Dunia Melayu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
AlhyarJy (bicara | kontrib)
perbaikan konten
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 8:
Sebagai alternatif, para sarjana modern memperbaiki gagasan dunia Melayu yang diperluas ini, alih-alih mendefinisikannya sebagai suatu area politik dan [[area budaya|budaya]]. Dalam konteks ini, dunia Melayu direduksi menjadi suatu kawasan yang merupakan tanah air bagi [[suku Melayu|orang-orang Melayu]], yang secara historis diperintah oleh [[kesultanan Melayu|kesultanan-kesultanan Melayu]] yang berbeda, di mana berbagai [[bahasa Melayu|dialek bahasa Melayu]] dan nilai budayanya adalah dominan. Daerah ini meliputi [[Semenanjung Malaya]], daerah pesisir [[Sumatra]] dan [[Kalimantan]], dan pulau-pulau kecil di antaranya.<ref>{{harvnb|Milner|1982|p=112}}</ref><ref>{{harvnb|Benjamin|Chou|2002|p=7}}</ref><ref>{{harvnb|Wee|1985|pp=61–62}}</ref>
 
Penggunaan konsep ini yang paling menonjol adalah pada awal abad ke-20, yang dianut dengan gaya [[Iredentisme|iredentis]], oleh [[Nasionalisme Melayu awal|para nasionalis Melayu]] dalam bentuk "[[Indonesia Raya (politik)|Malaya Raya]]" (Melayu Raya), sebagai aspirasi untuk perbatasan "alami" atau yang diinginkan dari sebuah bangsa modern bagi [[ras Melayu]]. Istilah "Alam Melayu" tidak ada sebelum abad ke-20. Sastra-sastra Melayu klasik seperti [[Sejarah Melayu]] dan [[Hikayat Hang Tuah]] tidak menyebutkan istilah semacam ini. Istilah ini baru berkembang setelah tahun 1930, dengan contoh pertama yang tercatat berasal dari ''Majalah Guru'', sebuah majalah bulanan negeri Malaya, dan koran ''Saudara'', yang diterbitkan di Penang dan beredar di seluruh [[Negeri-Negeri Selat]]. Istilah "Alam Melayu" berkembang dan menjadi populer setelah munculnya gerakan nasionalisme Melayu pada perempat kedua abad ke-20.<ref>{{harvnb|Roff|1974|p=153}}</ref><ref>{{harvnb|Roff|1974|p=212–221}}</ref>
 
== Lihat juga ==