Medang: Perbedaan antara revisi

[revisi tidak terperiksa][revisi tidak terperiksa]
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: halaman dengan galat kutipan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: halaman dengan galat kutipan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 153:
 
== Keruntuhan ==
[[Berkas:032 Avadana Level 1, Ship andBorobudur Crewship.jpgJPG|thumbjmpl|ka|260px|[[Kapal Borobudur|Kapal kuno]] yang digambarkan di [[candi Borobudur]].
{{Main|Wangsa Syailendra}}
[[Berkas:032 Avadana Level 1, Ship and Crew.jpg|thumb|[[Kapal Borobudur|Kapal kuno]] yang digambarkan di [[Borobudur]].
 
[[Dharmawangsa Teguh]] melancarkan serangan angkatan laut terhadap [[Kerajaan Sriwijaya]] yang berbasis di [[Sumatera]]. Dharmawangsa melancarkan invasi angkatan laut melawan [[Sriwijaya]]<ref name="indianised" />{{rp|130}} dalam upaya untuk menaklukkan Palembang, berita invasi [[Jawa]] ke [[Sriwijaya]] dicatat oleh [[Dinasti Song]] dari [[Tiongkok]]. Pada 988, seorang utusan dari San-fo-tsi (Sriwijaya) dikirim ke istana Tiongkok di Guangzhou. Setelah tinggal selama dua tahun di Tiongkok, utusan itu mengetahui bahwa negaranya telah diserang oleh She-po (Jawa) sehingga membuatnya tidak dapat kembali pulang. Pada 992 utusan dari She-po (Jawa) tiba di istana Tiongkok dan menjelaskan bahwa negara mereka telah terlibat dalam perang berkelanjutan dengan Sriwijaya. Pada 999 utusan Sriwijaya berlayar dari Tiongkok ke Champa dalam upaya untuk pulang, namun ia tidak menerima kabar tentang kondisi negaranya. Utusan Sriwijaya kemudian berlayar kembali ke Tiongkok dan memohon bantuan Kaisar Tiongkok untuk melindungi, terhadap pendudukan Jawa.<ref name="Kulke">{{cite book |title=Nagapattinam to Suvarnadwipa: Reflections on the Chola Naval Expeditions to Southeast Asia, Volume 1 of Nalanda-Sriwijaya series |editor=Hermann Kulke |editor2=K Kesavapany |editor3=Vijay Sakhuja |publisher=Institute of Southeast Asian Studies |year=2009 |isbn= 9789812309372 |url=https://books.google.com/books?id=2swhCXJVRzwC&dq=Dharmawangsa+Srivijaya+envoy+China&hl=en&source=gbs_navlinks_s}}</ref>{{rp|229}}
Baris 166 ⟶ 165:
Bencana ini dicatat dalam kisah Jawa sebagai Mahapralaya, berakhirnya kerajaan Medang.<ref name="indianised" />{{rp|144}} Dengan kematian raja Dharmawangsa dan jatuhnya ibukota Medang, di bawah tekanan militer Sriwijaya, kedatuan akhirnya runtuh dan jatuh dalam kekacauan. Dengan tidak adanya penguasa tertinggi Medang, para panglima perang di provinsi-provinsi daerah dan pemukiman di [[Jawa Tengah]] dan [[Jawa Timur]] memberontak dan melepaskan diri dari pemerintah pusat Medang dan membentuk daerah otonom atau pemerintahan mereka sendiri. Razia dan perampokan merajalela merusak situasi negara. Ada kerusuhan dan kekerasan lebih lanjut beberapa tahun setelah kehancuran Medang.
 
[[Airlangga]], adalah putra Raja [[Udayana]] Warmadewa dari [[Kerajaan Bedahulu]] [[Bali]] dan Ratu [[Mahendradatta]], yang juga merupakan keponakan raja [[Dharmawangsa]] yang terbunuh serta sisa keluarga [[wangsa Isyana]] yang berhasil lolos, dan melarikan diri ke pengasingan di hutan pegunungan ''Vana giri'', [[Wonogiri]] di pedalaman [[Jawa Tengah]]. kemudian menuju Sendang Made, Kudu, [[Jombang]]. dalam pelarian dan pertapaannya [[Airlangga]] didatangi utusan rakyat dan mendapatkan dukungan kaum pendeta serta senopati yang masih setia untuk kembali membangun kejayaan Medang dan mendirikan kerajaan baru dengan nama [[Kerajaan Kahuripan]] pada 1009. [[Kahuripan]] dapat dianggap sebagai kelanjutan dari Medang, dengan ibukotanya '''Watan Mas''' yang terletak di dekat sekitar [[Gunung Penanggungan]].
 
== Pemerintahan Medang ==