Siti Munjiyah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 158:
Dalamipidatoipembukaan KongresiWanita IndonesiaiPertama, R.A.iSukontoimenjelaskan bahwaikongres ituisemula berawalidari usulan perkumpulaniwanita “kanan”idan “kiri”iuntuk mengajakibersatu (Darban, dkk, 2010:79–80).  Diaibaru bisaimenyampaikannya dalam kongresitersebut karenaimengalami beberapa kerepotan. Berdasarkanipenilaiannya, kemampuanikaum wanitaiIndonesia masih kurangiapabila dibandingkanidengan kaum wanitaidi negara-negarailain, iwalaupun perkumpulan wanitaidi Indonesiaisudah banyak. Haliinilah yangimendorongnya – bersamaidengan R.A.iSutartinah (NyiiHajar Dewantara)idan Ny.iSuyatiniKartowiyono – untukimengadakan suatuikongres (Suratmin, dkk, 1991:11).
 
Pendirianikomite kongresiyang dicetuskan olehiR.A. Sukontoiini diisisi lainitidak mengherankaniapabila sebelumnya mendapatkanitantangan danikritikan yang tajamidari berbagaiipihak. Salahisatu kritikan tersebutidilontarkan olehikaum kolotiyang masihimerendahkan kaumiwanita, antarailainantara lain:
 
a.*   Kaum Kaumiwanitawanita tidakiperlutidak perlu mengadakan kongresiataukongres atau perkumpulan-perkumpulan lainisejenisnyalain sejenisnya.
* Kaum wanita tempatnya hanya berada di dapur saja.
* Kaum wanita tidak perlu memberikan penghidupan (mencari nafkah).
* Kaum wanita Indonesia belum matang dan belum bisa berdamai satu sama lain.
 
b.    Kaumiwanita tempatnyaihanya beradaidi dapurisaja.
 
c.    Kaumiwanita tidakiperlu memberikan penghidupani (mencariinafkah).
 
d.    Kaumiwanita Indonesiaibelum matangidan belumibisa berdamaiisatu samailain (Darban, dkk, 2010:80).
 
 
Baris 182 ⟶ 180:
 
=== Kritik kesetaraan gender ===
Siti Munjiyah merupakan salah satu ikontokoh yang memiliki kemampuan berorasi di antara sekian banyak wanita anggota Aisyiyah. Pengalamannya hadir ke berbagai acara penting bersama K.H. Ahmad Dahlan dan Haji Fachrodin membawa dampak kepada kepribadiannya. Dia sering turun diajak dalam pertemuan-pertemuan Muhammadiyah maupun Sarekat Islam di berbagai daerah.
 
Sebagaimana disebutkan dalam artikel di ''Suara Muhammadiyah'', dia awalnya mendapatkan kesempatan berorasi di atas ''voordracht'' (mimbar) dalam suatu acara yang diadakan oleh Sarekat Islam di Kediri pada 20 November 1921 karena memakai pakaian,yang belum terkenal diikalangan umattIslam waktu itu. Orang-orang mengira bahwa pakaian yang dikenakannya adalah pakaian haji. Ketika berorasi, dia memanfaatkannya untuk menjelaskan pakaian tersebut kepada para hadirin (Hayati, 1985:4–5).
 
Pakaian yang dikenakannya tertutup rapat seperti kain ihram dan dikombinasikan dengan kerudunggkhas songkettKauman. Tidakkhanya itu, dia jugaamenjelaskan mengenaiikedudukan kaum wanita dalamgagama,Islam. Menurut dirinya, perintahidalam agamaaIslam tidak hanya diperuntukkan bagi laki-lakissaja, tetapi wanita juga harus melaksanakannya.