Filsafat Indonesia: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
Baris 62:
Sekolah-sekolah Katolik bergaya Portugis-Hispanik dan lembaga-lembaga pendidikan Kalvinis bergaya Belanda terbuka untuk penduduk Hindia Belanda. Tidak hanya diajarkan [[teologi]] di dalamnya, tapi juga [[Filsafat Kristen]] (''Christian Philosophy''). Satu sekolah lalu menjadi beribu-ribu jumlahnya. Hingga kini masih ada (dan terus ada) universitas-universitas swasta Katolik dan [[Protestan]] yang mengajarkan Filsafat Kristen di dalamnya. Misioner-misioner dan pewarta-pewarta Injil dari Barat yang telah bertitel ''Master'' dalam bidang filsafat dari universitas Eropa, berdatangan untuk memberikan kuliah pada universitas Kristen Indonesia (Hiorth 1987:4). Dari universitas-universitas tersebut keluarlah banyak lulusan yang menguasai Filsafat Kristen, seperti [[Nico Syukur Dister]], [[J.B. Banawiratma]], [[Franz Magnis-Suseno]], [[Robert J. Hardawiryana]], [[J.B. Mangunwijaya]], [[TH. Sumartana]], [[Martin Sinaga]], dan lain-lain.
Di Sumatera Utara, Sekolah Katolik yang berpengaruh terhadap perkembangan filsafat adalah Sekolah Tinggi Filsafat Teologi St. Yohanes Sinaksak Pematangsiantar. Adelbert Snijder adalah guru besar di sekolah tersebut, dan dikenal sebagai filsuf metafisika. Ungkapan yang terkenal dari beliau adalah: "Seluas Segala Kenyataan'.
=== Mazhab Paska-Soeharto ===
|