Industri olahraga: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 5:
Dunia industri—tidak terkecuali dengan industri olahraga—membutuhkan dukungan dari [[pemerintah]] dalam bentuk sarana dan prasarana, serta dalam bentuk [[kebijakan fiskal]]. Kebijakan [[infrastruktur]] diperlukan untuk mendukung perkembangan industri, sementara kebijakan fiskal diperlukan sebagai insentif yang dapat dianggap sebagai bantuan modal atau investasi bagi industri.<ref>{{Cite book|last=Nugroho|first=Sigit|date=2019|url=https://www.google.co.id/books/edition/Industri_Olahraga/RiAPEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=industri+olahraga&printsec=frontcover|title=Industri_Olahraga|location=Yogyakarta|publisher=Universitas Negeri Yogyakarta Press|isbn=978-602-498-056-6|pages=27|url-status=live}}</ref>
 
Secara umum, pemerintah mesti terlibat dalam bidang olahraga yang dapat menghasilkan manfaat secara sosial, ekonomi, serta [[politik]]. Sebagai contoh, kegiatan olahraga selain menyehatkan badan, juga dapat mempererat ikatan[[interaksi sosial]]. Hal tersebut pun dapat memacu aktivitas ekonomi. Bagi pemerintah, kegiatan olahraga mampu menumbuhkan rasa cinta tanah air dan kesetiakawanan antar sesama [[warga negara]]. Dengan adanya ikatan sosial semacam itu diharapkan masyarakat dapat bahu membahu membantu pemerintah dalam menyukseskan program-program pembangunan negara. Kebijakan pemerintah dalam olahraga sangat dibutuhkan. Pemerintah dapat berperan aktif mendukung olahraga dengan berbagai cara. Pertama, pemerintah memberikan dukungan dari segi dana serta sarana dan prasarana olahraga. Perbaikan dan pembangunan sarana olahraga bukan hanya sebagai perbaikan fasilitas saja, tetapi sebagai persiapan menyambut kejuaraan olahraga. Kedua, pemerintah dapat terlibat dalam kegiatan pengembangan olahraga seperti pembangunan pusat pelatihan serta fasilitas kesehatan bagi atlet. Ketiga, pemerintah dapat menciptakan program-program yang mengarah kepada ajakan untuk menerapkan pola hidup sehat. Keempat, pemerintah melalui regulasinya dapat mengatur masalah penggunaan doping beserta sanksinya.<ref name=":3">{{Cite book|last=Smith|first=Aaron C.T|date=2015|url=https://www.google.co.id/books/edition/Introduction_to_Sport_Marketing/BnjfBQAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=sport+marketing&pg=PA168&printsec=frontcover|title=Introduction to Sport Marketing|location=Routledge|publisher=New York|isbn=978-1-315-77676-7|pages=20|url-status=live}}</ref>
 
Campur tangan pemerintah menyangkut kepentingan olahraga sangat dipengaruhi oleh ideologi negara, nilai, serta falsafah negara dan lembaga negara. Ideologi pertama adalah [[konservatisme]]. Ideologi konservatis menekankan kepada tradisi serta hal-hal yang sudah lumrah dan diterima secara umum. Pemerintahan yang konservatis cenderung membuat aturan bagaimana masyarakat seharusnya hidup, dan menyensor jika ada karya seni yang dinilai menyimpang dari aturan. Sisi positif dari pemerintahan yang konservatif dalam bidang olahraga adalah pemerintah tidak segan untuk memberikan sanksi dan hukuman kepada atlet yang melanggar aturan, semisal memakai doping. Selain itu, pemerintahan yang konservatif percaya bahwa sektor swasta merupakan salah satu kunci kemajuan sehingga mereka mendukung serta melindungi industri melalui regulasinya. Namun demikian, dalam pandangan pemerintah yang konservatif, olahraga merupakan perwujudan dari nilai-nilai sosial, tidak semata-mata hanya untuk mencari keuntungan. Ideologi yang kedua adalah [[reformisme]], atau biasa disebut dengan sosial demokrasi. Kaum reformis berpedoman pada kesejahteraan sosial dan kesetaraan. Pemerintahan yang reformis berusaha keras untuk menjadi sentral dalam segala urusan, dan kekuatan dari sentralisasi tersebut digunakan untuk mencapai rekayasa sosial secara positif. Kaum reformis menganggap bahwa olahraga dapat menjadi alat untuk pengembangan sosial dan karena berpedoman pada kesetaraan, maka mereka ingin agar olahraga menjadi bidang yang inklusif sehingga olahraga dapat diikuti oleh penyandang disabilitas, kaum migran yang berbicara dengan banyak bahasa, dan juga kaum perempuan. Kebijakan kaum reformis lebih mengarah kepada pengembangan olahraga di tingkat akar rumput masyarakat, bukan dikendalikan oleh kaum elit. Ideologi ketiga adalah neoliberalisme. Pemerintahan yang neoliberal memberikan kebebasan pada warganya untuk mengorganisir kehidupan sosial mereka serta berusaha mencari keuntungan tanpa campur tangan pemerintah. Pemerintahan neoliberal tidak mengutamakan perusahaan milik negara karena mereka menganggap bahwa privatisasi akan mencapai efisiensi dan keuntungan yang besar, terlebih lagi mereka pun menerapkan deregulasi industri. Pemerintahan yang berpaham neoliberal menganggap bahwa olahraga merupakan salah satu kendaraan untuk mencapai tujuan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah membuat suatu kebijakan olahraga terkait dengan kepentingan kaum elit untuk mengembangkan industri olahraga yang keuntungannya disalurkan untuk pengembangan komunitas olahraga. Ideologi yang keempat adalah [[sosialisme]]. Kaum sosialis beranggapan bahwa privatisasi serta pasar yang regulasinya tidak diatur oleh pemerintah akan mengakibatkan ketidaksetaraan ekonomi serta keterasingan kaum pekerja terhadap pekerjaannya. Mereka menganggap bahwa olahraga merupakan lembaga sosial yang sangat penting, dan peraturan mengenai olahraga sebaiknya ditetapkan oleh pemerintah untuk menciptakan keadilan. Selain itu, bantuan pemerintah pun sangat dibutuhkan dalam hal pengembangan serta perbaikan fasilitas olahraga.<ref>{{Cite book|last=Hoye|first=Rusell|date=2015|url=https://eclass.uoa.gr/modules/document/file.php/PHED398/Sport%20Management%20Readings/Sport%20Management%20Principles%20and%20Applications%204th%20Edition%20%5BDr.Soc%5D.pdf|title=Sport Management|location=New York|publisher=Routledge|isbn=978-1-315-73337-1|pages=21-23|url-status=live}}</ref>
 
Agar industri olahraga dapat berkembang, maka dibutuhkan kolaborasi atau kerjasamakerja sama dari berbagai pihak seperti pemerintah—baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah daerah—dalam mendukung kegiatan olahraga dan menyokong infrastruktur olahraga; perusahaan swasta; organisasi induk olahraga; klub pendukung atau penggemar [[atlet]]; serta media massa sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional.<ref>{{Cite book|last=Nugroho|first=Sigit|date=2019|url=https://www.google.co.id/books/edition/Industri_Olahraga/RiAPEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=industri+olahraga&printsec=frontcover|title=Industri Olahraga|location=Yogyakarta|publisher=Universitas Negeri Yogyakarta Press|isbn=978-602-498-056-6|pages=16-17|url-status=live}}</ref>
 
=== Organisasi nirlaba ===