Papua: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Envapid (bicara | kontrib)
Kolonialisme di Papua: perbaikan kesalahan dan duplikasi
Envapid (bicara | kontrib)
Baris 174:
Pada sidang BPUPKI 11 Juni 1945, berbeda dengan mayoritas anggota BPUPKI yang menginginkan Indonesia merdeka meliputi seluruh bekas Hindia Belanda, Malaya, Borneo Utara, [[Mohammad Hatta]] tidak setuju, “Saya sendiri ingin mengatakan bahwa Papua sama sekali tidak saya pusingkan, bisa diserahkan kepada bangsa Papua sendiri. Bangsa Papua juga berhak menjadi bangsa merdeka,” kata Hatta. Lanjutnya “Kalau sudah ada bukti, bukti bertumpuk-tumpuk yang mengatakan bahwa bangsa Papua sebangsa dengan kita dan bukti-bukti itu nyata betul-betul, barulah saya mau menerimanya. Tetapi buat sementara saya hanya mau mengakui, bahwa bangsa Papua adalah bangsa Melanesia,” yang tercatat dalam Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 29 Mei 1945—19 Agustus 1945.<ref name="Sitompul 2019">{{cite web | last=Sitompul | first=Martin | title=Ketika Hatta Menolak Papua | website=Historia | date=2019-05-17 | url=https://historia.id/amp/politik/articles/ketika-hatta-menolak-papua-vqjeJ | language=id | access-date=2022-01-30}}</ref>
 
Pada tahun 1945, oleh Residen JP Van Eechoud dibentuklah sekolah Bestuur. Di sana ia menunjuk AdmoprasojoAtmoprasojo, mantan tahanan diguli, menjadi Direkturdirektur Sekolahsekolah Bestuur untuk mendidik Anak-anakkaum Papua untuk menyediakan Kaum Terpelajarterpelajar Papua. Sementara itu AdmoprsojoAdmoprasojo menggunakan posisinya untuk membujuk murid-muridnya bahwa [[pemerintah Belanda]] adalah [[penjajah]] dan upaya [[Pemerintah Belanda]] adalah upaya melanjutkan [[Penjajahan]] di [[Papua]] maka ia meminta kaum terpelajar harus ikuti kemerdekaan Indonesia. Beberapa murid yang setuju{{butuh rujukan}} melakukan pertemuan tertutup di Tobati, [[Port Numbay]] kini [[Jayapura|Hollandia]]. Untuk melawan upaya [[Dekolonisasi Papua]] oleh [[Pemerintah Belanda]] turut dibicarakan penggantian sebuah nama oleh Frans Kaisiepo selaku ketua Panitiapanitia kemudian mengambil sebuah nama yaitu [[Irian]] dari sebuah mitos Manseren Koreri, sebuah legenda yang termahsyur dan dikenal luas oleh masyarakat luas Biak, yaitu [[Irian]]. Nama itu dimanipulasi dari bahasa Biak Numfor, “Iri” artinya tanah, "an" artinya panas. Dengan demikian nama Irian artinya tanah panas. Pada perkembangan selanjutnya, setelah diselidiki ternyata terdapat beberapa pengertian yang sama di tempat seperti Serui dan Merauke. Dalam bahasa Serui, "Iri" artinya tanah, "an" artinya bangsa, jadi Irian artinya Tanah bangsa, sementara dalam bahasa Merauke, "Iri" artinya ditempatkan atau diangkat tinggi, "an" artinya bangsa, jadi Irian adalah bangsa yang diangkat tinggi. Pada perkembangan selanjutnya nama [[Irian]] menjadi akronim untuk [[Ikuti Republik Indonesia Anti Nederlands]] sebagai Kampanyekampanye Menentang [[Kemerdekaan Papua]] yang tengah diupayakan olehmenentang [[Pemerintah Belanda]].<ref name="Wanggai 2008">{{cite thesis |last=Wanggai |first=Tony V.M. |date=2008 |title=Rekonstruksi Sejarah Islam di Tanah Papua |publisher=UIN Syarif Hidayatullah|url=https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7292/1/Toni%20Victor%20M.%20Wanggai_Rekonstruksi%20Sejarah%20Umat%20Islam%20di%20Tanah%20Papua.pdf|access-date=2022-01-30|language=id}}</ref> Pada Desember 1945, direncanakan pemberontakan terhadap Belanda pada tanggal 25 Desember yang berpusat di Kampung Harapan, yang dipimpin Admoprasojo dan murid-muridnya beserta beberapa anggota KNIL, Batalyon Papua, dan mantan Heiho. Namun pemerintah Belanda mengetahui rencana setelah diberi tahu salah satu anggota Batalyon Papua. Otoritas Belanda memberi isu penyerangan kampung kristen akan dilakukan oleh anggota pemberontak yang beragama muslim, dan mengerahkan pasukan KNIL yang berpusat di Kloofkamp yang berjarak 40 km dari Kampung Harapan untuk mengepungnya pada tanggal 15 Desember. Kemudian menggunakan pasukan asal Rabaul, Papua Nugini, Belanda menangkap 250 calon pemberontak, dan menangkap Atmoprasojo, Corinus Krey, Marthen Indey dan Silas Papare sebagai pemimpin operasi untuk dibawa ke Hollandia.<ref name="Lumintang 1997">{{cite book |last1=Lumintang |first1=Onnie |last2=Haryono |first2=P. Suryo |last3=Gunawan |first3=Restu |last4=Nurhajarini |first4=Dwi Ratna |title=Biografi Pahlawan Nasional Marthin Indey dan Silas Papare |date=1997 |publisher=[[Ministry of Education and Culture (Indonesia)|Ministry of Education and Culture]] |location=Indonesia |url=http://repositori.kemdikbud.go.id/7607/1/BIOGRAFI%20PAHLAWAN%20NASIONAL%20MARTHIN%20INDEY%20DAN%20SILAS%20PAPARE.pdf |language=id|access-date=2022-02-10}}</ref>
 
Pada tanggal [[16 Juli]] [[1946]],[[Frans Kaisiepo]] yang dipilih untuk mewakili Nieuw Guinea hadir untuk konferensi di Malino-Ujung Pandang, sebelum pergi ke Malino pada 9 Juli 1946, atas saran Corinus Krey, Frans Kaisiepo bertemu dengan Admoprasojo di penjara Abepura, Hollandia yang difasilitasi oleh sipir Elly Uyo dan anggota batalyon papua, Johan Aer. Di pertemuan ini mereka setuju untuk menggunakan nama Irian.<ref name="Kemdikbud 1983 p.72-73">{{Cite web|last1=Patiara|first1=John|last2=Renwarin|first2=Herman|last3=Soedharto|first3=Bondan|last4=Palangan|first4=M.|date=1983|title=Sejarah Perlawanan Terhadap Imperialis dan Kolonialisme di Daerah Irian Jaya|url=http://repositori.kemdikbud.go.id/14100/1/Sejarah%20perlawanan%20terhadap%20imperialisme%20dan%20kolonialisme%20di%20daerah%20irian%20jaya.PDF|website=Kemdikbud|pages=72–73| access-date=2021-11-03}}</ref> Di Malino melalui pidatonya dalam penyiaran radio nasional, mengumumkan pergantian nama Papua dan Nieuw Guinea dengan nama Irian dan seharusnya masuk menjadi wilayah Indonesia, nama Irian adalah satu nama yang mengandung arti politik. Frans Kaisepo pernah mengatakan “Perubahan nama Papua menjadi Irian, kecuali mempunyai arti historis, juga mengandung semangat perjuangan: IRIAN artinya Ikut Republik Indonesia Anti Nederland”. (Buku PEPERA 1969 terbitan tahun 1972, hal. 107-108). Di saat yang bersamaan pada tanggal 17 Juli 1946, Panggoncang Alam melancarkan pemberontakan untuk melepaskan Atmoprasojo dengan melucuti pasukan KNIL dan menyerang beberapa lokasi walau akhirnya gagal. Silas Papare dianggap memiliki andil dalam peristiwa tersebut diasingkan dari Hollandia ke Serui, dimana dia bertemu dengan Sam Ratulangi yang sudah lebih dahulu diasingkan disana. Selanjutnya PKII (Partai Kemerdekaan Indonesia Irian) didirikan oleh Papare di Serui bersama Alwi Rachman sebagai wakil, dan Sam Ratulangi sebagai penasihat. Komite Indonesia Merdeka (KIM) organisasi berasal di Melbourne mendirikan cabang Abepura pada Oktober 1946, dipimpin oleh Dr. J.A. Gerungan, yang setelah dipindahkan, dipimpin oleh Marthen Indey. Di Manokwari, Gerakan Merah Putih didirikan oleh Petrus Walebong dan Samuel Damianus Kawab<ref name="25 Tahun Trikora">{{cite book | title=25 tahun Trikora | website=Google Play Books | year=1988 | publisher=Yayasan Badan Kontak Keluarga Besar Perintis Irian Barat | url=https://play.google.com/books/reader?id=650vAAAAMAAJ&pg=GBS.PR2&hl=en | language=rw | access-date=2021-11-01}}</ref>, gerakan ini kemudian menyebar ke Babo, Kokas, dan Sorong.<ref name="Irian Jaya (Indonesia) 1987 p. 9">{{cite book | author=Irian Jaya (Indonesia) | title=Irian Jaya, the Land of Challenges and Promises | publisher=Alpha Zenith | year=1987 | url=https://books.google.com/books?id=judyAAAAMAAJ | access-date=2021-11-01 | page=9}}</ref> Cabang KIM di Biak diubah menjadi Partai Indonesia Merdeka (PIM) oleh Lukas Rumkorem, sedangkan di Sorong, Perintis Kemerdekaan didirikan oleh Sangaji Malan.<ref name="Sulindo 2019">{{cite web | last=Sulindo | first=Redaksi | title=Meluruskan Sejarah (Bagian 3, Selesai) | website=Koran Sulindo | date=2019-11-24 | url=https://koransulindo.com/meluruskan-sejarah-bagian-3-selesai/ | access-date=2022-02-10}}</ref>
 
Para tanggal 17 Agustus 1947, para pekerja Nederlandsch Nieuw Guinea Petroleum Maatschappij, mendirikan Persatuan Pemuda Indonesia (PPI) yang dipimpin Abraham Koromath. Pada tanggal 19 Maret 1948 terjadi pemberontakan terhadap Belanda di Biak yang dipimpin oleh Stevanus Yoseph dengan Petro Jandi, Terianus Simbiak, Honokh Rambrar, Petrus Kaiwai and Hermanus Rumere. Para pemimpin pemberontakan ditangkap dan Petro Jandi dihukum mati, dan lainnya dipenjara.<ref name="Lumintang 2018 pp. 47–60">{{cite journal | last=Lumintang | first=Onie M. | title=THE RESISTANCE OF PEOPLE IN PAPUA (1945-1962) | journal=Historia: Jurnal Pendidik Dan Peneliti Sejarah | volume=10 | issue=2 | date=2018-07-27 | issn=2615-7993 | doi=10.17509/historia.v10i2.12221 | pages=47–60 | doi-broken-date=4 November 2021 | url=https://ejournal.upi.edu/index.php/historia/article/view/12221 | access-date=2021-11-01}}</ref><ref name="Sulindo 2019">{{cite web | last=Sulindo | first=Redaksi | title=Meluruskan Sejarah (Bagian 3, Selesai) | website=Koran Sulindo | date=2019-11-24 | url=https://koransulindo.com/meluruskan-sejarah-bagian-3-selesai/ | access-date=2022-02-10}}</ref>
Pada tanggal 23 Agustus 1949 Konferensi Meja Bundar (KMB) dilakukan di Deen Hag, Belanda sebagai upaya pengakuan Kemerdekaan Republik Indonesia. Indonesia menuntut [[Pemerintah Belanda]] mengakui Kemerdekaan Indonesia dari Sabang sampai Merauke dan permasalahan mengenai status Irian Barat dibicarakan kemudian.
Saat itu Kemerdekaan Indonesia diakui [[Pemerintah Belanda]] dari Aceh sampai Ambon dengan sistem [[Pemerintahan Federal]] yang dikenal dengan [[Republik Indonesia Serikat]]. Pemerintah Belanda menginginkan agar daerah masing-masing wilayah Indonesia harus membangun masing-masing wilayah administrasinya dengan pertanggungjawaban kepada pemerintah [[(RIS)]] sebagai Negara Bagian.
 
Pada tanggal 23 Agustus 1949 Konferensi Meja Bundar (KMB) dilakukan di Deen Hag, Belanda sebagai upaya pengakuan Kemerdekaan Republik Indonesia. Indonesia menuntut [[Pemerintah Belanda]] mengakui Kemerdekaan Indonesia dari Sabang sampai Merauke dan permasalahan mengenai status Irian Barat dibicarakan kemudian. Saat itu Kemerdekaan Indonesia diakui [[Pemerintah Belanda]] dari Aceh sampai Ambon dengan sistem [[Pemerintahan Federal]] yang dikenal dengan [[Republik Indonesia Serikat]]. Pemerintah Belanda menginginkan agar daerah masing-masing wilayah Indonesia harus membangun masing-masing wilayah administrasinya dengan pertanggungjawaban kepada pemerintah [[(RIS)]] sebagai Negara Bagian.
Untuk wilayah Irian, [[Pemerintah Belanda]] menolak digabungkannya wilayah tersebut ke dalam [[Republik Indonesia Serikat]] karena telah mendaftarkan Wilayah Non Self Government Territory di PBB yang akan didekolonisasi menjadi sebuah Negara Merdeka.{{butuh rujukan}} Pada tahun [[1946]], berdasarkan data resolusi 66(I), Daftar Wilayah Non Self Government Territory di PBB mencakup seluruh wilayah Netherlands Indies.<ref name="UN">{{cite web | last=Nations | first=United | title=Transmission of Information under Article 73 of the Chapter| website=ny.un.org | url=https://documents-dds-ny.un.org/doc/RESOLUTION/GEN/NR0/033/17/PDF/NR003317.pdf?OpenElement | language=en | access-date=2022-02-02}}</ref>. [[Belanda]] kembali mengubah nama Papua dari Nieuw Guinea menjadi Nederlands Nieuw Guinea. Perubahan nama tersebut sejalan dengan upaya [[pemerintah Belanda]] untuk [[Dekolonisasi Nieuw Guinea]] sesuai dengan Piagam PBB 1945 tentang Penghapusan Wilayah Koloni.{{butuh rujukan}} Menurut Arend Lijphart, motivasi Belanda memisahkan wilayah Papua didasari oleh letak strategisnya untuk pusat tentara laut di pasifik, memindahkan Indo-eurasian dari wilayah Indonesia lainnya, dan mengontrol kepentingan ekonomisnya di Indonesia.<ref>Arend Lijphart, ''Trauma of Decolonization'', pp. 25–35, 39–66</ref>
 
Untuk wilayah Irian, [[Pemerintah Belanda]] menolak digabungkannya wilayah tersebut ke dalam [[Republik Indonesia Serikat]] karena telah mendaftarkan Wilayah Non Self Government Territory di PBB yang akan didekolonisasi menjadi sebuah Negara Merdeka.{{butuh rujukan}} Pada tahun [[1946]], berdasarkan data resolusi 66(I), Daftar Wilayah Non Self Government Territory di PBB mencakup seluruh wilayah Netherlands Indies.<ref name="UN">{{cite web | last=Nations | first=United | title=Transmission of Information under Article 73 of the Chapter| website=ny.un.org | url=https://documents-dds-ny.un.org/doc/RESOLUTION/GEN/NR0/033/17/PDF/NR003317.pdf?OpenElement | language=en | access-date=2022-02-02}}</ref>. [[Belanda]] kembali mengubah nama Papua dari Nieuw Guinea menjadi Nederlands Nieuw Guinea. Perubahan nama tersebut sejalan dengan upaya [[pemerintah Belanda]] untuk [[Dekolonisasi Nieuw Guinea]] sesuai dengan Piagam PBB 1945 tentang Penghapusan Wilayah Koloni.{{butuh rujukan}} Menurut Arend Lijphart, motivasi Belanda memisahkan wilayah Papua didasari oleh letak strategisnya untuk pusat tentara laut kerajaan Belanda di pasifik, memindahkan Indo-eurasian dari wilayah Indonesia lainnya, dan untuk mengontrol kepentingan ekonomisnya di Indonesia.<ref>Arend Lijphart, ''Trauma of Decolonization'', pp. 25–35, 39–66</ref>
 
Pada tanggal 15 Juni 1960, legislasi New Guinea Organic law diadopsi di parlemen Belanda, dengan demikian Dewan Papua yang dikenal dengan nama [[Nieuw Guinea Rad]] dibentuk. Di dalam kegiatan dewan ini salah satunya adalah mengkaji sejarah dan budaya Papua dengan membentuk [[Dewan Adat Papua]], termasuk pembentukan [[Partai Politik Papua]], serta mengizinkan Keterlibatan [[Partai Politik Papua]] dalam Pemilihan Dewan Papua atau [[Nieuw Guinea Rad]], selanjutnya [[Nieuw Guinea Rad]] menciptakan sebuah [[Simbol Bangsa Papua]] yaitu nama [[Bangsa Papua]] sebagai [[West Papua]] atau [[Papua Barat]], [[Burung Mambruk]] sebagai simbol [[Bangsa Papua]], Bendera [[Bintang Kejora]] sebagai [[Bendera Papua Barat]], lagu [[Hai Tanahku Papua]] sebagai [[Lagu Kebangsaan Papua Barat]], uang [[Gulden Nieuw Guinea]] sebagai [[Mata Uang Bangsa Papua Barat]] mempersiapkan [[Dekolonisasi Papua]] atau [[Kemerdekaan Papua]] di rencanakan penyerahan [[kemerdekaan Papua]] secara [[de facto]] tahun [[1961]]. Pada tanggal 19 October 1961, [[Nieuw Guinea Rad|Dewan Nugini]] mengajukan manifesto untuk permohonan izin mendeklarasikan Simbol Bangsa Papua Barat. Maka pada [[1 Desember]] [[1961]], [[Pemerintah Belanda]] mengizinkan simbol tersebut diadopsi sebelah bendera belanda.<ref name="Veur 1963 pp. 54–73">{{cite journal | last=Veur | first=Paul W. van der | title=Political Awakening in West New Guinea | journal=Pacific Affairs | publisher=Pacific Affairs, University of British Columbia | volume=36 | issue=1 | year=1963 | issn=0030-851X | jstor=2754774 | pages=54–73 | doi=10.2307/2754774 | url=http://www.jstor.org/stable/2754774 | access-date=2021-11-03}}</ref>