merupakan bawahan atau daerah taklukan, melainkan melakukan perjanjian persahabatan dengan pihak V.O.C yang mereka lakukan dengan Padtbrugge. Pernyataan dari Johann Gerard Friedrich Riedel juga memperkuat bahwa warga Minahasa tidak akan pernah menerima seseorang di atas kekuasan mereka jika bukan bagian dari suku mereka. Lagipula, bila isi pasal ini merupakan hasil kemufakatan, seharusnya warga Minahasa menerima perubahan pada 10 September 1699 dan tidak bersikukuh dengan hanya mengikuti isi perjanjian ''Verbond'' 16 Januari 1679 yang terus menerus dilakukan hingga pemerintahan Gubernur Ternate Jacob Schoonderwoerd yang memerintah dari tahun 1765 dan Paulus Jacob Balckeenar yang memerintah
Akhirnya perjanjian ini ditandatangani oleh tiga orang walak yang semuanya berasal dari Toumbulu, yaitu Supit yang merupakan kepala walak Tombariri, Pa'at Kolano sebagai kepala walak Tomohon, dan Lontoh Tuunan sebagai kepala walak Sarongsong dari pihak Minahasa serta dari pihak Belanda yang diwakili oleh Paulus Brieving dan Samuel Hartingh sebagai residen.''{{Sfn|Supit|1991|p=14-15}}'' Setelah perjanjian ini juga, Belanda mengangkat tiga orang tersebut sebagai Hukum Mayoor yang kemungkinan diangkat pada periode tahun 1700-1706.{{Sfn|Wenas|2007|p=46}} Menurut Bert Supit, Supit merupakan yang pertama dipecat dari gelar ini, yaitu pada tanggal 10 Januari 1711 yang diikuti Lontoh Tuunan pada tanggal 12 Januari 1712 dan Paat pada tanggal 3 Februari 1722.<ref name=":0" />
Perang Tondano yang terjadi pada 1808-1809 adalah perang yang melibatkan orang Minahasa di Sulawesi Utara dan pemerintah kolonial Belanda pada permulaan abad XIX. Perang pada permulaan abad XIX ini terjadi akibat dari implementasi politik pemerintah kolonial Hindia Belanda oleh para pejabatnya di Minahasa, terutama upaya mobilisasi pemuda untuk dilatih menjadi tentara “ (Taufik Abdullah dan A.B. Lapian, 2012:375)
|