Pertapaan Bunda Pemersatu Gedono: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8.6
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 1 sources and tagging 1 as dead.) #IABot (v2.0.9.2
Baris 55:
[[Berkas:Xi wang yang shan sheng tang.jpg|jmpl|lurus|Capela de Nossa Senhora da Penha, Makau]]
 
Sejak tahun 2001 Pertapaan Gedono secara berkala kedatangan biarawati-biarawati dari [[Tiongkok]] yang hendak mendalami panggilan [[monastik]], karena para rubiah Gedono diberikan tanggung jawab untuk membimbing suatu komunitas di Tiongkok. Abdis Martha dan rubiah Gedono lainnya juga secara rutin berkunjung ke Tiongkok untuk membentuk kaum muda [[Sistersien]] di sana.<ref>{{harvnb|Andriyani|2014|p=44}}</ref> Pada tahun 2007 komunitas rubiah Gedono merasa terdorong untuk membentuk komunitas baru di Tiongkok dan mereka mulai mencari tempat. Abbas [[Our Lady of Joy Abbey]] di [[Pulau Lantau]], [[Hong Kong]], mengajukan [[Makau]] di pesisir selatan Tiongkok sebagai bahan pertimbangan mereka. Para rubiah tersebut menerimanya dan sang abbas menghubungi Mgr. [[José Lai]], [[Keuskupan Katolik Roma Makau|Uskup Makau]], yang menyambut permohonan mereka dengan senang hati.<ref name=OLSH>{{en}} {{citation |url=http://www.trappistine-community-our-lady-star-of-hope.org/our-community |title=Community Our Lady Star of Hope |publisher=www.trappistine-community-our-lady-star-of-hope.org |accessdate=30-04-2016 |archive-date=2016-08-11 |archive-url=https://web.archive.org/web/20160811002857/http://www.trappistine-community-our-lady-star-of-hope.org/our-community |dead-url=yes }}</ref>
 
Setelah serangkaian proses lanjutan untuk menegaskan panggilan mereka, pada bulan Juni 2009 tiga rubiah perintis dari Gedono—beserta seorang rubiah Italia—diberangkatkan ke Makau untuk mempelajari [[bahasa Kanton]].<ref name=OLSH/><ref name=UCAN>{{en}} {{citation |url=http://www.ucanews.com/story-archive/?post_name=/2010/01/19/trappist-nuns-to-set-up-in-macau&post_id=51387 |title=Trappist nuns to set up in Macau |date=19-01-2010 |publisher=ucanews.com}}</ref> Dalam rentang waktu tahun 2010 – 2012, tiga rubiah tambahan dari Gedono diutus ke sana untuk turut membantu. Pembentukan komunitas baru tersebut telah disetujui oleh Kapitel Umum OCSO pada bulan September 2011, dan mereka mulai resmi menjalani kehidupan [[monastik]] secara kanonik pada hari [[Minggu Kerahiman Ilahi]] tanggal 15 April 2012. Untuk sementara mereka ditempatkan di kompleks [[Capela de Nossa Senhora da Penha]] (Kapela Maria Bunda Batu Karang), mengerjakan pekerjaan harian seperti membersihkan gereja dan bangunan bersejarah di tempat mereka tinggal, serta membuat kue,<ref name=OLSH/> sembari menunggu selesainya pembangunan biara di [[Pulau Coloane]].<ref name=UCAN/> Namanya Biara Trapistin "Our Lady Star of Hope" (Bunda Maria Bintang Pengharapan), dan Pertapaan Santa Maria Rawaseneng ditetapkan sebagai biara induknya.<ref name=OLSH/><ref name=Macau>{{en}} {{citation |url=http://www.ocso.org/monasteries/geographical-regions/asia/macau/ |title=Macau |publisher=Ordo Cisterciensis Strictioris Observantiae |accessdate=30-04-2016}}</ref>
Baris 101:
{{lihat pula|Trapis#Kehidupan monastik|Pertapaan Santa Maria Rawaseneng#Kehidupan monastik}}
 
Para rubiah Gedono, seperti halnya semua rubiah dan rahib dari Ordo [[Trapis]], menjalani kehidupan sesuai teladan Santo [[Benediktus]] sebagaimana tertulis dalam [[Peraturan Santo Benediktus]] yang dibacakan setiap hari seusai Ibadat Pagi ([[Laudes]]) pk 05.45.<ref name=25Tahun/> Kehidupan [[Kontemplasi Kristen|kontemplatif]] yang mereka lakukan diarahkan sepenuhnya kepada Allah dalam keheningan, doa, dan semangat pertobatan yang berkesinambungan.<ref name=Cahyono/> Karena pertobatan dipandang membutuhkan penyadaran secara terus-menerus, maka kehidupan mereka utamanya "berada dalam Masa Puasa".<ref>{{citation |url=http://www.wkicu.net/bulletin/Mar04.pdf |title=Berita WKICU |page=5 |publisher=WKICU |date=Maret 2004 }}{{Pranala mati|date=Desember 2022 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref> Kehidupan para rubiah Gedono dijalani tanpa banyak berbicara, sama seperti para rahib Rawaseneng, sehingga orang Jawa mengatakan kalau mereka "''mbatin''" (berbicara dalam hati).<ref>{{citation |url=https://books.google.co.id/books?id=4b2Lz_bXq6wC&pg=PA128 |title=Tanda |author=Jost. Kokoh, Pr. |year=2013 |publisher=Penerbit Kanisius |isbn=9789792122770 |page=128 |accessdate=2016-05-15 |archive-date=2016-06-03 |archive-url=https://web.archive.org/web/20160603045905/https://books.google.co.id/books?id=4b2Lz_bXq6wC&pg=PA128 |dead-url=yes }}</ref>
 
Selain perayaan [[Ekaristi]], setiap hari mereka melaksanakan rangkaian [[Horarium|Ibadat Harian]] sebanyak 7 kali; pertama-tama dimulai dengan "Ibadat Malam" (saat ini disebut Ibadat Bacaan atau [[Officium lectionis]]) pada pk 03.15, yang dilanjutkan dengan [[doa hening]] selama 30 menit dan ''[[Lectio Divina]]'' (Bacaan Ilahi), kemudian diakhiri dengan Ibadat Penutup ([[Completorium]]) pada pk 18.55.<ref name=25Tahun/><ref name=Susilo/> Lagu-lagu dalam Ibadat Harian di lingkungan [[Gereja Katolik]] (khususnya [[Ritus Roma]]) umumnya dinyanyikan dengan musik [[Kidung Gregorian|Gregorian]], namun Pertapaan Gedono memiliki salah satu kekhasan yaitu penggunaan musik [[Ritus Bisantin|Bizantin]] dari [[Kekristenan Timur]] dalam Ibadat Penutup pada hari Minggu dan hari raya.<ref>{{citation |title=Bunda Pemersatu - Buku Pendamping untuk Kaset Bunda Pemersatu |others=PML 102-U |publisher=Pusat Musik Liturgi |location=Yogyakarta |date=1991 |chapter=Kata Pengantar |edition=Cetakan ketiga, 1999}}</ref> Selain menggunakan alat musik [[Organ (alat musik)|organ]], mereka juga menggunakan [[cetra]]—yaitu [[siter]] yang konon diciptakan secara khusus untuk liturgi monastik oleh seorang rahib Prancis—pada "Ibadat Malam" dan perayaan Ekaristi hari biasa. Kekhasan lainnya yaitu penggunaan musik Jawa dengan lagu [[pelog]] yang diiringi alat musik seperti [[Gender (musik)|gender]], [[bonang]], dan [[slenthem|slentem]] pada Ibadat Penutup hari biasa;<ref name=Susilo/><ref>{{citation |url=https://majalah.tempo.co/konten/2016/04/11/SEL/150454/Gregorian-Jawa-Minus-Latin/07/45 |date=11-04-2016 |title=Gregorian Jawa, Minus Latin |publisher=[[Tempo (majalah)|TEMPO]]}}</ref> teks ibadat tersebut telah mereka hafalkan karena dinyanyikan dalam [[kapel]] dengan kondisi gelap.<ref>{{citation |title=Inkulturasi di Gedono - Ibadat Penutup dan Lagu-Lagu Lepas Inkulturatif |others=PML 1044, CD Audio |publisher=Pusat Musik Liturgi |location=Yogyakarta}}</ref>