Daerah Khusus Ibukota Jakarta: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Javier1406 (bicara | kontrib) Tag: Dikembalikan VisualEditor |
kTidak ada ringkasan suntingan Tag: Pengembalian manual Suntingan visualeditor-wikitext |
||
Baris 24:
|peta = Jakarta Special Capital Region in Indonesia (special marker).svg
|zoom peta = 8
|dasar hukum = UU
▲|hari jadi = {{start date and age|1527|6|22}}
|ibukota = [[Kota Administrasi Jakarta Pusat|Jakarta Pusat]]{{efn|Secara ''[[de facto]]'', [[Kota Administrasi Jakarta Pusat|Jakarta Pusat]] menjadi pusat bagi banyak gedung [[Pemerintah|pemerintahan]]. Secara ''[[de jure]]'', DKI Jakarta tidak memiliki [[ibu kota]].}}
|luas = 7659,02
Baris 99:
[[Berkas:Padrao sunda kelapa.jpg|jmpl|200px|[[Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal]] di Museum Nasional, Jakarta|al=|kanan]]
Bangsa [[Portugal|Portugis]] merupakan Bangsa [[Eropa]] pertama yang datang ke Jakarta. Pada [[abad ke-16]], [[Surawisesa]], raja Sunda meminta bantuan Portugis yang ada di [[Malaka]] untuk mendirikan benteng di Sunda Kelapa sebagai perlindungan dari kemungkinan serangan [[Cirebon]] yang akan memisahkan diri dari [[Kerajaan Sunda]]. Upaya permintaan bantuan Surawisesa kepada Portugis di Malaka tersebut diabadikan oleh orang [[Sunda]] dalam cerita pantun seloka [[Mundinglaya Dikusumah]], di mana Surawisesa diselokakan dengan nama gelarnya yaitu '''Mundinglaya'''. Namun sebelum pendirian benteng tersebut terlaksana, Cirebon yang dibantu [[Demak]] langsung menyerang pelabuhan tersebut. [[Penetapan hari jadi Jakarta]] tanggal [[22 Juni]] oleh [[Sudiro]], wali kota Jakarta, pada tahun [[1956]] adalah berdasarkan pendudukan Pelabuhan Sunda Kalapa oleh [[Fatahillah]] pada tahun [[1527]]. Fatahillah mengganti nama kota tersebut menjadi '''Jayakarta''' ([[aksara Dewanagari]]: जयकृत) yang berarti "kota kemenangan", Jayakarta berasal dari dua kata [[Bahasa Sanskerta|Sanskerta]] yaitu ''Jaya'' (जय) yang berarti "kemenangan"<ref name="jaya"/> dan ''Karta'' (कृत) yang berarti "dicapai".<ref name="krta"/> Selanjutnya [[Sunan Gunung Jati]] dari [[Kesultanan Cirebon]], menyerahkan pemerintahan di Jayakarta kepada putranya yaitu [[Maulana Hasanuddin dari Banten]] yang menjadi sultan di [[Kesultanan Banten]].
=== Batavia (1619–1942) ===
Baris 105:
{{Spoken Wikipedia|Jakarta-wikipedia.ogg|2012-05-30}}
[[Belanda]] datang ke Jayakarta sekitar akhir abad ke-16, setelah singgah di Banten pada tahun [[1596]]. Jayakarta pada awal abad ke-17 diperintah oleh [[Pangeran Jayakarta]], salah seorang kerabat [[Kesultanan Banten]]. Pada [[1619]], [[VOC]] dipimpin oleh [[Jan Pieterszoon Coen]] menduduki
Saat itu luas Batavia hanya mencakup daerah yang saat ini dikenal sebagai [[Kota Tua Jakarta|Kota Tua]] di Jakarta Utara. Sebelum kedatangan para budak tersebut, sudah ada masyarakat Sunda yang tinggal di wilayah Jayakarta seperti masyarakat [[Jatinegara Kaum, Pulo Gadung, Jakarta Timur|Jatinegara Kaum]]. Sedangkan suku-suku dari etnis pendatang, pada zaman kolonialisme Belanda, membentuk wilayah komunitasnya masing-masing. Maka di Jakarta ada wilayah-wilayah bekas komunitas itu seperti Pecinan, [[Pekojan, Tambora, Jakarta Barat|Pekojan]], [[Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur|Kampung Melayu]], Kampung Bandan, Kampung Ambon, [[Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta Pusat|Kampung Bali]], dan [[Manggarai, Tebet, Jakarta Selatan|Manggarai]].
Pada tanggal [[9 Oktober]] [[1740]], terjadi kerusuhan di Batavia dengan terbunuhnya 5.000 orang Tionghoa. Dengan terjadinya kerusuhan ini, banyak orang Tionghoa yang lari ke luar kota dan melakukan perlawanan terhadap Belanda.<ref>{{cite book|last =Wijayakusuma|first =H.M. Hembing|authorlink =|coauthors =|title =Pembantaian Massal 1740, Tragedi Berdarah Angke|publisher =Pustaka Populer Obor|date =|location =|url =|doi =|isbn =|page = }}</ref> Dengan selesainya ''Koningsplein'' ([[Gambir]]) pada tahun 1818, Batavia berkembang ke arah selatan. Tanggal 1 April 1905 di Ibukota Batavia dibentuk dua kotapraja atau ''gemeente'', yakni Gemeente Batavia dan Meester Cornelis. Tahun 1920, Belanda membangun kota taman Menteng, dan wilayah ini menjadi tempat baru bagi petinggi Belanda menggantikan ''[[Molenvliet]]'' di utara. Pada tahun 1935,
Pada 1 Januari 1926 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan untuk pembaharuan sistem desentralisasi dan dekonsentrasi yang lebih luas. Di Pulau Jawa dibentuk pemerintahan otonom provinsi. ''[[Jawa Barat|Provincie West Java]]'' adalah provinsi pertama yang dibentuk di wilayah Jawa yang diresmikan dengan surat keputusan tanggal 1 Januari 1926, dan diundangkan dalam Staatsblad (Lembaran Negara) 1926 No. 326, 1928 No. 27 jo No. 28, 1928 No. 438, dan 1932 No. 507. Batavia menjadi salah satu keresidenan dalam ''Provincie West Java'' di samping Banten, Buitenzorg (Bogor), Priangan, dan Cirebon.
Baris 120:
[[Berkas:Prov. DKI Jakarta.jpg|jmpl|200px|ka|Peta Administrasi Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI Jakarta)]]
Sejak kemerdekaan sampai sebelum tahun 1959, '''Djakarta''' merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat. Pada tahun 1959, status Kota Djakarta mengalami perubahan dari sebuah kotapraja di bawah wali kota ditingkatkan menjadi daerah tingkat satu (Dati I) yang dipimpin oleh gubernur. Yang menjadi gubernur pertama ialah [[Soemarno Sosroatmodjo]], seorang dokter tentara. Pengangkatan Gubernur DKI waktu itu dilakukan langsung oleh Presiden Sukarno. Pada tahun 1961, status Djakarta diubah dari Daerah Tingkat Satu menjadi Daerah Chusus Ibukota (DCI, sekarang dieja Daerah Khusus Ibukota/DKI) dan gubernurnya tetap dijabat oleh
Semenjak dinyatakan sebagai ibu kota, penduduk Jakarta melonjak sangat pesat akibat kebutuhan tenaga kerja kepemerintahan yang hampir semua terpusat di Jakarta. Dalam waktu 5 tahun penduduknya berlipat lebih dari dua kali. Berbagai kantung permukiman kelas menengah baru kemudian berkembang, seperti [[Kebayoran Baru]], [[Cempaka Putih]], [[Kayu Putih, Pulo Gadung, Jakarta Timur|Pulo Mas]], [[Tebet, Jakarta Selatan|Tebet]], dan [[Pejompongan]]. Pusat-pusat permukiman juga banyak dibangun secara mandiri oleh berbagai kementerian dan institusi milik negara seperti [[Perum Perumnas]].
Pada masa pemerintahan Soekarno, Jakarta melakukan pembangunan proyek besar, antara lain [[Gelora Bung Karno]], [[Masjid Istiqlal]], dan [[Monumen Nasional]]. Pada masa ini pula [[Poros Medan Merdeka-Thamrin-Sudirman]] mulai dikembangkan sebagai pusat bisnis kota, menggantikan poros Medan Merdeka-Senen-Salemba-Jatinegara. Pusat permukiman besar pertama yang dibuat oleh pihak pengembang swasta adalah [[Pondok Indah]] (oleh PT Pembangunan Jaya) pada akhir dekade 1970-an di wilayah
Laju perkembangan penduduk ini pernah coba ditekan oleh gubernur [[Ali Sadikin]] pada awal 1970-an dengan menyatakan Jakarta sebagai "kota tertutup" bagi pendatang. Kebijakan ini tidak bisa berjalan dan dilupakan pada masa-masa kepemimpinan gubernur selanjutnya. Hingga saat ini, Jakarta masih harus bergelut dengan masalah-masalah yang terjadi akibat kepadatan penduduk, seperti [[banjir]], [[kemacetan]], serta kekurangan alat transportasi umum yang memadai.
Baris 134:
Jakarta merupakan kota dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat. Saat ini, lebih dari 70% uang negara beredar di Jakarta.<ref>[http://www.bappedajakarta.go.id/sekilasjktkini.asp Jakarta Kini]{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref> Perekonomian Jakarta terutama ditunjang oleh sektor perdagangan, jasa, properti, industri kreatif, dan keuangan. Beberapa sentra perdagangan di Jakarta yang menjadi tempat perputaran uang cukup besar adalah kawasan [[Tanah Abang]] dan [[Glodok]]. Kedua kawasan ini masing-masing menjadi pusat perdagangan [[tekstil]] serta dengan sirkulasi ke seluruh Indonesia. Bahkan untuk barang tekstil dari Tanah Abang, banyak pula yang menjadi komoditas ekspor. Sedangkan untuk sektor keuangan, yang memberikan kontribusi cukup besar terhadap perekonomian Jakarta adalah industri perbankan dan pasar modal. Untuk industri pasar modal, pada bulan Mei 2013 [[Bursa Efek Indonesia]] tercatat sebagai bursa yang memberikan keuntungan terbesar, setelah [[Bursa efek Tokyo|Bursa Efek Tokyo]].<ref>[http://finance.detik.com/read/2013/05/01/112101/2234971/6/cetak-rekor-baru-pertumbuhan-ihsg-tertinggi-kedua-di-dunia Cetak Rekor Baru, Pertumbuhan IHSG Tertinggi Kedua di Dunia<!-- Judul otomatis yang dihasilkan bot -->]</ref> Pada bulan yang sama, kapitalisasi pasar Bursa Efek Indonesia telah mencapai USD 510,98 miliar atau nomor dua tertinggi di kawasan [[ASEAN]].<ref>http://www.beritasatu.com [http://www.beritasatu.com/investasi-portofolio/113823-lampau-target-transaksi-bei-naik-43.html Lampau Target, Transaksi BEI Naik 43%]</ref>
Pada tahun 2012, pendapatan per kapita masyarakat Jakarta sebesar Rp 110,46 juta per tahun (USD 12,270).<ref>bps.go.id [http://jakarta.bps.go.id/fileupload/brs/2013_02_05_12_19_14.pdf BPS Provinsi DKI Jakarta]{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref> Sedangkan untuk kalangan menengah atas dengan penghasilan Rp 240,62 juta per tahun (USD 26,735), mencapai 20% dari jumlah penduduk. Di sini juga bermukim lebih dari separuh orang-orang kaya di Indonesia dengan penghasilan minimal USD 100,000 per tahun. Kekayaan mereka terutama ditopang oleh kenaikan harga saham serta properti yang cukup signifikan. Saat ini Jakarta merupakan kota dengan tingkat pertumbuhan harga properti mewah yang tertinggi di dunia, yakni mencapai 38,1%.<ref>kontan.co.id [http://industri.kontan.co.id/news/pertumbuhan-hunian-mewah-jakarta-tertinggi-dunia Pertumbuhan Hunian Mewah Jakarta Tertinggi Dunia]</ref> Selain hunian mewah, pertumbuhan properti Jakarta juga ditopang oleh penjualan dan penyewaan ruang kantor. Pada periode 2009-2012, pembangunan gedung-gedung pencakar langit (di atas 150 meter) di Jakarta mencapai 87,5%. Hal ini telah menempatkan Jakarta sebagai salah satu kota dengan pertumbuhan pencakar langit tercepat di dunia.<ref>http://www.investor.co.id [http://www.investor.co.id/home/pertumbuhan-pencakar-langit-jakarta-875/40871 Pertumbuhan Pencakar Langit Jakarta 87,5%]
== Transportasi ==
Baris 144:
Untuk melayani mobilitas penduduk Jakarta, pemerintah menyediakan sarana bus [[PPD]]. Selain itu terdapat pula bus kota yang dikelola oleh pihak swasta, seperti Mayasari Bakti, MetroMini, Kopaja, dan Bianglala Metropolitan. Bus-bus ini melayani rute yang menghubungkan terminal-terminal dalam kota, antara lain Pulogadung, Kampung Rambutan, Blok M, Kalideres, Grogol, Tanjung Priok, Lebak Bulus, Rawamangun, dan Kampung Melayu. Untuk angkutan lingkungan, terdapat angkutan kota seperti Mikrolet dan KWK, dengan rute dari terminal ke lingkungan sekitar terminal. Selain itu ada pula [[ojek]], [[bajaj]], dan [[bemo]] untuk angkutan jarak pendek. Tidak seperti wilayah lainnya di Jakarta yang menggunakan sepeda motor, di kawasan Tanjung Priok dan Jakarta Kota, pengendara ojek menggunakan sepeda ontel. Angkutan [[becak]] masih banyak dijumpai di wilayah pinggiran Jakarta seperti di [[Bekasi]], [[Tangerang]], dan [[Depok]].<ref>{{Cite web|url=https://www.liputan6.com/bisnis/read/4152824/menhub-jakarta-jadi-kiblat-pengelolaan-transportasi-di-kota-lain|title=Menhub: Jakarta jadi Kiblat Pengelolaan Transportasi di Kota Lain|last=Liputan6.com|date=2020-01-10|website=liputan6.com|language=id|access-date=2020-02-01}}</ref>
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah memulai pembangunan kereta bawah tanah (''subway'') atau disebut juga dengan ''MRT Jakarta'' pada Tahun 2013. Subway jalur [[Lebak Bulus]] hingga Bundaran Hotel Indonesia sepanjang 15 km ditargetkan beroperasi pada 2019. Jalur kereta monorel juga sedang dipersiapkan melayani jalur Semanggi - Roxy yang dibiayai swasta dan jalur
=== BRT Transjakarta ===
Baris 169:
[[Berkas:KRL Jabotabek 7117 Gambir.jpg|jmpl|200px|KRL [[Jabotabek]].]]
Selain bus kota, angkutan kota, becak dan bus [[Transjakarta]], sarana transportasi andalan masyarakat [[Jakarta]] adalah [[kereta api komuter]] atau yang biasa dikenal dengan [[KAI Commuter Jabodetabek]]. Kereta listrik ini beroperasi dari pagi hari hingga malam hari, melayani masyarakat penglaju yang bertempat tinggal di seputaran
* Jalur Merah [[Jakarta Kota]] - [[Bogor]], lewat [[Gambir]], [[Manggarai]], [[Pasar Minggu]], dan [[Depok]].
Baris 175:
* Jalur Biru [[Jakarta Kota]] - [[Cikarang]], lewat [[Gambir]], [[Manggarai]], dan [[Jatinegara]].
* Jalur Hijau [[Tanah Abang]] - Serpong / Maja / Rangkasbitung, lewat [[Kebayoran Lama]] dan [[Serpong]].
* Jalur Coklat [[Stasiun Duri|Duri]] - [[Tangerang]], lewat
* Jalur Pink [[Jakarta Kota]] - [[Pelabuhan Tanjung Priok]]. Saat ini sudah bisa dipergunakan untuk jalur Commuter Line dan angkutan Barang.
Baris 187:
[[Berkas:Jakarta Car Free Day.jpg|jmpl|200px|ki|Suasana [[Monumen Selamat Datang|Bundaran HI]] ketika ''Car-Free Day'' tiap hari Minggu.]]
[[Berkas:Soekarno-Hatta International Airport Terminal 3 front.JPG|jmpl|200px|Terminal 3 [[Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta]] Tangerang-Banten]]
Sebagai salah satu kota metropolitan dunia, Jakarta telah memiliki infrastruktur penunjang berupa jalan, listrik, telekomunikasi, air bersih, gas, serat optik, bandara, dan pelabuhan. Saat ini rasio jalan di Jakarta mencapai 6,2% dari luas wilayahnya.<ref>sindonews.com [http://metro.sindonews.com/read/2012/09/13/31/672220/rasio-jalan-di-jakarta-baru-6-2-persen Rasio Jalan di Jakarta baru 6,2 persen]{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref> Selain jalan protokol, jalan ekonomi, dan jalan lingkungan, Jakarta juga didukung oleh jaringan [[Jalan Tol Lingkar Dalam Kota Jakarta|Jalan Tol Lingkar Dalam]], [[Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta|Jalan Tol Lingkar Luar]], [[Jalan Tol Jagorawi]], dan [[Jalan Tol Ulujami-Serpong]]. Pemerintah juga berencana akan membangun Tol Lingkar Luar tahap kedua yang mengelilingi kota Jakarta dari
Untuk ke kota-kota lain di [[Pulau Jawa]], Jakarta terhubung dengan [[Jalan Tol Jakarta-Cikampek]] yang bersambung dengan [[Jalan Tol Cipularang]] ke [[Bandung]] dan [[Jalan Tol Cipali]] ke [[Cirebon]]. Selain itu juga tersedia layanan kereta api yang berangkat dari enam stasiun pemberangkatan di [[Jakarta]]. Untuk ke [[Pulau Sumatra]], tersedia ruas [[Jalan Tol Jakarta-Merak]] yang kemudian dilanjutkan dengan layanan penyeberangan dari [[Pelabuhan Merak]] ke [[Bakauheni]].
Baris 268:
|}
Berdasarkan data [[Badan Pusat Statistik]] DKI Jakarta tahun 2021, jumlah penduduk Jakarta adalah 11.100.929 jiwa ([[2020]]).<ref name="DKI"/> Namun
=== Agama ===
Baris 276:
Agama yang dianut oleh penduduk DKI Jakarta beragam. Menurut data [[Badan Pusat Statistik]] DKI Jakarta tahun 2020, persentasi penduduk berdasarkan agama yang dianut adalah [[Islam]] (83,68%), lalu [[Kristen]] (12,53%) dimana ([[Protestan]] 8,60 % & [[Katolik]] 3,93%), [[Agama Buddha|Buddha]] (3,59%), [[Hindu]] (0,16%), [[Agama Konghucu|Konghucu]] (0,03%), dan agama lainnya (0,01%).<ref name="AGAMA"/>
Angka ini tidak jauh berbeda dengan keadaan pada tahun 1980, di mana umat Islam berjumlah 84,4%, diikuti oleh Protestan (6,3%), Katolik (2,9%), Hindu dan Budha (5,7%), serta Tidak beragama (0,3%)<ref>Data Robert Cribb, ''Historical Atlas of Indonesia'' (2000:47-51)</ref> Menurut
Berbagai [[Tempat ibadah|tempat peribadatan]] agama-agama dunia dapat dijumpai di Jakarta. Masjid dan mushala, sebagai rumah ibadah umat [[Islam]], tersebar di seluruh penjuru kota, bahkan hampir di setiap lingkungan. Masjid terbesar adalah masjid nasional, [[Masjid Istiqlal]], yang terletak di [[Gambir, Jakarta Pusat|Gambir]]. Sejumlah masjid penting lain adalah [[Masjid Agung Al-Azhar]] di [[Kebayoran Baru, Jakarta Selatan|Kebayoran Baru]], [[Masjid At Tin]] di [[Taman Mini Indonesia Indah|Taman Mini]], dan Masjid Sunda Kelapa di [[Menteng, Jakarta Pusat|Menteng]]. Pada tahun 2017, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membuka [[Masjid Raya KH Hasyim Asy'ari]] di daerah
Sedangkan gereja besar yang terdapat di Jakarta antara lain, [[Gereja Katedral Jakarta]], Gereja Santa Theresia di Menteng, dan [[Gereja Santo Yakobus]] di Kelapa Gading untuk umat Katolik.
Baris 291:
Jumlah penduduk dan komposisi etnis di Jakarta, selalu berubah dari tahun ke tahun. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, tercatat bahwa setidaknya terdapat tujuh etnis besar yang mendiami Jakarta. [[Suku Jawa]] merupakan etnis terbesar dengan populasi 35,16% penduduk kota. Etnis Betawi berjumlah 27,65% dari penduduk kota. Pembangunan Jakarta yang cukup pesat sejak awal tahun 1970-an, telah banyak menggusur perkampungan etnis Betawi ke pinggiran kota. Pada tahun 1961, orang Betawi masih membentuk persentase terbesar di wilayah pinggiran seperti [[Cengkareng, Jakarta Barat|Cengkareng]], [[Kebon Jeruk, Jakarta Barat|Kebon Jeruk]], [[Pasar Minggu, Jakarta Selatan|Pasar Minggu]], dan [[Pulo Gadung, Jakarta Timur|Pulo Gadung]]<ref name=autogenerated1>Lance Castles, Profil Etnik Jakarta, Masup Jakarta, 2007</ref>
Jumlah orang Jawa banyak di Jakarta karena ketimpangan pembangunan antara daerah dan Jakarta. Sehingga orang Jawa mencari pekerjaan di Jakarta. Hal ini memunculkan tradisi [[mudik]] setiap tahun saat menjelang [[Lebaran]] yaitu orang daerah di Jakarta pulang secara bersamaan ke daerah asalnya. Jumlah mudik [[lebaran]] yang terbesar dari Jakarta adalah menuju [[Jawa Tengah]]. Secara rinci prediksi jumlah pemudik tahun 2104 ke Jawa Tengah mencapai 7.893.681 orang. Dari jumlah itu didasarkan beberapa kategori, yakni 2.023.451 orang pemudik sepeda motor, 2.136.138 orang naik mobil, 3.426.702 orang naik bus, 192.219 orang naik kereta api, 26.836 orang naik kapal laut, dan 88.335 orang naik pesawat.<ref>[http://nasional.news.viva.co.id/news/read/515679-kenaikan-jumlah-pemudik-asal-jateng-tahun-ini-paling-tinggi/ Kenaikan jumlah pemudik asal Jateng tahun ini tertinggi]</ref> Bahkan menurut data [[Kementerian Perhubungan Indonesia]] menunjukkan tujuan pemudik dari Jakarta adalah 61% Jateng, 39% Jatim dan 10% daerah lain. Ditinjau dari profesinya, 28% pemudik adalah karyawan swasta, 27% wiraswasta, 17% PNS/TNI/POLRI, 10% pelajar/mahasiswa, 9% ibu rumah tangga dan 9% profesi lainnya. Diperinci menurut pendapatan pemudik, 44% berpendapatan Rp3-5 Juta, 42% berpendapatan Rp1-3 Juta, 10% berpendapatan Rp5-10 Juta, 3% berpendapatan di bawah Rp1 Juta dan 1% berpendapatan di atas Rp10 Juta.<ref>
Orang [[Tionghoa]] telah hadir di Jakarta sejak abad ke-17. Mereka biasa tinggal mengelompok di daerah-daerah permukiman yang dikenal dengan istilah [[Pecinan]]. Pecinan atau Kampung Cina dapat dijumpai di [[Glodok, Taman Sari, Jakarta Barat|Glodok]], [[Pinangsia, Taman Sari, Jakarta Barat|Pinangsia]], dan [[Jatinegara]], selain perumahan-perumahan baru di wilayah [[Kelapa Gading, Jakarta Utara|Kelapa Gading]], [[Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara|Pluit]], dan [[Sunter Agung, Tanjung Priok, Jakarta Utara|Sunter]]. Orang Tionghoa banyak yang berprofesi sebagai pengusaha atau pedagang.<ref>Dinas Kebudayaan dan Permuseuman, Ensiklopedi Jakarta: Culture & Heritage: Volume 3, Yayasan Untuk Indonesia, Jakarta Raya (Indonesia), 2005</ref> Di samping etnis [[Tionghoa]] & etnis [[Suku Minangkabau|Minangkabau]] juga banyak yang berdagang, di antaranya perdagangan grosir dan eceran di pasar-pasar tradisional kota [[Jakarta]]. Selain etnis [[Tionghoa-Indonesia|Tionghoa]] dan [[Orang Minangkabau|Minangkabau]], ada juga etnis [[Arab-Indonesia|Arab]], [[India-Indonesia|India]], [[Suku Banjar|Banjar]], [[Suku Melayu|Melayu]] & [[Suku Bugis|Bugis]] yang beradu nasib di [[Jakarta]]. Etnis [[Arab-Indonesia|Arab]] biasanya berdagang parfum, peci, mukena, sarung, karpet, dan kurma.
|