Leukosis sapi enzootik: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
RianHS (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
RianHS (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 36:
 
=== Penyebaran penyakit ===
Leukosis sapi enzootik tersebar di seluruh dunia dengan tingkat kejadian yang bervariasi. Pada tahun 2020, EBL telah diberantas di lebih dari 20 negara, sementara Amerika Serikat, Kanada, Brasil, Argentina, Jepang, dan Tiongkok memiliki [[prevalensi]] yang cukup tinggi.<ref>{{Cite journal|last=Bartlett|first=Paul C.|last2=Ruggiero|first2=Vickie J.|last3=Hutchinson|first3=Holden C.|last4=Droscha|first4=Casey J.|last5=Norby|first5=Bo|last6=Sporer|first6=Kelly R. B.|last7=Taxis|first7=Tasia M.|date=2020|title=Current Developments in the Epidemiology and Control of Enzootic Bovine Leukosis as Caused by Bovine Leukemia Virus|url=https://www.mdpi.com/2076-0817/9/12/1058|journal=Pathogens|volume=9|issue=12|pages=1058|doi=10.3390/pathogens9121058|issn=2076-0817|pmc=PMC7766781}}</ref> Prevalensi EBL cenderung meningkat pada peternakan sapi perah dan berbanding lurus dengan semakin banyaknya populasi mereka; hal sebaliknya terjadi pada sapi potong. Secara umum, prevalensi infeksi virus meningkat seiring dengan bertambahnya usia sapi.<ref name=":0" />
 
==== Indonesia ====
 
Leukosis sapi enzootik mulai mendapatkan perhatian di Indonesia pada 1986, saat negara ini akan mengimpor sapi perah dari Amerika Serikat. Pemerintah mengeluarkan peraturan untuk mengendalikan penyakit ini pada tahun 1988. Hasil pemeriksaan [[imunodifusi gel agar]] (AGID) antara dari 1987 hingga 1989 menunjukkan spesimen dari Cilacap, Salatiga, dan Surabaya memiliki angka seropositif yang relatif tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya,<ref name=":1" /> sementara studi pada tahun 1990 menunjukkan hasil seropositif untuk spesimen dairdari Lampung, Jawa Barat, dan Jawa Timur.<ref>{{Cite journal|last=Sarosa|first=A.|last2=Ronohardjo|first2=P.|last3=Daniels|first3=P.W.|date=1990|title=Preliminary studies of bovine leukemia virus in Indonesia|url=https://agris.fao.org/agris-search/search.do?recordID=TH19970151706|journal=7th Congress of the Federation of Asian Veterinary Associations (FAVA). Chonburi (Thailand)}}</ref> Penelitian pada 2015 menunjukkan hasil positif [[Reaksi berantai polimerase|PCR]] dan AGID pada spesimen darah sapi yang berasal dari [[Lembang, Bandung Barat|Lembang]] dan Palembang.<ref>{{Cite journal|last=M.|first=Saepulloh|last2=I.|first2=Sendow|date=2015|title=Effectivity of PCR and AGID methods to detect of enzootic bovine leukosis in Indonesia|url=http://medpub.litbang.pertanian.go.id/index.php/jitv/article/view/1120|journal=Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner|volume=20|issue=1|doi=10.14334/jitv.v20i1.1120|issn=2252-696X}}</ref> Pada 2021, spesimen darah sapi bali di [[Kabupaten Konawe Selatan|Konawe Selatan]] menunjukkan hasil seropositif dengan [[ELISA]] antibodi yang berkorelasi dengan temuan tanda klinis berupa limfosarkoma.<ref>{{Cite journal|last=Siswani|last2=Rosmiaty|last3=Utami|first3=W.|date=2021|title=Efektivitas Metode Uji Enzymed Linked Immunosorbant Assay (ELISA) dalam Mendeteksi Antibodi Penyakit Enzootic Bovine Leucosis di UPTD Perbibitan Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara|url=http://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/12970|journal=Buletin Diagnosa Veteriner|volume=20|issue=1|pages=61-69|issn=0216-1486}}</ref>
== Penularan ==
[[Sel mononuklir darah tepi]] yang terinfeksi dan sel tumor merupakan sumber penularan virus sehingga transfer darah atau produk darah merupakan cara penularan penyakit ini. Sebagian besar penularan berlangsung secara horizontal. Kontak erat antara sapi terinfeksi dan sapi rentan diduga merupakan [[faktor risiko]] penularan. Lalat penggigit seperti [[Tabanidae]] dapat berperan sebagai [[Vektor (biologi)|vektor]]. Transmisi virus secara alami berlangsung saat sapi melahirkan, sedangkan transmisi nonalami terjadi ketika darah yang mengandung virus menempel pada jarum, peralatan bedah, dan sarung tangan yang digunakan saat [[inseminasi buatan]]. Selain itu, keberadaan virus juga ditemukan di cairan tubuh lainnya, seperti leleran hidung dan mulut, air liur, dan air susu. Namun, mereka tidak cukup terbukti berperan dalam menularkan penyakit dan dianggap noninfeksius.<ref name=":0" />{{sfn|OIE Manual|2018|p=1114}}