Sultan Wakil Pangeran Suramenggala: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Space and paragraph |
Adam Ahmat (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 5:
== Biografi ==
Pangeran Suramanggala / Suramenggala / Sura menggala / Sura manggala putra dari Sultan Muhammad Arif Zainul Asyikin (Sultan Banten periode 1753 – 1773) rahimahumallah tidak begitu banyak diceritakan para sejarawan dalam buku-buku sejarah kesultanan Banten, sehingga tidak sedikit menimbulkan spekulasi, dugaan dan kesimpangsiuran versi sejarah yang masih terus diperbincangkan untuk mengungkap identitas yang lebih rinci mengenai riwayat dirinya. Buku-buku referensi dari para sejarawan yang Penulis<ref>https://www.scribd.com/document/556536320/Sejarah-Pangeran-Suramanggala-Ed-03-Tashih-Patrah-Kesultanan-Banten</ref> temukan sampai saat ini hanya sedikit menyinggung kehidupannya saat beliau berada di Banten. Sedangkan informasi mengenai eksistensi beliau setelah diluar Banten, hanya Penulis dapatkan dari teks/lembaran/buku yang tersimpan dilingkungan keluarga Majalengka dan juga dari informasi lisan/legenda yang beredar luas disampaikan secara turun temurun di masyarakat khususnya masyarakat Majalengka, karena adanya keberadaan makam yang diyakini sebagai makam tempat dimana jasad beliau disemayamkan yaitu di desa Kawunggirang kecamatan Majalengka. Dari kedua sumber informasi tersebut (Banten dan Majalengka), Penulis ingin coba merangkainya menjadi satu untuk membendung spekulasi/dugaan yang jauh melebar tanpa adanya bukti data yang lebih valid daripada bukti-bukti yang sudah terlebih dahulu ada. Penulis menyadari adanya kemungkinan sumber-sumber data yang terluput dari perujukan, sehingga sejarah mengenai Pangeran Suramanggala masih terbuka untuk dikaji dan diteliti secara ilmiah oleh para sejarawan dimasa ini dan masa yang akan datang. Penulis berharap kepada Allah agar Penulis berkesempatan untuk memperbaharui/meluruskan isi kandungan tulisan ini bilamana dari perkembangan kajian ilmiah tersebut kemudian ditemukan adanya kekeliruan. Dalam penyebutan nomor urutan Sultan-Sultan Banten yang memerintah, Penulis mengacu pada buku “Catatan Masa Lalu Banten, Halwany Michrab-Chudari, Appendix II” yang juga sejalan dengan silsilah Sultan-Sultan Banten pada Buku “Syamsu Adz-Zohiroh, halaman 567”.
== Krolonogi Peristiwa ==
Baris 26:
b) Diangkatnya putra mahkota/Pangeran Ratu sebagai Sultan Banten ke-14 dengan gelar Sultan Abul Mafakhir Muhammad Aliyuddin.
c) Kompeni semakin bertindak sewenang-wenang untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya melalui tangan sultan Banten yang ditunjuknya. Mereka semakin giat menjalankan politik adu domba untuk meraih tujuan tersebut.
2. Banten & Lampung, tahun 1793 (Masa Pemerintahan Sultan Aliyuddin, Sultan Banten ke-14):
Baris 37:
Pada tanggal 1 Maret 1796, VOC dibubarkan sebagai dampak dari situasi moneter dunia dan masalah dalam internal tubuh VOC sendiri. Semua kekayaan dan utang piutang VOC ditangani pemerintah Kerajaan Belanda, dan sejak saat itulah kepulauan Nusantara dijajah Belanda.<ref>Catatan Masa Lalu Banten, Halwany Michrab-Chudari, Bab IV-G.</ref>
4. Banten, tahun 1802 (Masa diangkatnya Sultan Muhyiddin sebagai Sultan Banten ke-15). Dalam versi Catatan Masa Lalu Banten-Halwany Bab IV-F, peristiwa ini terjadi pada tahun 1799:
▲4. Banten, tahun 1802 (Masa diangkatnya Sultan Muhyiddin sebagai Sultan Banten ke-15). Dalam versi Catatan Masa Lalu Banten-Halwany Bab IV-F, peristiwa ini terjadi pada tahun 1799: Pangeran Muhyiddin (adik Sultan ke-14) meminta dirinya diangkat menjadi Sultan kepada Gubernur Frederick Hendrik Benon (bawahan Jendral Johanes Siberg) dengan alasan beliau disukai semua lapisan masyarakat dan juga memiliki istri permaisuri yang melahirkan putra. Sedangkan putra-putra dari kakak beliau yaitu Sultan Aliyuddin bukan berasal dari istri permaisuri melainkan dari selir. Permohonan tersebut mendapat dukungan dan tandatangan dari keluarga kesultanan termasuk dari Pangeran Suramanggala, adik bungsu dari Sultan Aliyuddin dan Pangeran Muhyiddin. Permohonan ini kemudian dikabulkan dewan Hindia Belanda, dan beliau resmi dinobatkan sebagai Sultan ke-15 dengan gelar Sultan Abdul Fattah Muhammad Muhyiddin Zainusholihin.<ref>Perang, Dagang, Persahabatan (Surat-Surat Sultan Banten), Titik Pudjiastuti, Surat no. 19-20, hal 94-100</ref> Adanya perjanjian dari Sultan Muhyiddin yang isinya tahta kesultanan setelahnya akan diteruskan kepada putra mahkota dari Sultan Aliyuddin yang bernama Pangeran Agiluddin (Aliyuddin-2) dengan gelar Pangeran Ratu Abul Mafakhir Muhammad Aliyuddin (Aliyuddin-2) yang saat itu masih balita.<ref>Perang, Dagang, Persahabatan (Surat-Surat Sultan Banten), Titik Pudjiastuti, Surat no. 46-47, hal 186-193</ref>
5. Banten, tahun 18036) (Wafatnya Sultan Muhyiddin, Sultan ke-15). Dalam versi Catatan Masa Lalu Banten-Halwany Bab IV-F, peristiwa ini terjadi pada tahun 1801:
5. Banten, tahun 18036) (Wafatnya Sultan Muhyiddin, Sultan ke-15). Dalam versi Catatan Masa Lalu Banten-Halwany Bab IV-F, peristiwa ini terjadi pada tahun 1801: Sultan Muhyiddin (adik Sultan Aliyuddin) dan Tubagus Ali (anak Sultan Aliyuddin) dilaporkan telah meninggal dunia. Sultan Muhyiddin dibunuh saat tertidur di istana Surosowan oleh Tubagus Ali bin Sultan Aliyuddin. Adapun Tubagus Ali pun setelah itu mati dibunuh oleh pengawal kesultanan. Sultan Aliyuddin (Sultan ke-14) beserta para menteri Banten meminta Gubernur Jenderal Johanes Siberg untuk segera mengangkat Sultan baru menggantikan Sultan Muhyiddin.<ref>Perang, Dagang, Persahabatan (Surat-Surat Sultan Banten), Titik Pudjiastuti, Surat no. 18, hal 90-93 23. Penulis menemukan adanya ketidaksesuaian angka tahun dimana tertulis tahun 1794, sedangkan di Surat no. 19-20 pada tahun 1802 Sultan Muhyiddin masih ada. Agar berurut dan tidak membingungkan, Penulis mengkoreksinya menjadi 1803 mengikuti urutan peristiwa yang diuraikan Surat-Surat Banten dalam Buku ini.</ref>▼
▲
6. Banten, tahun 1804 (wafatnya Sultan Aliyuddin,<ref>Perang, Dagang, Persahabatan (Surat-Surat Sultan Banten), Titik Pudjiastuti, Surat no. 46, hal 186-190</ref> Sultan ke-14 dan diangkatnya Sultan Ishaq sebagai Sultan ke-16). Dalam versi Catatan Masa Lalu Banten-Halwany Bab IV-F, peristiwa ini terjadi pada tahun 1801: Diangkatnya Pangeran Dipati Ishaq (anak dari Sultan Aliyuddin dari istri selir) sebagai Sultan Banten ke-16 dengan gelar Sultan Muhammad Ishaq Zainul Muttaqin oleh Gubernur Jendral Johanes Sieberg melalui utusannya Edeleer Wouter Hendrik van Ijseldijk. Pangeran Agiluddin (Aliyuddin-2) bin Sultan Aliyuddin tetap sebagai pewaris tahta kesultanan yang sebenarnya, namun usianya masih kanak-kanak.<ref>Perang, Dagang, Persahabatan (Surat-Surat Sultan Banten), Titik Pudjiastuti, Surat no. 23-24, hal 112-120</ref>▼
6. Banten, tahun 1804 (wafatnya Sultan Aliyuddin,<ref>Perang, Dagang, Persahabatan (Surat-Surat Sultan Banten), Titik Pudjiastuti, Surat no. 46, hal 186-190</ref> Sultan ke-14 dan diangkatnya Sultan Ishaq sebagai Sultan ke-16). Dalam versi Catatan Masa Lalu Banten-Halwany Bab IV-F, peristiwa ini terjadi pada tahun 1801:
7. Banten, tahun 1802 (Dalam versi Catatan Masa Lalu Banten-Halwany Bab IV-F): Kesultanan dipegang oleh Sultan Wakil Pangeran Natawijaya (Sultan ke-17). Beliau menjadi pemangku jabatan pemerintahan untuk sementara waktu sampai pewaris tahta cukup dewasa untuk memerintah. Penulis tidak dapat menemukan referensi terkait nasab Pangeran Natawijaya yang saat itu menjabat Sultan Wakil.▼
▲
8. Banten, tahun 1803<ref>Catatan Masa Lalu Banten, Halwany Michrab-Chudari, Bab IV-F.</ref> : Sultan Wakil Pangeran Natawijaya digantikan oleh putra Sultan ke-14 yaitu Pangeran Agiluddin (Aliyuddin-2) dengan gelar Sultan Muhammad Aliyuddin (II) sebagai Sultan ke-18.▼
7. Banten, tahun 1802 (Dalam versi Catatan Masa Lalu Banten-Halwany Bab IV-F):
9. Banten, tahun 1807 (Masa Pemerintahan Sultan Aliyuddin-2, Sultan ke-18): Revolusi Perancis di bawah pimpinan Napoleon Bonaparte yang terjadi sejak tahun 1789 telah mengguncangkan Eropa. Sebagian besar Eropa dikuasai Perancis, kecuali Inggris. Akhirnya pada tahun 1807, Belanda dikuasai oleh Perancis, sehingga otomatis daerah jajahan Belanda, termasuk kepulauan Nusantara berada di tangan Perancis.▼
▲
8. Banten, tahun 1803<ref>Catatan Masa Lalu Banten, Halwany Michrab-Chudari, Bab IV-F.</ref>:
▲
9. Banten, tahun 1807 (Masa Pemerintahan Sultan Aliyuddin-2, Sultan ke-18):
▲
Baris 65 ⟶ 79:
e) Fase Penghancuran Keraton Surosowan oleh Daendels: Perampokan kapal-kapal Belanda sering terjadi, demikian juga pemberontakan di darat yang digerakkan oleh para ulama yang bermarkas di daerah Cibungur, pantai Teluk Marica terjadi diberbagai tempat. Serangan pasukan Belanda ke daerah ini tidak berhasil, bahkan serangan yang dipimpin Daendels sendiri pun dapat dipukul mundur. Daendels mencurigai Sultan yang menjabat saat itu (Sultan Wakil Pangeran Suramanggala) sebagai dalang penggerak berbagai perlawanan para ulama tersebut. Untuk itu Daendels bersama pasukannya datang dari Batavia ke Banten. Pangeran Suramanggala (Sultan ke-19) yang belum lama bertahta di Surosowan ditangkap dan dipenjarakan di Batavia, sedangkan benteng dan istana Surosowan dihancurkan dan dibakar.
11. Banten, tahun 1809 (Paska kehancuran Keraton Surosowan):
11. Banten, tahun 1809 (Paska kehancuran Keraton Surosowan):
11. Banten, tahun 1809 (Paska kehancuran Keraton Surosowan):
Baris 91 ⟶ 106:
c) Belanda menandatangani perjanjian menyerah kepada Inggris pada tanggal 17 September 1811 di Salatiga; dengan demikian seluruh daerah jajahan Perancis ini beralih tangan di bawah kekuasaan Inggris.
d) Pada masa pemerintahan Inggris ini, untuk memudahkan administrasi dan pengawasannya, Raffles membagi Pulau Jawa menjadi 16 daerah karesidenan. Di samping itu Raffles pun mengadakan perubahan dalam bidang peradilan, yang disesuaikan dengan sistem peradilan di Inggris. Kerja rodi dan perbudakan, karena dianggap tidak sesuai dengan "prinsip kemanusiaan" kemudian dilarang. Untuk menambah pemasukan keuangan negara, Raffles menerapkan monopoli garam dan menjual beberapa daerah kepada partikelir/swasta (seperti juga dilakukan sebelumnya oleh Daendels).
14. Banten, tahun 1813 (turunnya Sultan ke-20 dan diangkatnya Sultan ke-21):
Baris 165 ⟶ 180:
1. '''Tanya-1:''' Sultan Wakil Pangeran Suramanggala yang memerintah pada periode 1808- 1809 ataupun yang menjabat Bupati Banten Lor pada tahun 1813 adalah putra dari Sultan Aliyuddin-2, beda orang dengan Pangeran Suramanggala putra Sultan Zainul Asyikin.
Jawab: Pada tahun 1801/1804, Pangeran Agiluddin (Aliyuddin-2) masih berusia kanak-kanak. Tidak mungkin dalam selang beberapa tahun kemudian beliau tiba-tiba sudah memiliki anak yang secara usia pantas untuk menjabat Sultan Wakil ataupun Bupati.
2. '''Tanya-2:''' Sambungan Tanya-1; lantas mengapa beliau diangkat sebagai Putera Mahkota pada tahun 1808? Sedangkan Pangeran Suramanggala adalah urutan ke-5 dari susunan putera Sultan Zainul Asyikin. Kemudian mengapa beliau hanya menjabat Sultan Wakil?
Jawab: Anak pertama Sultan Zainul Asyikin yaitu Sultan Aliyuddin telah wafat saat itu, demikian juga anak kedua yaitu Sultan Muhyiddin Zainusholihin telah wafat (lihat B.5). Dua kakak Pangeran Suramanggala lain yaitu Pangeran Manggala dan Pangeran Suralaya saat itu tidak diketahui keberadaannya, karena keduanya kemungkinan sudah hijrah keluar Banten yaitu ke Cirebon dan Rajagaluh Majalengka. Keduanya tidak ada dalam daftar penandatangan pada surat permintaan Pangeran Muhyiddin untuk diangkat menjadi Sultan. Adapun pewaris tahta Sultan Aliyuddin yaitu Sultan Aliyuddin-2 ditangkap dan diasingkan ke Ambon (lihat B.10). Pewaris tahta yang sudah dewasa dari susunan putera Sultan Zainul Asyikin yang tersisa di Banten saat itu hanyalah Pangeran Suramanggala. Jabatan Sultan Wakil yang diembannya berbeda dengan Sultan Wakil sebelumnya (Pangeran Natawijaya) yang kemungkinan bukan dari trah kesultanan dan tanpa penobatan sebagai putera mahkota. Sedangkan Sultan Wakil Pangeran Suramanggala adalah trah dari kesultanan Banten yang dinobatkan sebagai Putra Mahkota baru saat itu. Terkait jabatan Sultan Wakil (semacam jabatan Sultan untuk sementara waktu), adalah mungkin karena beliau saat itu belum memiliki keturunan, sehingga masih terbuka kemungkinan bagi keturunan Sultan Banten lain untuk diangkat menjadi Putera Mahkota ataupun Sultan berikutnya; atau mungkin juga karena masih mempertimbangkan pewaris tahta lain hingga cukup umur/dewasa untuk memerintah. Kalau saja Pangeran Suramanggala sudah memiliki anak saat masih berada Banten, pastilah nama anaknya sudah tercatat sebagaimana lazimnya tradisi pencatatan silsilah para putra Sultan Banten yang terus terjaga, setidaknya sebelum hancurnya keraton Surosowan oleh Daendels di akhir tahun 1808 atau setidaknya dicatat oleh keturunan beliau ditempat hijrahnya kemudian (Majalengka). Satu-satunya putra Pangeran Suramanggala yang tercatat adalah Tubagus Muhammad Sholeh yang terlahir ditempat beliau hijrah dan wafat yaitu di Kawunggirang Majalengka
3. '''Tanya-3:''' Sultan Wakil Pangeran Suramanggala yang memerintah pada periode 1808- 1809 bernama Tubagus Syafei, dan beliau bersembunyi di Lampung hingga wafatnya.
Jawab: Lihat buku Surat-Surat Sultan Banten-Titik Pudjiastuti, Surat nomor 19, Text 2 recto: Tubagus Syafei adalah orang yang berbeda dengan Pangeran Suramanggala, keduanya membubuhkan tandatangan. Selain itu lokasi makam Pangeran Suramanggala di Kawunggirang Majalengka sudah diziarahi dan haul tahunan sejak lebih dari 80 tahun, dan lokasinya berdasarkan petunjuk dari KH. Abdul Halim Asromo Majalengka; salah seorang tokoh ulama, Pahlawan Nasional sekaligus cicit langsung dari kakak terdekatnya Pangeran Suramanggala yang menyimpan manuskrip silsilah raja-raja keturunan Syaikh Syarif Hidayatullah12), sehingga dengan kapasitasnya itu, informasi yang diberikannya sangatlah terpercaya
4. '''Tanya-4:''' Ada dua nama atau lebih yang memiliki sebutan Pangeran Suramanggala, misalnya Tubagus Abdurrahman putra Sultan Aliyuddin.
Jawab: Tidak lazim bila ada dua atau lebih orang yang memiliki sebutan nama/gelar yang persis identik didalam lingkungan keluarga Sultan Banten pada kurun waktu yang sama. Kecuali bila pemilik nama/gelar yang satu sudah wafat atau berbeda zaman dengan pemilik nama/gelar identik yang lain. Adapun Tubagus Abdurrahman dan Pangeran Suramanggala adalah orang yang berbeda, masing-masing membubuhkan tandatangan dalam satu baris yang sama (Lihat buku Surat-Surat Sultan Banten-Titik Pudjiastuti, Surat nomor 19, Text 2 recto baris ke 11).
5. '''Tanya-5:''' Makam Pangeran Suramanggala ada di daerah lain.
|