Abdul Muhyi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Tugas pengguna baru Tugas pengguna baru: pranala
Baris 95:
|known_for = [[Ulama]], [[Sufi]], [[Ilmu kedokteran]], [[Ilmu hisab]], [[Ilmu pertanian]], ahli seni baca AI Qur’an.
}}
'''Syekh Haji Abdul Muhyi''' Lahir di Mataram tahun 1650. ''(Mataram di sini ada yang menyebut di Lombok, tetapi ada juga yang menyebut Kerajaan Mataram Islam.)'' Ayahnya bernama Sembah Lebe Wartakusumah, bangsawan Sunda keturunan Raja Galuh Pajajaran yang saat itu bagian dari Kerajaan Mataram Jawa. lbunya bernama Raden Ajeng Tangan Ziah, keturunan bangsawan Mataram yang berjalur sampai ke Syaikh Ainui Yaqin (Sunan Giri l). Syekh Abdul Muhyi diyakini sebagai [[waliyullah]] dan dihormati masyarakat pesantren. la merupakan mata rantai dan pembawa [[Tarekat Syattariyah|Tarekat Syathariyah]] yang pertama ke pulau Jawa. Lebih dikenal dengari nama Haji Karang, karena pernah uzIah dan khalwat di Gua Karang. Di pintu gerbang makamnya yang terletak di [[Pamijahan, Bantarkalong, Tasikmalaya|Pamijahan Tasikmalaya]], tertera tulisan Sayyiduna Syaikh al-Hajj Waliyullah Radhiyullahu.<ref>{{Cite web|title=Riwayat Singkat Syekh Abdul Muhyi Pamijahan|url=https://jabar.nu.or.id/tokoh/riwayat-singkat-syekh-abdul-muhyi-pamijahan-8qH6q|website=Jabar.nu.or.id|access-date=5 September 2022}}</ref>
'''Syekh Haji Abdul Muhyi''' lahir di [[Mataram]] sekitar tahun 1650 Masehi atau 1071 Hijriah. Ia dibesarkan oleh orang tuanya di kota [[Gresik]] atau Ampel.{{Bio muslim butuh rujukan}} Abdul Muhyi selalu mendapat [[pendidikan]] agama baik dari orang tua maupun dari ulama-ulama sekitar [[Ampel]]. Karena ketekunannya menuntut ilmu disertai dengan ibadah di samping kesederhanaan dan kewibawaan yang menempel di dalam dirinya, tak heran jika teman-teman sebayanya selalu menghormati dan menyeganinya.{{Bio muslim butuh rujukan}}
 
Ketika usianya menginjak 19 tahun, Syekh Abdul Muhyi memutuskan merantau ke Aceh dan berguru kepada [[Abdul Rauf Singkel|Syekh Abdul Rauf Singkil bin Abdul Jabar]], seorang ulama [[Sufi]] dan guru Tarekat Syattariah. Selama enam tahun lamanya ia mempelajari pendidikan, khususnya agama Islam.<ref>{{Cite web|title=Kisah Waliyullah Syekh Abdul Muhyi Pamijahan Bermukim di Gua dan Mengislamkan Penduduk Desa|url=https://muslim.okezone.com/read/2022/01/21/614/2535524/kisah-waliyullah-syekh-abdul-muhyi-pamijahan-bermukim-di-gua-dan-mengislamkan-penduduk-desa?page=2|website=Muslim.okezone.com|access-date=5 September 2022}}</ref>
Pada saat berusia 19 tahun dia pergi ke [[Aceh]] atau Kuala untuk berguru kepada [[Abdurrauf Singkil|Syekh Abdurrauf Singkil]] bin Abdul Jabar selama 8 tahun yaitu dari tahun 1090-1098 Hijriah atau 1669 -1677 Masehi.{{Bio muslim butuh rujukan}} Pada usia 27 tahun dia beserta teman sepondok dibawa oleh gurunya ke [[Baghdad]] untuk berziarah ke makam [[Abdul Qadir Jailani|Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani]] dan bermukim di sana selama dua tahun. Setelah itu mereka diajak oleh Syeikh Abdul Rauf ke [[Makkah]] untuk menunaikan Ibadah [[Haji]].{{Bio muslim butuh rujukan}}
 
Usai menimba ilmu di Aceh, Syekh Abdul Muhyi bersama teman-teman seperguruannya dibawa oleh seorang guru ke [[Bagdad]], [[Irak]], untuk memperdalam ilmu agama dan berziarah ke makam [[Abdul Qadir al-Jailani|Syekh Abdul Qadir Jailani]].
Ketika sampai di Baitullah, Syeikh Abdulrauf mendapat ilham kalau di antara santrinya akan ada yang mendapat pangkat kewalian. Dalam ilham itu dinyatakan, apabila sudah tampak tanda-tanda maka Syeikh Abdulrrauf harus menyuruh santrinya pulang dan mencari gua di Jawa bagian barat untuk bermukim di sana.{{Bio muslim butuh rujukan}}
 
Perjalanan beliau mendalami agama Islam tidak berhenti sampai di situ. Syekh Abdul Muhyi pun menyambangi [[Makkah]] untuk menunaikan ibadah haji sekaligus mempelajari lagi ilmu agama Islam.
Suatu saat sekitar waktu ashar di Masjidil Haram tiba-tiba ada cahaya yang langsung menuju Syeikh Abdul Muhyi dan hal itu diketahui oleh gurunya Syeikh Abdur Rauf sebagai tanda-tanda tersebut.{{Bio muslim butuh rujukan}} Setelah kejadian itu, Syeikh Abdurrauf membawa mereka pulang ke Kuala atau Aceh tahun 1677 M. Sesampainya di Kuala, Syeikh Abdul Muhyi disuruh pulang ke [[Gresik]] untuk minta restu dari kedua orang tua karena telah diberi tugas oleh gurunya untuk mencari gua dan harus menetap di sana.{{Bio muslim butuh rujukan}} Sebelum berangkat mencari gua, Syeikh Abdul Muhyi dinikahkan oleh orang tuanya dengan Ayu Bakta putri dari Sembah Dalem Sacaparana putra ''Dalem Sawidak'' atau Raden Tumenggung [[Wiradadaha]] III.{{Bio muslim butuh rujukan}}
 
Saat berada di Makkah, Syekh Abdul Muhyi mendapat ilham lewat mimpi yang tentang kewalian dan keistimewaan yang akan diterimanya. Dalam mimpi tersebut, beliau diperintahkan pulang ke tanah Jawa dan pergi ke sebuah [[Goa|gua]]. Setelah ibadah haji diselesaikan, Syekh Abdul Muhyi kembali ke Jawa dan menikah. 
Tak lama setelah pernikahan, dia bersama istrinya berangkat ke arah barat dan sampailah di daerah yang bernama Darma Kuningan.{{Bio muslim butuh rujukan}} Atas permintaan penduduk setempat Syeikh Abdul Muhyi menetap di [[Darma, Kuningan|Darmo Kuningan]] selama 7 tahun (1678-1685 M).{{Bio muslim butuh rujukan}} Kabar tentang menetapnya Syeikh Abdul Muhyi di Darmo [[Kuningan]] terdengar oleh orang tuanya, maka mereka menyusul dan ikut menetap di sana.{{Bio muslim butuh rujukan}}
 
Suatu ketika ia teringat lagi dengan mimpinya yang diminta untuk mencari gua. Syekh Abdul Muhyi lantas berangkat ke arah barat bersama sang istri. Sampailah mereka di daerah bernama [[Darma, Kuningan|Darma Kuningan]] dan memilih tinggal selama beberapa tahun.
 
Mendengar Syekh Abdul Muhyi kini menetap di Darma Kuningan, orangtuanya kemudian memutuskan ikut tinggal di sana.
 
== Perjalan Mencari Goa Pamijahan ==