Perjanjian Salatiga: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 53:
 
== Polemik ==
Perjanjian Salatiga akhirnya memberikan pengakuan kepada [[Mangkunegara I]] sebagai penguasa. Pada tahun 1790 [[Pakubuwana IV]] naik takhta menggantikan [[Pakubuwana III]] yang wafat pada tahun 1788, ia memiliki ambisi untuk menyatukan Mataram kembali seutuhnya. [[Pakubuwana IV]] dikenal lebih cakap dalam politik dibandingkan ayahnya. Ia melancarkan strategi politik yang agresif dengan mulai memberi nama untuk saudaranya, Pangeran Arya Mataram. Oleh [[Pakubuwana IV]], Pangeran Arya Mataram dianugrahi gelar Pangeran Mangkubumi.
 
Pemberian gelar "Mangkubumi" kepada Arya Mataram menimbulkan protes [[Hamengkubuwana I]] karena hak nama [[Mangkubumi]] adalah miliknya sampai meninggal. [[Hamengkubuwana I]] mengajukan protes kepada VOC yang ternyata tidak membuahkan hasil karena [[Pakubuwana IV]] tetap pada pendirian dan tidak akan mencabut gelar Mangkubumi untuk saudaranya.
 
[[Pakubuwana IV]] juga menolak hak suksesi ''adipati anom'' (putra mahkota) Kesultanan Yogyakarta. Keadaan politik yang sudah memanas itu bertambah lagi dengan tuntutan [[Mangkunegara I]] yang melihat suatu peluang ada didepannya. [[Mangkunegara I]] menulis surat kepada Yan Greeve, pada bulan Mei 1790 yang isinya [[Mangkunegara I]] menagih janji Frederick Christoffeel van Straaldorf yang menjanjikan bahwa Pangeran Mangkubumi yang menjadi Sultan [[Hamengkubuwana I]] jika wafat maka [[Mangkunegara I]] akan diangkat menjadi Hamengkubuwana II dan berhak menduduki takhta [[Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat|Kesultanan Yogyakarta]].
 
[[VOC]] yang tidak ingin terseret kembali dalam pertikaian bersenjata menjadi panik dan mulai memeriksa situasi militernya dan ketiga kerajaan. VOC yang di wakili Yan Greeve menemui dengan perasaan kecewa ketika dilapangan menemukan fakta bahwa [[Mangkunegara I]] memiliki 1.400 orang pasukan bersenjata yang siaga. Dalam waktu yang singkat kekuatan 1.400 orang bersenjata dapat dilipatkan dengan memanggil pengikutnya menjadi 4.000 orang pasukan bersenjata.
 
Tuntutan [[Mangkunegara I]] juga menuntut dikembalikannya GKR Bendara istrinya. Jika tuntutan ini tidak dipenuhi sebagai gantinya Mangkunegara I menuntut 4.000 cacah dari Yogyakarta. [[Mangkunegara I]] mulai memobilisasi pasukannya dan pertempuran kecil mulai terjadi. Wilayah Gunung Kidul menjadi medan pertempuran, dalam mobilisasi dan pertempuran ini Raden Mas Sulama (calon [[Mangkunegara II]]) sudah terlibat dan aktif dalam pertempuran.
 
Pada 7 Oktober 1790, Yan Greeve mengintimidasi [[Hamengkubuwana I]] untuk memberikan 4.000 cacah tetapi ia menolak. Awal November 1790 tuntutan 4.000 cacah diganti dengan upeti Belanda kepada [[Mangkunegaran]] sebesar 4.000 real.