| secretary_general =
| foundation = 24 Oktober 1943 (organisasi)<br/> 8 November 1945 (partai)
| ideology = [[PanIslam]] Islamisme <br> [[Pancasila]]
| religion = [[Sunni|Islam Sunni]]
| headquarters = Jakarta, Indonesia
| website =
| successor = Keluarga Bulan Bintang <small>(kemudian menjadi [[Partai Bulan Bintang]])</small>
| newspaper = ''Abadi''
| dissolution = 17 Agustus 1960
| membership = 10 juta <ref>[http://www.muslimedianews.com/2015/05/nu-dan-masyumi-dibalik-keluarnya-nu.html NU and Masyumi; behind NU leave]</ref>
| membership_year = 1950
}}
'''Partai Masyumi''' adalah '''Partai Politik Islam''' yang didirikan pada 7 November 1945. Para pendiri Partai Masyumi adalah para tokoh Islam dari berbagai ormas Islam. Di antara para tokoh Islam tersebut adalah [[Hasyim Asyari]], [[Sukiman]], [[Wahid Hasjim]], [[Abdul Malik Karim Amrullah]], [[Aboebakar Atjeh]], [[Muh. Natsir]], [[Burhanuddin Harahap]],
'''Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia''' atau disingkat menjadi '''Masyumi''', adalah partai politik Islam yang pernah ada selama [[Sejarah Indonesia (1950–1959)|era Demokrasi Liberal di Indonesia]]. Partai ini dibubarkan oleh Presiden [[Sukarno]] pada tahun 1960 karena keterlibatan tokoh-tokohnya dalam [[Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia]] (PRRI).
Sjafruddin Prawiranegara, Moh. Roem, Muh. Isa Anshari, Kasman Singodimedjo, Anwar Harjono dan lainnya.
Masyumi adalah nama yang diberikan kepada sebuah organisasi yang dibentuk oleh [[Sejarah Nusantara (1942–1945)|Jepang yang menduduki Indonesia]] pada tahun 1943 dalam upaya mereka untuk mengendalikan umat Islam di Indonesia.<ref name="RICKLEFS194">Ricklefs (1991) p194</ref> Tidak lama setelah [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia]], pada tanggal 7 November 1945 sebuah organisasi baru bernama Masyumi terbentuk. Dalam waktu kurang dari setahun, partai ini menjadi partai politik terbesar di Indonesia. Masyumi termasuk dalam kategori organisasi Islam, sama seperti [[Nahdlatul Ulama]] dan [[Muhammadiyah]]. Selama periode demokrasi liberal, para anggota Masyumi duduk di [[Dewan Perwakilan Rakyat]] dan beberapa anggota dari partai ini terpilih sebagai [[Perdana Menteri Indonesia]], seperti [[Muhammad Natsir]] dan [[Burhanuddin Harahap]].<ref name="SIMANJUNTAK">Simanjuntak (2003)</ref>
[[Berkas:Sukarno at Masyumi Convention Suara Merdeka 30 December 1954.jpg|jmpl|Presiden [[Soekarno]] dalam muktamar Masyumi tahun 1954]]
Masyumi menduduki posisi kedua dalam [[Pemilu 1955|pemilihan umum 1955]]. Mereka memenangkan 7.903.886 suara, mewakili 20,9% suara rakyat,<ref name="FEITH">Feith (2007)</ref> dan meraih 57 kursi di parlemen. Masyumi termasuk populer di daerah modernis Islam seperti [[Sumatra Barat]], [[Jakarta]], dan [[Aceh]]. 51,3% suara Masyumi berasal dari Jawa, tetapi Masyumi merupakan partai dominan untuk daerah-daerah di luar Jawa, dan merupakan partai terdepan bagi sepertiga orang yang tinggal di luar Jawa.<ref name="FEITH_436437">Feith (2007) p436-437</ref><ref name="Ricklefs 1991 p238">Ricklefs (1991) p238</ref> Di [[Sumatra]], [[Kalimantan]], dan [[Sulawesi]], Masyumi memperoleh jumlah suara yang signifikan. Di Sumatra, 42,8% memilih Masyumi,<ref>{{cite book|publisher=http://epaper.kompas.com|title=Sumatra, Runtuhnya Benteng Penguasaan Partai|date=13 Februari 2009|accessdate=8 Desember 2017}}</ref> kemudian jumlah suara untuk Kalimantan mencapai 32%,<ref>{{cite book|publisher=http://epaper.kompas.com|title=Kalimantan, Heterogenitas yang Statis|date=19 Februari 2009|accessdate=8 Desember 2017}}</ref> sedangkan untuk Sulawesi mencapai angka 33,9%.<ref>{{cite book|publisher=http://epaper.kompas.com|title=Sulawesi, Merangkai Konfigurasi Baru Penguasaan Politik|date=27 Februari 2009|accessdate=8 Desember 2017}}</ref>
Pada tahun 1958, beberapa tokoh Masyumi bergabung dalam struktur [[Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia]] (PRRI). oleh karena itu, Masyumi bersama-sama dengan [[Partai Sosialis Indonesia]] dibubarkan oleh pemerintah.<ref name="RICKLEFS256">Ricklefs (1991) p256</ref> Setelah pembubaran tersebut, para anggota dan simpatisan Masyumi mendirikan [[Partai Bulan Bintang|Keluarga Bulan Bintang]] untuk mengkampanyekan pemberlakuan [[syariah]] . Sebuah upaya untuk membangkitkan kembali partai ini selama masa [[transisi ke Orde Baru]] sempat dilakukan, tetapi tidak diizinkan. Setelah [[kejatuhan Soeharto]] pada tahun 1998, upaya kedua untuk membangkitkan partai ini kembali dilakukan dengan cara mendirikan [[Partai Bulan Bintang]]] yang berpartisipasi dalam pemilihan-pemilihan umum pasca-Reformasi.<ref name="Partai2">' Bambang Setiawan & Bestian Nainggolan (Eds) (2004) pp54-55</ref>
== Sejarah ==
|