Suku Alas: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Eton644 (bicara | kontrib)
Perbaikan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Eton644 (bicara | kontrib)
Sejarah: Tidak perlu
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 13:
 
==Sejarah==
Ukhang Alas atau khang Alas atau KalakSuku Alas telah bermukim di lembah Alas, jauh sebelum Pemerintah Kolonial Belanda masuk ke Indonesia di mana keadaan penduduk lembah Alas telah diabadikan dalam sebuah buku yang dikarang oleh seorang bangsa Belanda bernama Radermacher (1781:8), bila dilihat dari catatan sejarah masuknya Islam ke Tanah Alas, pada tahun 1325 (Effendy, 1960:26) maka jelas penduduk ini sudah ada walaupun masih bersifat nomaden dengan menganut kepercayaan animisme.
 
Nama Alas diperuntukan bagi seorang atau kelompok etnis, sedangkan daerah Alas disebut dengan kata Tanoh Alas. Menurut Kreemer (1922:64) kata "Alas" berasal dari nama seorang kepala etnis (cucu dari [[Pandiangan|Raja Lambing]]) keturunan [[Pandiangan|Raja Toga Pandiangan]] di Tanah Batak. Dia bermukim di desa paling tua di Tanoh Alas yaitu Desa Batu Mbulan.
Baris 32:
 
Marga Pale Dese merupakan penduduk yang pertama sekali menduduki Tanah Alas, namun tidak punya kerajaan yang tercatat dalam sejarah. Kemudian hadir pula Deski yang bermukim di kampong ujung barat.
 
sedangkan menurut Bernard H.M Vlekke
"Nusantara: A History of Indonesia"
Diterjemahkan oleh: Samsudin Berlin (Nusantara: Sejarah Indonesia)
Dicetak oleh: PT Gramedia, Jakarta, Cet 4, 2008.
 
Kepulauan Indonesia terletak di jalur laut utama antara Asia bagian timur dan selatan. Dalam wilayah antara seperti ini, dengan sendirinya bias diperkirakan akan terdapat [[populasi]] dengan beragam asal usul. Penemuan [[antropologi]]s menambahkan banyak kerumitan pada studi mengenai masalah asal usul manusia dalam gugusan pulau itu. Pada 1890 Dr. Eugene Dubolis menemukan sisa-sisa sebuah kerangka yang tampaknya saat itu tidak dapat diklasifikasikan sebagai kera atau manusia. Diskusi-diskusi ilmiah mengenai sisa-sisa "Pithecanthopus erectus" (nama yang disarankan Dubois) menghasilkan kesimpulan yang tidak pasti. Untuk waktu lama, hanya sedikit penemuan baru yang bias menjelaskan masalah sulit ini. Tapi 40 tahun kemudian, gambaran ini tiba-tiba berubah. Antara 1931 dan 1941, antropolog Oppenoorth dan Von Koenigswald menemukan fosil sisa-sisa beberapa jenis manusia purba yang berasal dari Kala Pleistosen awal atau pertengahan. Semua penemuan ini terjadi di sekitar Surakarta di Jawa Tenggah. Penemuan itu ternyata sangat penting bagi antropologi dan biologi pada umumnya. Tapi tidak berarti bagi sejarah Indonesia. Orang-orang Indonesia zaman purba adalah keturunan imigran dari benua Asia. Antara zaman Pithecanthpopus dan tibanya para imigran mungkin ada sepanjang waktu ribuan abad.
 
Ada beberapa teori mengenai perkembangan etnologis Indonesia. Keadaan linguistik dan etnisnya sangat kompleks. Beberapa ratusan bahasa ditutut di kepulauan Indonesia, dan sering kali beberapa bahasa dipakai di satu pulau kecil. Penduduk satu wilayah kecil bisa terdiri atas [[fenotipe]] yang sangat berbeda. Tidak ada satu pulau, betapun kecilnya, yang penduduknya tidak campur-baur, dan di semua pulau besar (kecuali jawa) kita temukan suku-suku bangsa primitive hidup berdampingan dengan orang-orang dengan derajat peradapan tinggi. Salah satu aspek paling mencolok dari masalah ini ialah bahwa di setiap pulau besar ada perbedaan besar antara penduduk wilayah pantai dan pedalaman.
 
P. dan F. Sarasin bersaudara, penjelajah terkenal pedalaman Sulawesi, adalah ilmuan-ilmuan pertama yang merumuskan suatu teori yang masuk akal tentang peradapan antara suku-suku bangsa pedalaman dengan penduduk pantai ini. Teori ini kemudian dikembangkan lagi oleh antropologi-antropologi lain. Teori Sarasin bersaudara ini adalah bahwa populasi asli kepulauan Indonesia adalah orang dengan fenotipe bkulit gelap dan tubuh kecil, dan bahwa kelompok ini awalnya mendiami seluruh Asia bagian tenggara. Pada waktu itu wilayah itu adalah satu daratan yang solid. Tentu saja, es dari periode glasia tidak pernah menutupi pulau-pulau Hindia Timur itu, tetapi pada penghujung periode glacial yang terakhir level laut naik begitu tinggi sehingga laut cina Selatan dan Laut Jawa terbentuk dan memisahkan wilayah pegunungan vulkanik Indonesia dari daratan utama. Sia-sia penduduk asli yang terpisah-pisah dianggap masih tinggal di daerah-daerah pedalaman, sementara daerah-daerah pantai yang baru terbentuk dihuni oleh pendatang-pendatang baru. Sarasin bersaudara menyebut keturunan orang asli itu [[orang Vedda]], menurut nama salah satu [[kelompok]] paling terkenal yang masuk dalam kelompok ini, orang Hieng di Kamboja, Miao-tse dan Yao-jen di Cina, serta Senoi di semenanjung Malaya. Di kepulauan Indonesia terdapat orang yang tinggal di hutan Sumatra (Kubu, Lubu, dan Mamak) serta Toala di Sulawesi. Riset di kemudian hari memungkinkan penguraian lebih jauh terhadap benang ruwet yang membentuk pola [[antropologi]]s Indonesia. Kumpulan bukti antropologis dan arkeologis tampaknya menunjukkan bahwa populasi tertua kepulauan Indonesia berhubungan erat dengan nenek moyang Melanesia masa kini dan bahwa “orang Vedda” yang disebutkan Sarasin tersebut termasuk apa yang saat itu dinamakan "[[ras Negrito]]" yang walaupun jarang, masih terdapat di seluruh Afrika, Asia Selatan, dan Oceania. Jadi Vedda adalah “imigrasi” pertama yang masuk ke dunia pulau yang sudah berpenghuni dan masih dapat dibedakan dari pendahulu mereka berkat model perkakas batu yang mereka tinggalkan. Kedua populasi itu dikatakan hidup di tahap [[Mesolitik]].
Lama setelah tibanya orang Negrito, datang populasi baru ke Indonesia. Budaya mereka tipe [[Neolitik]] dan permukiman awal mereka yang menyerupai gerabah Cina kuno. Hari ini pun orang dari kelompok awal ini pemalu dan jarang terlihat, kecuali didatangi di tempat mereka di pedalaman yang masih liar. Mereka tidak punya pilihan lain kecuali melebur atau musnah.
 
Sarasin bersaudara menyebut pendatang baru itu terdiri dari dua gelombang, Melayu Proto dan Melayu Deutero. Karena kedatangan mereka dalam dua gelombang migrasi, terpisah dalam waktu tenggang yang menurut perkiraan lebih dari 2.000 tahun. Melayu Proto diyakini adalah nenek monyang mungkin dari semua orang yang kini dianggap masuk kelompok Melayu Polinesia yang tersebar dari Madagaskar sampai pulau-pulau paling timur di pasifik, mereka diperkirakan bermigrasi ke Kepulauan Indonesia dari Cina bagian selatan. Di Cina di tempat tinggal asli mereka diperkirakan berada di wilayah yang secara kasar termasuk dalam provinsi Yunnan sekarang. Dari situ mereka bermigrasi ke Indonesia dan Siam dan kemudian ke Kepulauan Indonesia. Kedatangan mereka tampaknya bersamaan dengan munculnya perkakas neolitik pertama di Indonesia dan dengan demikian dapat di tentukan pada sekitar 3.000 SM.
Menurut teori Sarasin, keturunan Melayu Proto pada gilirannya terdesak ke pedalaman oleh datangnya imigran baru, Melayu Deutero, yang juga berasal dari Indocina bagian utara dan wilayah sekitarnya. Melayu Deutero diidentifikasikan dengan orang yang memperkenalkan perkakas dan senjata besi kedunia kepulauan Indonesia. Studi mengenai perkembangan peradapan di Indocina tampaknya menunjukkan suatu tanggal bagi peristiwa itu: imigrasi itu terjadi antara 300 dan 200 SM.
Dengan sendirinya Melayu Proto dan Melayu Deutero berbaur dengan bebas, yang menjelaskan kesulitan membedakan kedua kelompok itu di antara orang Indonesia. Melayu Proto dianggap mencakup Alas dan Gayo di Sumatra bagian utara dan Toraja di Sulawesi. Hampir semua orang lain di Indonesia, kecuali orang papua dan pulau-pulau di sekitarnya, dimasukkan dalam kelas Melayu Deutero.
 
== Masyarakat Alas ==