Tionghoa Padang: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Melindungi "Tionghoa Padang": Perlindungan sebagian bawaan untuk semua AB ([Sunting=Hanya untuk pengguna terdaftar otomatis] (selamanya) [Pindahkan=Hanya untuk pengguna terdaftar otomatis] (selamanya)) |
GuerraSucia (bicara | kontrib) |
||
Baris 49:
Pada tahun 1900, pemerintahan kolonial Belanda melonggarkan izin masuk orang Tionghoa di [[Hindia Belanda]]. Kebijakan ini berpengaruh terhadap jumlah orang Tionghoa di Padang.{{sfnp|Freek Colombijn|1994|pp=[https://books.google.co.id/books?id=8bfZAAAAMAAJ&q=%22the+last+one+after+the+Dutch+government+%27+s*%22&dq=%22the+last+one+after+the+Dutch+government+%27+s*%22&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiR8Li1-c_oAhXadCsKHXcTAYYQ6AEIKDAA 55b]|ps=: "''Chinese have come to Indonesia in several waves of migration, the last one after the Dutch government's relaxation on Chinese entry after 1900.''"}}{{sfnp|Erniwati|2007|pp=62|ps=: "''Imigran Cina yang datang menjelang akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20 (1930-an) merupakan migrasi yang dilakukan secara massal.''"}} Jumlah orang Tionghoa pada tahun 1905 adalah sebanyak 5.000 orang, lalu meningkat menjadi 6.765 orang pada tahun 1920, dan meningkat lagi menjadi 8.516 orang pada tahun 1930.{{sfnp|Elizabeth E. Graves|2007|pp=92-93}}{{sfnp|Erniwati|2007|pp=38}}{{sfn|Mestika Zed|2009}} Peningkatan jumlah orang Tionghoa Padang dari tahun 1905 sampai 1930 sejalan dengan gelombang migrasi massal yang dilakukan oleh orang Tionghoa.{{sfnp|Erniwati|2007|pp=40|ps=: "''Pada tahun 1930 ditemukan 51% perantauan Cina berasal dari keturunan ke tiga yang terdiri dari 80% Hokkian, 15% Kwongfu, 2% Hakka, dan 3% dari suku lainnya. Dari perkiraan penduduk tahun 1930 terlihat bahwa penduduk Cina Padang mayoritas berasal dari kelompok bahasa Hokkian yang tergolong ke dalam pedagang yang berasal dari Amoy.''"}}
=== Sesudah kemerdekaan Indonesia ===
==== Perjuangan kemerdekaan Indonesia ====
[[Berkas:Een_Chinese_optocht_Spandoeken_worden_meegedragen_Op_een_daarvan_staat_Lang_L,_Bestanddeelnr_491-6-4.jpg|al=|jmpl|270x270px|Spanduk yang diusung oleh orang Tionghoa Padang yang berbunyi Hidup "Para Pemburu", yakni batalion Belanda bagian dari U-Brigade yang melakukan operasi militer di Padang pada tahun 1948]]
Sesudah Indonesia memproklamasikan [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945]], sikap orang Tionghoa Padang terbagi ke dalam tiga kelompok. Ada yang memberi dukungan terhadap Balanda, ada yang ikut serta membantu perjuangan kemerdekaan Indonesia, dan ada yang bersikap netral.{{sfnp|Erniwati|2007|pp=85a|ps=: "''Sebagai akibat peristiwa yang terjadi pada masa revolusi, etnis Cina Padang kemudian dapat dibagi atas tiga kelompok orientasi, yaitu pro Republik, pro Belanda, dan kelompok netral.''"}} Keragaman orientasi orang Tionghoa Padang semasa perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia menyebabkan masyarakat umum sulit mengenali sikap mereka.{{sfnp|Erniwati|2007|pp=86b|ps=: "''Keragaman orientasi kelompok etnis Cina ini menyebabkan masyarakat umumpun sulit mengenali mereka. Ketidakjelasan sikap etnis Cina tersebut menyebabkan masyarakat umum akhirnya menyamakan penilaian terhadap etnis Cina sebagai kelompok yang hanya mengambil keuntungan di negara Indonesia.''"}} Walaupun begitu, [[Johnny Anwar]] dalam buku ''Api Perjuangan Kemerdekaan di Kota Padang'' menulis, banyak orang Tionghoa Padang tidak memasang bendera Merah Putih di rumah dan toko mereka pada masa awal kemerdekaan Indonesia, padahal sudah ada imbauan dari Pemerintah Kota Padang.{{sfnp|Mulyadi Mintaraga|1986|pp=100}}
Baris 61:
Ketika perang makin berkecamuk pada pengujung tahun 1945, dilaporkan terjadi pembakaran rumah-rumah orang Tionghoa di Padang. Lantaran banyaknya orang Tionghoa yang menjadi kaki tangan Belanda, mereka menjadi sasaran penyerangan oleh penduduk. Sederetan rumah orang Tionghoa Padang di Blok Eng Djoe Bie di Balai Baru, [[Kampung Jao, Padang Barat, Padang|Kampung Jao]] diserang. Di sini, terdapat toko yang menjadi pemasok kebutuhan tentara NICA seperti makanan dan obat-obatan. Penyerangan ini membuat mereka mengungsi dan pindah ke Kampung Cina di Pondok. Rumah Ang Eng Hoat, seorang Letnan Cino di Jalan Hiligoo, diobrak-abrik hingga "tinggal dindingnya saja".{{sfnp|Mulyadi Mintaraga|1986|pp=101}}
==== Pengakuan kedaulatan Indonesia ====
Seiring dengan [[Pengakuan kedaulatan Indonesia|pengakuan kedaulatan kemerdekaan Indonesia oleh Belanda]] pada tahun 1949, kondisi politik dan keamanan Kota Padang berangsur pulih. Pemerintah mulai menata kembali kehidupan masyarakat dari berbagai aspek, termasuk persoalan status kewarganegaraan orang Tionghoa di Indonesia yang belum tuntas. [[Soekarno|Presiden Soekarno]] mengumumkan tentang keharusan orang Tionghoa di Indonesia untuk memilih status kewarganegaraan mereka. Mereka diberi tiga pilihan. Pertama menjadi warga negara Belanda, kedua menjadi warga negara Indonesia, atau ketiga menjadi warga negara [[Republik Rakyat Tiongkok]]. Di Padang, adanya pilihan status kewarganegaraan ini membuat sebuah keluarga bisa memiliki status kewarganegaraan yang berbeda sehingga menyebabkan mereka terpisah. Menurut Erniwati, perbedaan pilihan status kewarganegaraan terjadi akibat berbedanya orientasi dan kepentingan di antara orang Tionghoa Padang.{{sfnp|Erniwati|2007|pp=89|ps=: "''Dengan adanya tiga pilihan status kewarganegaraan tersebut, beberapa keluarga memiliki status kewarganegaraan yang berbeda. Perbedaan pilihan status kewarganegaraan ini terjadi sebagai akibat perbedaan orientasi dan kepentingan. Konsekuensi dari pilihan yang berbeda menyebabkan banyak keluarga-keluarga dari etnis Cina di Indonesia termasuk yang tinggal di Padang terpisah-pisah.''"}}
Selain mengatur persoalan status kewarganegaraan orang Tionghoa, pemerintah Indonesia menghentikan masuknya imigran dari Tionghoa. Walaupun demikian, masih ada peningkatan jumlah orang Tionghoa di Padang. Peningkatan ini diperkirakan merupakan akibat kedatangan imigran dari [[Medan]] dan [[Pekanbaru]] serta perpindahan orang Tionghoa dari beberapa daerah di Sumatra Barat untuk mencari perlindungan ketika meletusnya pergolakan [[Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia]] pada tahun 1958 dan [[Gerakan 30 September]] pada tahun 1965.{{sfnp|Freek Colombijn|1994|pp=[https://books.google.co.id/books?id=8bfZAAAAMAAJ&q=%22Patches+of+Padang%22+%221945+and+1965%22&dq=%22Patches+of+Padang%22+%221945+and+1965%22&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwi7xcS1ktDoAhVaXSsKHQZ5Bn4Q6AEIKDAA 134]|ps=: "''After 1949 the immigration of Chinese to Indonesia was virtually called to a halt by the Indonesian government, but there was still an increase in absolute numbers in Padang. Chinese who lived dispersed over the area fled to Padang after 1945 and 1965 for protection and the army started to move Chinese from the countryside to cities in 1959.''"}}
==== Sejak 1966 sampai sekarang ====
[[Berkas:Makam_Korban_Gempa_2009_Warga_Tionghoa_Padang.jpg|pra=https://min.wiki-indonesia.club/wiki/Berkas:Makam_Korban_Gempa_2009_Warga_Tionghoa_Padang.jpg|al=|jmpl|270x270px|Makam korban gempa 2009 dari orang Tionghoa Padang di [[Bungus Teluk Kabung, Padang|Bungus]]]]Pada tahun 1966, Pemerintah Indonesia mengeluarkan [[wikisource:id:Keputusan Presidium Kabinet Nomor 127 Tahun 1966|Keputusan Presidium Kabinet Nomor 127 Tahun 1966]] yang isinya mengharuskan orang Tionghoa di Indonesia mengganti nama mereka dengan nama Indonesia. Di Padang, hampir 8.000 orang Tionghoa melakukannya.{{sfnp|Freek Colombijn|1994|pp=[https://books.google.co.id/books?id=8bfZAAAAMAAJ&q=%22Oei+Ho+Tjong%22&dq=%22Oei+Ho+Tjong%22&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiBuPLBm9DoAhVR_XMBHTmLDmIQ6AEIKDAA 135a]|ps=: "''The presidential decree No. 127 of 1966 compelled them to change their names to autochthonous ones; nearly eight thousand Chinese in Padang did so.''"}} Kebijakan khusus untuk orang Tionghoa di Indonesia dibuat pula oleh rezim [[Orde Baru]] di bawah [[Soeharto|Presiden Soeharto]] yang dikenal dengan kebijakan asimilasi. Pada tahun 1967, Presiden Soeharto mengeluarkan [[wikisource:id:Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1967|Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967]] yang isinya membatasi aktivitas agama, adat, dan tradisi Tionghoa di muka umum. Orang Tionghoa Padang menuruti kebijakan tersebut. Namun begitu, pemerintah dan masyarakat Kota Padang memberi kelonggaran terhadap mereka.{{sfnp|Erniwati|2007|pp=4-5|ps=: "''Kelonggaran ini tidak saja diberikan oleh pemerintah, tetapi juga oleh masyarakat kota Padang. Bahkan di saat perayaan ulang tahun kota Padang, pemerintah juga mengundang barongsai dan sipasan untuk beratraksi melalui dua perhimpunan kematian Himpunan Tjinta Teman dan Himpunan Bersatu Teguh.''"}} Mereka tetap dapat melaksanakan kegiatan agama, adat, dan tradisi mereka di bawah pengeolaan perhimpunan keluarga (marga) maupun perkumpulan sosial, budaya, dan kematian.{{sfnp|Erniwati|2007|pp=4|ps=: "''Pada masa pemerintahan Orde Baru, etnis Cina Padang tetap bisa melaksanakan budaya dan adat istiadat leluhur di bawah pengelolaan perhimpunan keluarga (marga) dan perhimpunan kematian Himpunan Tjinta Teman (HTT), serta Himpunan Bersatu Teguh (HBT).''"}}
|