Afdeling Paser dan Tanah Bumbu: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Rescuing 0 sources and tagging 1 as dead.) #IABot (v2.0.8.6 |
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler pranala ke halaman disambiguasi |
||
Baris 59:
== Kerajaan Tanah Bumbu ==
Kerajaan Tanah Bumbu adalah kerajaan bawahan dari [[Kesultanan Banjar]] yang pernah berdiri pada abad ke-17 di bagian timur provinsi [[Kalimantan Selatan]]. Sebelumnya wilayah ini merupakan wilayah kerajaan Pamukan yang telah musnah karena diserang musuh dari luar, yang juga merupakan bawahan dari Kesultanan Banjar. [[Sultan Banjar]] menunjuk [[Pangeran Dipati Tuha]] sebagai [[Raja Tanah Bumbu]] I.
* Dalam Hikayat Banjar ada dua orang yang memakai gelar Pangeran Dipati Tuha yaitu Sultan Banjar V Inayatullah (= Ratu Agung) yang sering disebut [[Pangeran Dipati Tuha]] (ke-1). [[Sultan Inayatullah]] dengan selirnya ]]Si Dayang Putih]] memiliki seorang puteri bernama [[Gusti Batar]] yang menikah dengan [[Raden Halus]] putera [[Panembahan di Darat]]. Kemudian ketika upacara pelantikan [[Sultan Saidullah]] bin Sultan Inayatullah, Raden Halus ini dianugerahi gelar [[Pangeran Dipati Tuha]] (ke-2). Kemungkinan Raja Tanah Bumbu I ini adalah Pangeran Dipati Tuha (ke-2), yang merupakan [[menantu]] dari Pangeran Dipati Tuha (ke-1) alias Sultan Inayatullah. Jadi Pangeran Dipati Tuha (ke-2) merupakan adik ipar Sultan Saidullah bin Pangeran Dipati Tuha (ke-1).
Raja Tanah Bumbu I yaitu Pangeran Dipati Tuha ([[1660]]-[[1700]]) digantikan anaknya [[Pangeran Mangu]] ([[1700]]-[[1740]]). [[Ratu Mas]] ([[1740]]-[[1780]]) menggantikan ayahnya Pangeran Mangu, dan menikahi [[Daeng Malewa]] (dianugerahi gelar Pangeran Dipati).
Raja Tanah Bumbu antara lain:
Baris 71:
# Selanjutnya menjadi kerajaan Bangkalaan sejak 1780<ref>Truhart P., Regents of Nations. Systematic Chronology of States and Their Political Representatives in Past and Present. A Biographical Reference Book, Part 3: Asia & Pacific Oceania, München 2003, s. 1245-1257, ISBN 3-598-21545-2.</ref>
* Pada tahun [[1780]], kerajaan Tanah Bumbu dibagi dua wilayah. Bagian utara diserahkan kepada Pangeran Prabu, disebut [[Kerajaan Bangkalaan]] yang merupakan pusat kerajaan Tanah Bumbu sebelumnya. Sedangkan bagian selatan diserahkan kepada Ratu Intan I menjadi Ratu [[Tjangtoeng]] I dan [[Batoe Litjin]] I. Ia menikah dengan Sultan III dari [[Kesultanan Pasir]] yaitu [[Sultan Dipati Anom Alamsyah Aji Dipati]] (1768-1799). Di wilayah kerajaan selatan ini terdapat daerah Kusan, yang kemudian diserahkan oleh Ratu Intan I kepada keponakannya Pangeran Amir sebagai Raja Kusan I. Ratu Intan I mendukung perjuangan Pangeran Amir untuk menuntut tahta Kesultanan Banjar peninggalan ayahnya, [[Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah]]. Tentu saja penunjukkan Pangeran Amir sebagai Raja Kusan ini ditentang oleh rivalnya yaitu pemerintahan pusat [[keraton Banjar]] di [[Kayu Tangi]] ([[Martapura]]) yang segera juga menunjuk [[Puwana Deke]] sebagai penguasa [[Kerajaan Pagatan]] pada kawasan yang sama. [[Pangeran Amir]] akhirnya terusir dari wilayah Kusan. Kelak sebagai penguasa baru [[kerajaan Kusan]] ini ditunjuk Pangeran Muhammad Nafis. Di wilayah selatan ini kemudian pada tahun [[1861]] didirikan juga Kerajaan [[Sabamban]] dan Kerajaan [[Poelau Laoet]].
* Kerajaan Bangkalaan yang terletak di wilayah utara kemudian dibagi menjadi beberapa kerajaan kecil kepada anak-anak Pangeran Prabu:
# Pangeran Nata sebagai
# Pangeran Seria sebagai Raja [[Tjingal]] I, Tjangtoeng II dan Batoe Litjin II, Bangkalaan III.
# Ratu Agung Gusti Besar sebagai
# Pangeran Mangku Gusti Ali sebagai
* Sebelum tahun [[1841]] Ratu Agung Gusti Besar sebagai penguasa '''[[Bangkalaan]]''', [[Sampanahan]] dan [[Manoenggoel]] dan [[Pangeran Seria]] penguasa [[Tjingal]], [[Tjangtoeng]] and [[Batoe Litjin]] kemudian menggantikan abangnya, Pangeran Nata menjadi Raja Bangkalaan III. Saudaranya yang lain, Pangeran Mangku Gusti Ali, menjabat kepala pemerintahan Sampanahan. Ratu Agung Gusti Besar menikahi Aji Raden dari Pasir, kemudian [[Ratu Agung Gusti Besar]] digantikan anaknya, [[Pangeran Aji Jawi]] sampai [[1841]].
* Sekitar tahun [[1846]] merupakan pemerintahan Ratu Intan II sebagai Ratu '''Bangkalaan''' IX, Manoenggoel dan Tjingal II. Ratu Intan II menikahi Pangeran Agung Aji Pati dari Pasir, yang mendampinginya menjabat kepala pemerintahan sampai meninggalnya, yaitu pada tahun [[1846]]. Aji Pati juga dianggap sebagai Raja Bangkalaan IX. Ratu Intan II kemudian menikahi [[Pangeran Abdul Kadir]] dari [[Kusan]], yang kelak pada tahun [[1861]] menjadi [[Raja Poelau Laoet]].
* Dalam [[Staatblaad]] tahun 1898 no. 178, yang secara tegas disebut sebagai kerajaan adalah [[Kerajaan Kota Waringin]] di [[Kalimantan Tengah]] sekarang, tetapi distrik-distrik di atas memang sering disebut sebagai raja misalnya misalnya [[Raja-raja Kotabaru]] ([[Poelau Laoet]]).
* Pemerintah sipil di wilayah [[Kalimantan Timur]]-[[Kalimantan Tenggara]] di bawah kekuasaan [[asisten Residen]] [[GH Dahmen]] yang berkedudukan di [[Kutai]] ([[Samarinda]]). Pemerintah swapraja dikuasakan kepada beberapa kepala.
* Kepala di Poelau Laoet yang baru dibentuk dijabat oleh Pangeran Abdul Kadir. Kepala di [[Pulau Batoe Litjin]] [dan Tjangtoeng?] dijabat oleh [[Pangeran Syarif Hamid]]. Kepala [[Pulau Sampanahan]] dijabat oleh Pangeran Mangku Gusti Ali. Kepala di Pulau '''Bangkalaan''', Tjingal. Manoenggel dijabat oleh Pangeran Muda Muhammad Arifbillah Aji Samarang putra dari Pangeran Agung Aji Pati. Kepala di Pulau Sabamban yang baru dibentuk dijabat oleh [[Pangeran Syarif Ali Alaydrus]]. '''Bangkalaan''' merupakan pusat dari wilayah ini sejak masih bernama Kerajaan Tanah Bumbu. Pemerintah sipil dibentuk sekitar [[1860]]-[[1863]], pasca dihapuskannya kesultanan Banjar oleh penguasa [[kolonial Belanda]] pada [[1860]].
Di [[Kalimantan Tenggara]] yang secara [[aktual]] bagian dari [[Kesultanan Banjar]] menjadi lebih atau lebih [[semi-independen]]. Belanda mendaftarkan penguasa lokal tersebut sebagai Raja dan Sultan Bawahan Hindia Belanda.
== Referensi ==
|