Bahasa Palembang [[Jegho|Jegho/Jero]] ({{aka}} ''Alus'') juga masuk sebagai muatan lokal (kegiatan kurikulum) bagi sekolah-sekolah tingkat dasar dan menengah di wilayah Palembang sejak [[2021]].<ref>{{cite web |url= https://psikologi.radenfatah.ac.id/berita/detail/alhamdulillah-bahasa-palembang-jegho-alus-masuk-muatan-lokal-pada-sekolah-dasar-di-kota-palembang|title=Alhamdulillah, Bahasa Palembang Jegho (Alus) Masuk Muatan Lokal Pada Sekolah Dasar Di Kota Palembang |author=<!--Not stated--> |date= 2021|publisher= Pustipd UIN Raden Fatah}}</ref>
== Sejarah ==
Sebagaimana ragam Melayik lainnya, bahasa Palembang merupakan keturunan dari bahasa Proto-Malayik yang diperkirakan berasal dari Kalimantan bagian barat. Menurut Adelaar (2004), perkembangan Melayu sebagai etnis tersendiri mungkin saja dipengaruhi oleh persentuhan dengan budaya India, setelah migrasi penutur Proto-Malayik ke Sumatra bagian selatan. [[Sriwijaya|Kerajaan Sriwijaya]] yang berpusat di [[Palembang]] pada abad ke-7 merupakan salah satu wujud terawal negara bangsa Melayu, jika bukan yang pertama.<ref>Adelaar, K.A., "Where does Malay come from? Twenty years of discussions about homeland, migrations and classifications". Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde, 160 (2004), No. 1, hlmn. 1-30</ref> [[Prasasti Kedukan Bukit]] yang ditemukan di Palembang merupakan bukti tertulis pertama dari rumpun bahasa Malayik yang dipertuturkan di daerah tersebut. Meski begitu, ahli bahasa masih memperdebatkan apakah benar ragam bahasa yang digunakan di prasasti tersebut merupakan leluhur langsung dari bahasa-bahasa Melayu (termasuk Palembang) modern.{{sfn|Adelaar|1992|pp=5-6}}
Selain dari prasasti-prasasti kuno, sangat sedikit sumber tertulis lainnya yang bisa jadi acuan untuk perkembangan bahasa Palembang. Satu sumber tertulis adalah Kitab Undang-Undang [[Simbur Cahaya]], yang penyusunannya dianggap dilakukan oleh [[Ratu Sinuhun]], istri dari penguasa Palembang Pangeran Sido ing Kenayan pada sekitar abad ke-17. Kitab ini ditulis dalam [[bahasa Melayu Klasik]] dengan sedikit pengaruh [[bahasa Jawa]], mengingat keluarga bangsawan Palembang berasal dari Jawa.{{sfn|Hanifah|1999|pp=1-38}} Pengaruh Jawa di Palembang dimulai setidaknya sejak abad ke-14.
William Marsden mencatat dua ragam bahasa berbeda yang digunakan di Palembang pada abad ke-18. Bahasa di keraton adalah dialek Jawa halus dengan campuran kosakata asing, sementara bahasa sehari-hari penduduk Palembang adalah dialek Melayu, dengan ciri utama pengucapan vokal 'a' yang diganti menjadi 'o' di posisi akhir kata.{{sfn|Marsden|1811|p=562}}