Keadilan dalam Islam: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
menambahkan konten dan referensi
Baris 61:
Jika kita mengamati zaman permulaan, sangat mudah dilihat bahwa sesungguhnya Islam terbagi menjadi tiga, yakni kekuasaan, keadilan dan cinta. Ortodoksi Suni memilih kekuasaan, Syi’ah keadilan dan Sufi cinta dan asketisme. Namun demikian, menurut pendapat saya, sulit untuk membuat kategorisasi yang rigid secara tepat. Tidak ada sejarah manusia yang dapat dikategorikan secara sangat ketat. Namun orang bisa saja mengatakan bahwa mosaik sejarah Islam diwarnai dengan perjuangan untuk kekuasaan, keadilan dan cinta, dan polanya selalu didominasi oleh kekuasaan.
-->
== Cakupan ==
Keadilan dalam Islam tidak hanya berkaitan dengan urusan [[akhirat]], melainkan pula urusan [[dunia]]. Keadilan memerlukan adanya sesuatu yang benar dan salah. Selain itu, keadilan juga tidak dapat ditetapkan jika tidak ada kezaliman yang dilakukan.{{Sfn|asy-Sya'rawi|2007|p=27}}  
 
== Hak mengadili ==
Keadilan dalam Islam secara hakiki didasari langsung oleh [[syariat Islam]] yang ditetapkan oleh Allah. Sumber keadilan dalam Islam yang utama tidak berasal dari kehendak [[hakim]] ataupun penguasa. Hal ini karena keadilan yang berdasarkan kepada kehendak hakim atau penguasa tidak menjamin terciptanya suasana yang damai, tenteram, dan membahagiakan bagi masyarakat. Manusia yang beriman di dalam Islam menerapkan prinsip bahwa hanya pedoman dari Allah yang dapat digunakan untuk mengadili manusia. Sedangkan manusia tidak dapat mengadili sesamanya manusia.{{Sfn|asy-Sya'rawi|2007|p=26-27}}
 
Pengadilan yang dilakukan oleh Allah tidak dapat ditandingi oleh hakim. Hal ini karena keadilan merupakan salah satu sifat dari [[Tauhid Asmaa' dan Sifat|sifat-sifat Allah]]. Tidak seorang pun yang dapat menyamai keadilan dari Allah. Allah dapat memberikan keadilan secara sempurna, sedangkan manusia tidak mampu melakukannya. Isyarat mengenai hal tersebut disebutkan dalam firman Allah pada Surah Ali Imran ayat 182. Ayat ini menyatakan bahwa Allah tidak menzalimi para hambaNya. Keadilan Allah juga disebutkan dalam Surah Al-Baqarah ayat 286. Ayat ini menyatakan bahwa Allah tidak membebani seseorang, melainkan sesuai dengan kesanggupannya.{{Sfn|asy-Sya'rawi|2007|p=27}}
 
Dalam [[Surah An-Nisa’|Surah An-Nisa']] ayat 129, Allah memberikan peringatan kepada manusia mengenai ketidakmampuannya dalam berlaku adil. Ayat ini secara khusus menyatakan ketidakmampuan berlaku adil oleh [[suami]] terhadap [[istri]]-istrinya. Penyebabnya adalah adanya kecenderungan untuk lebih mencintai salah satu di antara istrinya dibandingkan istri yang lainnya. Keadilan Allah dalam hal ini disebutkan di bagian akhir dari ayat tersebut, yaitu perintah kepada suami untuk mengadakan perbaikan dan pemeliharaan dirinya dari ketidak-adilan kepada para istrinya.{{Sfn|asy-Sya'rawi|2007|p=27}}
 
== Lihat pula ==
Baris 69 ⟶ 78:
 
== Rujukan ==
 
=== Catatan kaki ===
{{reflist|1}}
 
=== Daftar pustaka ===
 
* {{Cite book|last=asy-Sya'rawi|first=M. Mutawalli|date=2007|title=Anda Bertanya Islam Menjawab|location=Jakarta|publisher=Gema Insani|isbn=978-602-250-866-3|editor-last=Basyarahil, U., dan Legita, I. R.|translator-last=al-Mansur|translator-first=Abu Abdillah|ref={{sfnref|asy-Sya'rawi|2007}}|url-status=live}}
{{refbegin|1}}
* {{Cite book |ref=harv |last=Abu al-Khail |first=Sulaiman Abdullah Hamud |year=2014 |title=Sumber-sumber Agama Islam: Keutamaan dan Keistimewaannya (Inilah Islam) |location=Jakarta |publisher=Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab |translator=Budiansyah dkk.}}