Pangan vs. bahan bakar: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
konten |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 7:
[[Kelapa sawit|Sawit]] merupakan bahan baku bahan bakar hayati yang populer di Indonesia, sementara di Amerika Serikat banyak menggunakan jagung sebagai bahan baku biofuelnya. Sekitar 40% produksi jagung di Amerika digunakan untuk produksi etanol. Cina dan Kanada adalah negara lainnya yang memproduksi biofuel dari jagung. Penelitian menunjukkan bahwa nilai sosial dan ekonomi untuk memproduksi jagung sebagai pangan di Amerika Serikat adalah $1.492 per hektare, sementara untuk produksi biofuel hanya $10 per hektare. Artinya, penggunaan jagung sebagai pangan jauh lebih menguntungkan secara ekonomi dan lingkungan dibandingkan biofuel.<ref>{{Cite web|last=Zuhra|first=Wan Ulfa Nur|title=Biofuel dari Jagung, Lebih Besar Biaya dari Manfaatnya|url=https://tirto.id/biofuel-dari-jagung-lebih-besar-biaya-dari-manfaatnya-csAP|website=tirto.id|language=id|access-date=2022-01-29}}</ref>
Peningkatan produksi bahan bakar hayati, dan peningkatan terkait produksi bahan baku energi, menimbulkan masalah keberlanjutan pada isu-isu seperti penggunaan lahan, kompetisi antara tanaman energi dengan [[tanaman pangan]], dan dampak terhadap ekosistem, termasuk sumberdaya air dan tanah. Tumbuhan yang sesuai sebagai bahan baku [[bioenergi]] adalah tanaman yang memiliki hasil panen yang tinggi, cepat tumbuh, memerlukan masukan energi yang relatif kecil untuk tumbuh dan di panen, dan mudah dikonversi menjadi bentuk yang berguna. Untuk mencapai keberlanjutan, tanaman energi harus tidak membutuhkan penggunaan lahan agrikultur utama secara ekstensif, dan harus memiliki harga produksi energi dari [[biomassa]] yang
== Bahan Bakar dari Tanaman Pangan ==
Baris 19:
== Sektor Ekonomi ==
=== Kenaikan harga ===
Di Indonesia, 51% konsumsi minyak sawit mentah domestik digunakan untuk pembuatan minyak goreng yang merupakan salah satu dari kebutuhan pokok masyarakat Indonesia, dan 37% digunakan untuk bahan baku margarin serta sisanya untuk pembuatan oleokimia dan sabun. Jika pasokan minyak sawit mentah untuk bahan pokok tersebut berkurang maka dapat mengakibatkan lonjakan harga domestik. Adanya pengembangan bioenergi berbahan baku minyak sawit mentah dapat mengurangi alokasi minyak sawit mentah untuk konsumsi. Berkurangnya pasokan minyak sawit mentah akibat alokasi bioenergi tersebut berpengaruh pada harga minyak sawit mentah domestik. Hasil simulasi menunjukkan dari tahun ke tahun harga minyak sawit mentah domestik mengalami fluktuasi namun akan cenderung mengalami kenaikan.<ref>{{Cite journal|last=Denny M.|first=Eka|date=2011|title=DAMPAK KEBIJAKAN PENGEMBANGAN BAHAN BAKAR NABATI TERHADAP DINAMIKA HARGA KOMODITAS PANGAN DAN ENERGI NASIONAL DENGAN PENDEKATAN MODEL SISTEM DINAMIS|url=https://ijae.ejournal.unri.ac.id/index.php/IJAE/article/view/1506/1481|journal=Jurnal Ilmu Ekonomi Pertanian Indonesia|volume=2|issue=2|pages=109}}</ref>
Subsidi dan Tarif
|