Mahmud Yunus: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Uparengga (bicara | kontrib)
Menabahkan pranala
Tag: VisualEditor pranala ke halaman disambiguasi
Uparengga (bicara | kontrib)
Menabahkan 3 pranala
Baris 48:
 
== Memimpin sekolah-sekolah Islam ==
Sebelum ke [[Mesir]], ia terlebih dahulu menunaikan [[Haji|ibadah haji]] di [[Mekkah]]. Usai melaksanakan haji, Yunus menuju [[Kairo]] dan mendaftar sebagai mahasiswa di [[Universitas Al-Azhar]]. Ia menghabiskan satu tahun untuk memperoleh ijazah Syahadah Alimiyah (setara dengan magister).{{sfn|Abdullah|2009|pp=161}} Ia tercatat sebagai orang Indonesia kedua yang lulus di Al-Azhar setelah [[Djanan Tajib|Janan Thaib]]. Mengikuti saran gurunya di Al-Azhar, ia melanjutkan kuliah ke [[:en:Dar al-Ulum|Darul Ulum]] (kini berada dalam [[Universitas Kairo]]). Ia diterima sebagai sebagai mahasiswa di kelas bagian malam; seluruh mahasiswanya berkebangsaan Mesir kecuali ia sendiri. Selama di Darul Ulum, ia mendapatkan pengecualian membayar uang kuliah atas amaran Menteri Pendidikan Mesir. Ia lulus setelah empat tahun di Darul Ulum dan memperoleh diploma guru di bidang ilmu kependidikan pada Mei 1930.{{sfn|Nata|1995|pp=58}} Yunus adalah mahasiswa asing pertama yang tamat dari Darul Ulum.{{sfn|Abdullah|2009|pp=173}} Pada bulan Oktober 1930, ia bersiap kembali ke Indonesia.
 
Tiba di kampung halamannya pada awal tahun 1931, Yunus mulai memusatkan perhatian pada peningkatan mutu sekolah-sekolah agama.{{sfn|Kahin|2005|pp=122}} Tahun-tahun pertama, ia memperbarui Madras School di Sungayang dengan menerapkan sistem klasikal sebagaimana lazimnya sekolah-sekolah pemerintah. Lewat Madras School, ia mengenalkan pembagian jenjang madrasah yang dikenal di Indonesia saat ini: Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah.{{sfn|Hashim|2010|pp=181}}{{sfn|Abdullah|2009|pp=171}} Namun, sekolah ini terpaksa ditutup pada tahun 1933, setahun setelah pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan kebijakan pembatasan sekolah Islam atau dikenal dengan Ordonansi Sekolah Liar.
Baris 59:
[[Berkas:Mahmud Yunus muda.jpeg|jmpl|190px|ka|Mahmud Yunus, saat berusia 30 tahun.]]
 
Pada masa pendudukan Jepang, Yunus terlibat dalam pendirian [[Majelis Islam Tinggi]] (MIT) Minangkabau. Ketika Jepang mendirikan [[Pembela Tanah Air|PETA]] di Jawa untuk membantu tentara Jepang menghadapi serangan balasan tentara Sekutu, Residen [[Yano Kenzo]] yang berkedudukan di Padang mengambil inisiatif membentuk satuan tentara [[Gyugun]].{{sfn|Kahin|2005|pp=143}} Pembentukan Gyugun segera mendapat dukungan dari para [[ulama Minangkabau]]. Mereka mendorong para pemuda untuk mendapat pelahitan militer dari Jepang. Bersama-sama [[Chatib Sulaiman]] dan [[Ahmad Datuk Simarajo]], Yunus ditunjuk untuk merekrut keanggotaan Gyugun.{{sfn|Kahin|2005|pp=146}} Para pemuda Gyugun kelak terlibat dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan dan menjadi laskar-laskar rakyat bentukan partai dan organisasi di Minangkabau.{{sfn|Kahin|2005|pp=154}}
 
Pada tahun 1943, Yunus ditunjuk mewakili MIT Minangkabau sebagai penasihat residen (''shuchokan'') di Padang.{{sfn|Hashim|2010|pp=175}} Melalui kedekatannya dengan Jepang, ia berupaya agar pendidikan agama Islam diajarkan di sekolah-sekolah negeri. Ia mengusulkan kepada Kepala Jawatan Pengajaran Jepang untuk memasukkan pendidikan agama Islam ke sekolah-sekolah pemerintah di Minangkabau.{{sfn|Asy|2004|pp=179}} Usulan ini diterima oleh pemerintah dan diterapkan sampai berakhirnya [[Sejarah Indonesia (1942-1945)|pendudukan Jepang atas Indonesia]] dan proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Baris 84:
 
== Meninggal ==
Selama menjadi Dekan Fakultas Tarbiyah di [[IAIN Metro|IAIN]] pada tahun 1960, Yunus kerap diundang mengikuti kunjungan kerja ke luar negeri. Lawatan pertamaya adalah tugas dari Departemen Agama ke sembilan negara Islam: Mesir, Saudi Arabia, Syria, Libanon, Yordania, Turki, Irak, Tunisia, dan Maroko pada tahun 1961. Kunjungan ini ditujukan untuk mempelajari pendidikan agama di negara-negara tersebut. Pada tahun 1962, Yunus menghadiri sidang Majelis A'la Istisyari Al-Jami'ah Al-Islamiyah di Madinah pada April 1962 atas undangan [[Saud dari Arab Saudi|Raja Saud dari Arab Saudi]] melalui Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta. Pada Muktamar Buhutsul Islamiyah di [[Universitas Al-Azhar]] yang berlangsung di Mesir, ia berturut-turut hadir pada tahun 1964, 1965, 1966, dan 1967. Dalam muktamar ini, Mahmud Yunus mengemukakan makalah berjudul "Al-Israiliyyat fit Tafsir wal Hadits" yang mendapat tanggapan serius dari peserta. Pada tahun 1969, Mahmud Yunus kembali diundang untuk menghadiri Majelis A’la Istisyari Al-Jami’ah Al-Islamiyah di Madinah.{{sfn|Riwayat Hidup...|tt|pp=45}}
 
Pulang dari kunjungan kerjanya ke negara-negara Islam, Yunus kembali ke Indonesia dalam kesehatan yang kurang baik. Pada awal tahun 1970, kesehatan Yunus mulai menurun dan beberapa kali masuk rumah sakit. Menjadi rektor pertama [[IAIN Imam Bonjol]] adalah jabatan terakhir yang diemban Mahmud Yunus selama menjadi pegawai Departemen Agama. Ia mengemban jabatan ini dari tahun 1967 sampai 1970. Pada 15 Oktober 1977, ia memperoleh gelar doktor kehormatan di bidang ilmu tarbiyah dari IAIN Jakarta atas perjuangannya dalam pengembangan pendidikan Islam di Indonesia. Pada 16 Januari 1982, ia meninggal dalam usia 82 tahun.