Suku Jawa: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Dana amelino (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 281:
Orang Jawa, seperti suku-suku [[Austronesia]] lainnya, menggunakan sistem navigasi yang mantap: Orientasi di laut dilakukan menggunakan berbagai tanda alam yang berbeda-beda, dan dengan memakai suatu teknik perbintangan sangat khas yang dinamakan ''star path navigation''. Pada dasarnya, para navigator menentukan haluan kapal ke pulau-pulau yang dikenali dengan menggunakan posisi terbitnya dan terbenamnya bintang-bintang tertentu di atas cakrawala.<ref name=":4">{{Cite book|title=Perahu-Perahu Tradisional Nusantara|last=Liebner|first=Horst H.|publisher=|year=2002|isbn=|location=Jakarta|pages=}}</ref>{{Refpage|10}} Pada zaman Majapahit, [[kompas]] dan [[magnet]] telah digunakan, selain itu [[kartografi]] (ilmu pemetaan) telah berkembang. Pada tahun 1293 Raden Wijaya memberikan sebuah peta dan catatan sensus penduduk pada pasukan Mongol dinasti Yuan, menunjukkan bahwa pembuatan peta telah menjadi bagian formal dari urusan pemerintahan di Jawa.<ref>Suarez, Thomas (2012). ''Early Mapping of Southeast Asia: The Epic Story of Seafarers, Adventurers, and Cartographers Who First Mapped the Regions Between China and India''. Tuttle Publishing.</ref>{{rp|53}} Penggunaan peta yang penuh garis-garis memanjang dan melintang, garis rhumb, dan garis rute langsung yang dilalui kapal dicatat oleh orang Eropa, sampai-sampai orang Portugis menilai peta Jawa merupakan peta terbaik pada awal tahun 1500-an.<ref name=":2" /><ref>{{Cite web|url=https://www.nusantarareview.com/teknologi-era-majapahit.html|title=Teknologi Era Majapahit|date=2 Oktober 2018|website=Nusantara Review|language=en-US|access-date=11 Juni 2020}}</ref>
 
Kehadiran kolonial Eropa mengurangi jangkauan para pedagang-pelaut Jawa. Namun, pada tahun 1645, Diogo do Couto mengkonfirmasi bahwa orang Jawa masihpernah berkomunikasi dengan pantai timur Madagaskar.<ref>Couto, Diogo do (1645). ''Da AsiaÁsia: NineDécada decadesQuarta''. Lisbon: Regia Officina Typografica, 1778-881788. Reprint, Lisbon, 1974. Vol.''Década IV, part iii'', p. 169.</ref><ref name=":132">{{Cite book|last=Reid|first=Anthony|year=2000|title=Charting the Shape of Early Modern Southeast Asia|location=|publisher=Silkworm Books|isbn=9747551063|pages=}}</ref>{{rp|57}} Keputusan [[Amangkurat i|Amangkurat I]] dari Kesultanan Mataram untuk menghancurkan kapal di kota-kota pesisir dan menutup pelabuhan untuk mencegah mereka memberontak pada pertengahan abad ke-17 semakin mengurangi kemampuan orang Jawa dalam berlayar jarak jauh. Ini diperkuat dengan [[perjanjian Mataram-VOC tahun 1705]] yang melarang orang Jawa berlayar ke sebelah timur [[Pulau Lombok|Lombok]], sebelah utara Kalimantan, dan sebelah barat [[Lampung]].<ref>{{Cite book|last=Ricklefs|first=Merle Calvin|date=|year=2008|url=https://archive.org/details/m.-c.-ricklefs-a-history-of-modern-indonesia-since-c.-1200-red-globe-press-2008/page/100/mode/2up?q=Amangkurat|title=A History of Modern Indonesia Since c. 1200 Fourth Edition (E-Book version)|location=New York|publisher=Palgrave Macmillan|isbn=9780230546851|pages=100—101 dan 117|url-status=live}}</ref> Pada paruh kedua abad ke-18, sebagian besar pedagang-pelaut Jawa dibatasi hanya untuk perjalanan jarak pendek.<ref name=":4" />{{rp|20-21}}
 
=== Pembuat kapal ===
Baris 294:
Orang Jawa dikenal memproduksi kapal besar yang disebut [[K'un-lun po]] (kapal ''po'' orang K'un-lun). Kapal-kapal ini telah melintasi lautan antara India dan Tiongkok pada abad ke-2, membawa hingga 1000 orang bersama 250–1000 ton kargo. Ciri-ciri kapal ini adalah berukuran besar (panjang lebih dari 50–60 m), memiliki papan berlapis, tidak bercadik, dipasang dengan banyak tiang dan layar, layar berupa layar tanja, dan memiliki teknik pengikat papan berupa ikatan dengan serat tumbuh-tumbuhan.<ref>{{Cite journal|last=Dick-Read|first=Robert|date=July 2006|title=Indonesia and Africa: questioning the origins of some of Africa's most famous icons|journal=The Journal for Transdisciplinary Research in Southern Africa|volume=2|issue=1|pages=23–45|doi=10.4102/td.v2i1.307|doi-access=free}}</ref>{{rp|27-28}}<ref name=":16">{{Cite book|last=Dick-Read|first=Robert|year=2005|title=The Phantom Voyagers: Evidence of Indonesian Settlement in Africa in Ancient Times|location=|publisher=Thurlton|isbn=|pages=}}</ref>{{rp|41}}<ref name=":6">{{Cite journal|last=Manguin|first=Pierre-Yves|date=September 1980|year=|title=The Southeast Asian Ship: An Historical Approach|url=https://archive.org/details/the-southeast-asian-ship-an-historical-approach|journal=Journal of Southeast Asian Studies|volume=11|issue=|pages=266-276|doi=|via=}}</ref>{{Rp|275}}<ref name=":24">Manguin, Pierre-Yves (1993). [[iarchive:manguin-1993-trading-ships-of-south-china-sea|Trading Ships of the South China Sea]]. ''Journal of the Economic and Social History of the Orient''. '''36''' (3): 253-280.</ref>{{rp|262}}<ref name=":11">{{Cite journal|last=Christie|first=Anthony|date=1957|title=An Obscure Passage from the "Periplus: ΚΟΛΑΝΔΙΟϕΩΝΤΑ ΤΑ ΜΕΓΙΣΤΑ"|url=https://archive.org/details/Kolandiaphonta-ta-Megista|journal=Bulletin of the School of Oriental and African Studies, University of London|volume=19|issue=|pages=345-353|doi=|via=}}</ref>{{rp|347}}
 
Jenis kapal besar lain yang dibangun orang Jawa adalah jong, yang baru dicatat pada prasasti berbahasa [[Bahasa Jawa Kuno|Jawa kuno]] dari abad ke-9 M.<ref name=":133">{{Cite book|last=Reid|first=Anthony|date=|year=2000|url=https://archive.org/details/charting-the-shape-of-early-modern-southeast-asia|title=Charting the Shape of Early Modern Southeast Asia|location=|publisher=Silkworm Books|isbn=9747551063|pages=|url-status=live}}</ref>{{rp|60}} Meskipun karakteristiknya mungkin serupa, ia memiliki beberapa perbedaan dari po yaitu menggunakan pasak kayu untuk menyambung papan dan memiliki rasio penumpang terhadap bobot mati sebesar dua kalinya. Pada zaman Majapahit, sebuah jong biasanya membawa 600–700 orang dengan bobot mati 1200–1400 ton, dan memiliki LOD (panjang dek) sekitar 69,26–72,55 m dan LOA (panjang keseluruhan) sekitar 76,18–79,81 m. Yang terbesar, membawa 1000 orang dengan bobot mati 2000 ton, adalah sekitar 80,51 m LOD-nya dan 88,56 m LOA-nya.<ref>{{Cite journal|last=Averoes|first=Muhammad|date=2022|title=Re-Estimating the Size of Javanese Jong Ship|journal=HISTORIA: Jurnal Pendidik dan Peneliti Sejarah|volume=5|issue=1|pages=57-64|url=https://archive.org/details/size-of-javanese-jong}}</ref> Jong dibangun terutama di dua pusat pembuatan kapal utama di sekitar Jawa: Di pantai utara Jawa, di sekitar Cirebon dan Rembang-Demak (di [[selat Muria]] yang memisahkan [[gunung Muria]] dengan pulau Jawa), dan juga di pesisir Selatan Kalimantan, terutama di Banjarmasin dan pulau-pulau sekitarnya.<ref name=":10" />{{rp|377}} Tempat ini sama-sama memiliki hutan jati, tetapi galangan kapal di [[Kalimantan]] tetap mendatangkan kayu jati dari Jawa, sedangkan Kalimantan sendiri menjadi pemasok kayu ulin.<ref name=":202">{{Cite book|last=Rouffaer|first=G.P.|date=|year=1915|url=|title=De eerste schipvaart der Nederlanders naar Oost-Indië onder Cornelis de Houtman Vol. I|location=Den Haag|publisher='S-Gravenhage M. Nijhoff|isbn=|page=|pages=|url-status=live}}</ref>{{rp|132}} [[Pegu]] (sekarang Bago), yang merupakan pelabuhan besar pada abad ke-16, juga memproduksi jong, oleh orang Jawa yang menetap di sana.<ref name=":04">{{Cite book|last=Cortesão|first=Armando|year=1944|url=https://archive.org/details/McGillLibrary-136388-15666|title=The Suma oriental of Tomé Pires : an account of the East, from the Red Sea to Japan, written in Malacca and India in 1512-1515 ; and, the book of Francisco Rodrigues, rutter of a voyage in the Red Sea, nautical rules, almanack and maps, written and drawn in the East before 1515 volume II|location=London|publisher=The Hakluyt Society|isbn=|pages=|url-status=live}} {{PD-notice}}</ref>{{Rp|250}}
 
Takjub akan kemampuan mereka, Albuquerque mempekerjakan 60 tukang kayu dan arsitek kapal Jawa dari galangan kapal Malaka dan mengirimnya ke India, dengan harapan bahwa para pengrajin ini dapat memperbaiki kapal-kapal Portugis di India. Akan tetapi mereka tidak pernah sampai di India, mereka memberontak dan membawa kapal Portugis yang mereka tumpangi ke Pasai, di mana mereka disambut dengan luar biasa.<ref>{{Cite book|last=Reid|first=Anthony|date=1988|title=Southeast Asia in the Age of Commerce, 1450-1680: The lands below the winds, Volume 1|location=|publisher=Yale University Press|isbn=9780300039214|pages=|url-status=live}}</ref>{{rp|102-103}} Pembuatan kapal di Jawa terhambat ketika VOC memperoleh pijakan di Jawa mulai awal abad ke-17. Namun, pada abad ke-18 daerah pembuatan kapal Jawa (khususnya [[Kabupaten Rembang|Rembang]] dan [[Juwana, Pati|Juwana]]) telah mulai membangun kapal besar bergaya Eropa (jenis ''bark'' dan ''brigantine''),<ref name=":4" />{{rp|20}} kapal-kapal jenis ini bisa mencapai 400–600 ton muatannya, dengan rata-rata sebesar 92 ''last'' (165.6–184 ton metrik).<ref>Lee, Kam Hing (1986): 'The Shipping Lists of Dutch Melaka: A Source for the Study of Coastal Trade and Shipping in the Malay Peninsula During the 17th and 18th Centuries', in Mohd. Y. Hashim (ed.), ''Ships and Sunken Treasure'' (Kuala Lumpur: Persatuan Muzium Malaysia), 53-76.</ref> Pada 1856, [[John Crawfurd]] mencatat bahwa aktivitas pembuatan kapal Jawa masih ada pada pesisir Utara Jawa, dengan galangan kapal yang diawasi oleh orang Eropa, namun semua pekerjanya orang Jawa. Kapal-kapal yang dibuat pada abad ke-19 memiliki tonase maksimum 50 ton dan digunakan untuk pengangkutan di sungai.<ref name=":33">Lombard, Denys (2005)''. [https://archive.org/details/NJ2JA/mode/2up?q= Nusa Jawa: Silang Budaya, Bagian 2: Jaringan Asia]''. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Alih bahasa Indonesia dari Lombard, Denys (1990). ''Le carrefour javanais. Essai d'histoire globale (The Javanese Crossroads: Towards a Global History) vol. 2''. Paris: Éditions de l'École des Hautes Études en Sciences Sociales.</ref>{{rp|95}}