Tionghoa Padang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 37:
Seiring kemahsyuran Padang sebagai pusat perdagangan VOC untuk Pulau Sumatra, perusahaan-perusahaan Balanda tumbuh bak cendawan. Hal ini membuat bangsa asing semakin banyak berdatangan, termasuk orang Tionghoa. Dalam ''[[Encyclopaedia Britannica]]'' edisi ke-9, Padang pada pertengahan abad ke-19 digambarkan sebagai kota yang memiliki 2.000 rumah dengan penduduk sebanyak 15.000, sudah termasuk di dalamnya permukiman orang Tionghoa.{{sfnp|Thomas Spencer Baynes|1887|loc=Volume 22|pp=[https://books.google.co.id/books?id=mscsAQAAMAAJ&q=%22Padang+is+a+town+of+some+2000+houses%22&dq=%22Padang+is+a+town+of+some+2000+houses%22&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwig-bWP0LroAhXlQ3wKHSVoBkkQ6AEIPTAD 639]|ps=: "''Padang is a town of some 2,000 houses and 15,000 inhabitants, with a Chinese settlement and a European quarter. It is the chief market in Sumatra for gold.''"}} Peneliti sejarah orang Tionghoa di Sumatra Barat, [[Erniwati (dosen)|Erniwati]] menulis orang Tionghoa di Padang semula tinggal mengelompok di salah satu sisi tepi [[Batang Arau]] arah ke muara yang kini bernama Pondok. Dinamakan "Pondok" karena banyak orang Tionghoa di sana mendirikan rumah dan tempat berdagang yang berbentuk [[pondok]].
 
Pada tahun 1852, orang Tionghoa di Padang sudah berjumlah 1.140 orang.{{sfnp|Elizabeth E. Graves|2007|pp=92-93}}{{sfnp|Erniwati|2007|pp=38}} Jumlah ini meningkat menjadi 1.564 pada tahun 1858.{{sfnp|Erniwati|2007|pp=72}} Mulai banyaknya pendatang Tionghoa yang tinggal di Padang mengakibatkan kebutuhan akan adanya kelenteng. Pada awalnya, orang Tionghoa di Padang tidak punya kelenteng sama sekali. Sekelompok pendatang berinisiatif untuk mendirikan kelenteng pada pertengahan abad ke-19. Kelenteng ini dinamakan Kelenteng Kwan Im (Kwan Im Teng). Saat pertama kali berdiri, Kwan Im Teng hanya berupa bangunan kayu beratap rumbia. Namun, pada tahun 1861, lantaran kelalaian pendeta Sae Kong, Kwan Im Teng terbakar hingga menjadi abu. Semasa Kapitan TionghoaCina dipegangdijabat oleh [[Lie Goan Hoat]] pada tahun 1893, didampingi oleh Letnan Liem Soen Mo dan Letnan Lie Bian Ek, orang Tionghoa Padang bermufakat untuk membangun kembali Kelenteng Kwan Im. Kelenteng yang baru berdiri dinamakan Kelenteng See Hien Kiong. Pembangunannya selasai pada tahun 1893.{{sfnp|Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatra Barat|8 Juni 2017}}
 
Orang Tionghoa di Padang tidak hanya menjadikan kelenteng sebagai tempat sembahyang atau ibadah, melainkan juga sebagai tempat tinggal semantara bagi pendatang Tionghoa yang tidak punya keluarga. Dari sini, mereka bisa berkenalan dengan orang Tionghoa lainnya sehingga menjadi penghubung bagi mereka untuk merintis usaha. Di sekitar kelenteng, mereka mendirikan kos-kios dari buluh bambu sebagai tempat berjualan. Sesudah kelenteng mengalmi kebakaran pada tahun 1861, kios-kios ini disewakan, dan hasil keuntungannya digunakan untuk membayar cicilan pinjaman pembangunan kelenteng. Lama-kelamaan, kios-kios di sekitar kelenteng berkembang menjadi pasar yang kini dikenal sebagai Pasar Tanah Kongsi.{{sfnp|Erniwati|2007|pp=55a|ps=: "''Untuk membayar cicilan pinjaman pembangunan klenteng setelah mengalami kebakaran di tahun 1861, kios-kios bambu tersebut disewakan kepada para pedagang. Lama kelamaan kios-kios bambu berkembang menjadi pasar yang dikenal dengan nama pasar Tanah Kongsi.''"}} Pasar ini menjadi ramai sehingga dalam waktu relatif singkat mampu menyaingi Pasar Mudik yang sebelumnya telah berdiri dan letaknya berdekatan.{{sfnp|Erniwati|2007|pp=93a|ps=: "''Walaupun letak Pasar Tanah Kongsi berdampingan dengan Pasar Mudik yang sebelumnya sudah didirikan oleh pedagang Minangkabau, namun dalam waktu yang relatif singkat, Pasar Tanah Kongsi berkembang dengan cepat dan mampu menyaingi Pasar Mudik.''"}}