Sriwijaya: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
perbaikan sumber,penghapusan opini pribadi tanpa sumber |
Dikembalikan ke revisi 21509870 oleh InternetArchiveBot (bicara): Penghaphusan materi yang masih diragukan untuk didiskusikan terlebih dahulu. (Magic World!) Tag: Pembatalan |
||
Baris 109:
Di dunia perdagangan, Sriwijaya menjadi pengendali jalur perdagangan antara India dan Tiongkok, yakni dengan penguasaan atas [[Selat Malaka]] dan [[Selat Sunda]]. Orang Arab mencatat bahwa Sriwijaya memiliki aneka komoditas seperti kapur barus, kayu gaharu, cengkih, pala, kepulaga, gading, emas, dan timah, yang membuat raja Sriwijaya sekaya raja-raja di India.<ref name="Poesponegoro"/> Kekayaan yang melimpah ini telah memungkinkan Sriwijaya membeli kesetiaan dari ''vassal-vassal''-nya di seluruh Asia Tenggara. Dengan berperan sebagai ''entreport'' atau pelabuhan utama di Asia Tenggara, dengan mendapatkan restu, persetujuan, dan perlindungan dari Kaisar Tiongkok untuk dapat berdagang dengan Tiongkok, Sriwijaya senantiasa mengelola jejaring perdagangan bahari dan menguasi urat nadi pelayaran antara Tiongkok dan India.{{sfn|Sucipto|2009|p=28}}
Karena alasan itulah Sriwijaya harus terus menjaga dominasi perdagangannya dengan selalu mengawasi — dan jika perlu — memerangi pelabuhan pesaing di negara jirannya. Keperluan untuk menjaga monopoli perdagangan inilah yang mendorong Sriwijaya menggelar ekspedisi militer untuk menaklukkan bandar pelabuhan pesaing di kawasan sekitarnya dan menyerap mereka ke dalam [[Mandala (sejarah Asia Tenggara)|mandala]] Sriwijaya. Bandar Malayu di Jambi, Kota Kapur di pulau Bangka, Tarumanagara dan pelabuhan Sunda di Jawa Barat, Kalingga di Jawa Tengah, dan bandar Kedah dan Chaiya di semenanjung Melaya adalah beberapa bandar pelabuhan yang ditaklukan dan diserap kedalam lingkup pengaruh Sriwijaya. Disebutkan dalam catatan sejarah Champa adanya serangkaian serbuan angkatan laut yang berasal dari Jawa terhadap beberapa pelabuhan di [[Champa]] dan Kamboja. Mungkin angkatan laut penyerbu yang dimaksud adalah armada Sriwijaya, karena saat itu wangsa Sailendra di Jawa adalah bagian dari mandala Sriwijaya. Hal ini merupakan upaya Sriwijaya untuk menjamin monopoli perdagangan laut di Asia Tenggara dengan menggempur bandar pelabuhan pesaingnya. Sriwijaya juga pernah berjaya dalam hal perdagangan sedari tahun [[670]] hingga [[1025]] [[Masehi|M]].{{sfn|Halimi|2008|p=121}}
Selain menjalin hubungan dagang dengan [[India]] dan [[Tiongkok]], Sriwijaya juga menjalin perdagangan dengan tanah [[Jazirah Arab|Arab]]. Kemungkinan utusan Maharaja [[Sri Indrawarman]] yang mengantarkan surat kepada [[khalifah]] [[Umar bin Abdul-Aziz]] dari [[Bani Umayyah]] tahun 718, kembali ke Sriwijaya dengan membawa hadiah ''Zanji'' (budak wanita berkulit hitam), dan kemudian dari kronik Tiongkok disebutkan ''Shih-li-fo-shih'' dengan rajanya ''Shih-li-t-'o-pa-mo'' (Sri Indrawarman) pada tahun 724 mengirimkan hadiah untuk kaisar Tiongkok, berupa ''ts'engchi'' (bermaksud sama dengan ''Zanji'' dalam [[bahasa Arab]]).<ref name="Azra">{{cite book|last=Azra|first=Azyumardi|authorlink=Azyumardi Azra|title=Islam in the Indonesian world: an account of institutional formation|publisher=Mizan Pustaka|year=2006|id= ISBN 979-433-430-8}}</ref>
Baris 178:
Pada abad ke-7 ini, orang Tionghoa mencatat bahwa terdapat dua kerajaan yaitu ''Malayu'' dan ''Kedah'' menjadi bagian kedatuan Sriwijaya.<ref name="end" />
Berdasarkan [[prasasti Kota Kapur]] yang berangka tahun 686 ditemukan di pulau [[Pulau Bangka|Bangka]], Kedatuan ini telah menguasai bagian selatan Sumatra, pulau Bangka hingga Belitung. Prasasti ini juga menyebutkan bahwa [[Sri Jayanasa]] telah melancarkan ekspedisi militer untuk menghukum ''Bhumi Jawa'' yang tidak berbakti kepada Sriwijaya, peristiwa ini bersamaan dengan runtuhnya [[Tarumanagara]] di Jawa Barat dan Holing ([[Kalingga]]) di Jawa Tengah yang kemungkinan besar akibat serangan Sriwijaya. Kemungkinan yang dimaksud dengan Bhumi Jawa adalah [[Tarumanegara]].<ref name=SMP/> Sriwijaya tumbuh dan berhasil mengendalikan jalur perdagangan maritim di [[Selat Malaka]], [[Selat Sunda]], [[Laut Tiongkok Selatan]], [[Laut Jawa]], dan [[Selat Karimata]].
==== Penaklukan kawasan ====
[[File:Srivijayan Expansion.gif|thumb|250px|Peta wilayah kekuasaan
Ekspansi kerajaan ini ke Semenanjung Malaya, menjadikan Sriwijaya mengendalikan simpul jalur perdagangan utama di Asia Tenggara. Berdasarkan observasi, ditemukan reruntuhan candi-candi Sriwijaya di [[Thailand]] dan [[Kamboja]]. Pada abad ke-7, pelabuhan [[Champa]] di sebelah timur Indochina mulai mengalihkan banyak pedagang dari Sriwijaya. Untuk mencegah hal tersebut, Maharaja [[Wisnu (raja)|Dharmasetu]] melancarkan beberapa serangan ke kota-kota pantai di Indochina. Kota Indrapura di tepi [[sungai Mekong]], di awal abad ke-8 berada di bawah kendali Sriwijaya. Sriwijaya meneruskan dominasinya atas Kamboja, sampai raja [[Khmer]] [[Jayawarman II]], pendiri kemaharajaan Khmer, memutuskan hubungan dengan Sriwijaya pada abad yang sama.<ref name="end" />. Menurut catatan, pada masa ini pula [[wangsa Sailendra]] bermigrasi ke [[Jawa Tengah]] dan berkuasa di sana. Pada abad ini pula, Langkasuka di semenanjung Melayu menjadi bagian kerajaan.<ref name="end" /> Pada masa berikutnya, Pan Pan dan Trambralinga, yang terletak di sebelah utara Langkasuka, juga berada di bawah pengaruh Sriwijaya.
Setelah Dharmasetu, [[Samaratungga]] menjadi penerus kerajaan. Ia berkuasa pada periode 792 sampai 835. Tidak seperti Dharmasetu yang ekspansionis.
=== Masa keemasan ===
[[Berkas:Avalokiteçvara, Malayu Srivijaya style.jpg|ka|lurus|jmpl|Arca emas [[Avalokiteśvara|Avalokiteçvara]] bergaya Malayu-Sriwijaya, ditemukan di Rantaukapastuo, Muarabulian, [[Jambi]], [[Indonesia]].]]
Baris 190 ⟶ 193:
Kedatuan Sriwijaya bercirikan kerajaan maritim. Mengandalkan hegemoni pada kekuatan armada lautnya dalam menguasai alur pelayaran, jalur perdagangan, menguasai dan membangun beberapa kawasan strategis sebagai pangkalan armadanya dalam mengawasi, melindungi kapal-kapal dagang, memungut cukai, serta untuk menjaga wilayah kedaulatan dan kekuasaanya.<ref>{{cite book|last=Pramono|first=Djoko|title=Budaya bahari|publisher=Gramedia Pustaka Utama|year=2005|id=ISBN 979-22-1351-1}}</ref>
Dari catatan sejarah dan bukti arkeologi, pada abad ke-9 Sriwijaya telah melakukan kolonisasi di hampir seluruh kerajaan-kerajaan Asia Tenggara, antara lain: [[Sumatra]], [[Jawa]], [[Semenanjung Malaya]], [[Thailand]], [[Kamboja]], [[Vietnam]],<ref name="end" /> dan [[Filipina]].<ref>{{cite book|last=Rasul|first=Jainal D.|title=Agonies and Dreams: The Filipino Muslims and Other Minorities"|publisher=CARE Minorities|year=2003|location=Quezon City|url=|doi=|pages=pages 77|id=}}</ref> Dominasi atas [[Selat Malaka]] dan [[Selat Sunda]], menjadikan Sriwijaya sebagai pengendali rute perdagangan rempah dan perdagangan lokal yang mengenakan bea dan cukai atas setiap kapal yang lewat. Sriwijaya mengumpulkan kekayaannya dari jasa pelabuhan dan gudang perdagangan yang melayani pasar Tiongkok, dan India.
Pada 851 seorang pedagang Arab bernama Sulaimaan merekam sebuah peristiwa tentang wangsa Sailendra Jawa melakukan serangan mendadak terhadap kekaisaran Khmer dengan mendekati ibukota dari sungai, setelah menyeberang laut dari Jawa. Raja muda Khmer kemudian dihukum oleh Maharaja, dan kemudian kerajaan menjadi pengikut dinasti Sailendra.<ref name="Rooney-Angkor">{{Cite book|url=https://www.bookdepository.com/Angkor-Dawn-Rooney/978-9622178021|title=Angkor, Cambodia's Wondrous Khmer Temples|last=Rooney|first=Dawn|date=16 April 2011|website=www.bookdepository.com|publisher=Odyssey Publications|isbn=978-9622178021|location=Hong Kong|access-date=2019-01-21}}</ref>{{rp|35}} Pada 916 M, sebuah kerajaan Jawa menyerbu Kekaisaran Khmer, menggunakan 1000 kapal berukuran sedang, yang berakhir dengan kemenangan Jawa. Kepala raja Khmer kemudian dibawa ke Jawa.<ref>{{Cite book|title=Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and Malay Peninsula|url=https://archive.org/details/earlykingdomsofi0000muno|last=Munoz|first=Paul Michel|publisher=Editions Didier Miller|year=2006|isbn=|location=Singapore|pages=}}</ref>{{rp|187-189}}
Baris 212 ⟶ 217:
Sri Cudamani Warmadewa kembali memperlihatkan kecakapan diplomasinya, memenangi dukungan Tiongkok dengan cara merebut hati Kaisarnya. Pada tahun 1003, ia mengirimkan utusan ke Tiongkok dan mengabarkan bahwa di negerinya telah selesai dibangun sebuah candi Buddha yang didedikasikan untuk mendoakan agar Kaisar Tiongkok panjang usia. Kaisar Tiongkok yang berbesar hati dengan persembahan itu menamai candi itu ''cheng tien wan shou'' dan menganugerahkan [[Lonceng|genta]] yang akan dipasang di candi itu.<ref>{{cite book|last=Muljana|first=Slamet|authorlink=Slamet Muljana|title= Sriwijaya|editor= F.W. Stapel|publisher=PT. LKiS Pelangi Aksara|year=2006|location=|pages=|id=ISBN 978-979-8451-62-1 }}</ref> (Candi Bungsu, salah satu bagian dari candi yang terletak di [[Candi Muara Takus|Muara Takus]]).<ref name="ReferenceA"/>
Serangan dari Medang ini membuka mata Sriwijaya betapa berbahayanya ancaman Jawa,
Pengaruh kekaisaran mencapai Manila pada abad ke-10. Sebuah kerajaan di bawah pengaruhnya telah didirikan di sana.<ref name="mts">{{cite web|url=http://www.mts.net/~pmorrow/lcieng.htm|title=Laguna Copperplate Inscription - Article in English|archiveurl=https://web.archive.org/web/20080205031106/http://www.mts.net/~pmorrow/lcieng.htm|archivedate=5 February 2008|accessdate=25 August 2015|url-status=dead|df=dmy-all}}</ref><ref name="bibingka">[http://www.bibingka.com/dahon/lci/lci.htm#lci_graphics The Laguna Copperplate Inscription] {{webarchive|url=https://web.archive.org/web/20141121194304/http://bibingka.com/dahon/lci/lci.htm|date=21 November 2014}}. Accessed 4 September 2008.</ref> Penemuan patung Tara emas di Agusan del Sur dan Kinnara emas dari Butuan, Timur laut Mindanao, di Filipina menunjukkan adanya hubungan kuno antara Filipina kuno dan kekaisaran Sriwijaya,<ref>{{cite web|url=http://agusandelsur.gov.ph/index/using-joomla/extensions/components/content-component/article-categories/78-demo/slides/80-golden-tara|title=Golden Tara|work=Agusan del Sur}}</ref> karena Tara dan Kinnara adalah tokoh atau dewa penting dalam kepercayaan Buddha Mahayana. Kesamaan agama Buddha Mahayana-Vajrayana menunjukkan bahwa Filipina kuno memperoleh kepercayaan Mahayana-Vajrayana dari pengaruh Srivijayan di Sumatra.<ref>{{cite web|url=http://asiasociety.org/new-york/exhibitions/philippine-gold-treasures-forgotten-kingdoms|title=Philippine Gold, Treasure of Forgotten Kingdoms|work=Asian Society}}</ref>
Baris 293 ⟶ 298:
==== Hubungan dengan wangsa Sailendra ====
{{main|Wangsa Sailendra|Kerajaan Medang}}
Munculnya keterkaitan antara Sriwijaya dengan [[Wangsa Sailendra|dinasti Sailendra]] dimulai karena adanya nama ''Śailendravamśa'' pada beberapa prasasti di antaranya pada [[prasasti Kalasan]] di pulau Jawa, [[prasasti Ligor]] di selatan Thailand, dan prasasti Nalanda di India. Sementara pada [[prasasti Sojomerto]] dijumpai nama ''Dapunta Selendra''. Karena prasasti Sojomerto ditulis dalam bahasa Melayu Kuno, dan
Majumdar berpendapat dinasti Sailendra ini terdapat di Sriwijaya (Suwarnadwipa) dan [[Medang]] (Jawa), keduanya berasal dari Kalinga di selatan [[India]].<ref name="Majumdar">{{cite journal
Baris 344 ⟶ 349:
|[[Srivijaya]]
Shih-li-fo-shih
| Catatan perjalanan I Tsing pada tahun 671-685, Penaklukan Malayu, penaklukan Jawa
Prasasti [[Prasasti Kedukan Bukit|Kedukan Bukit]] (683), [[Prasasti Talang Tuo|Talang Tuo]] (684), [[Prasasti Kota Kapur|Kota Kapur]] (686), [[Prasasti Karang Brahi|Karang Brahi]] dan [[Prasasti Palas Pasemah|Palas Pasemah]]
|-
Baris 374 ⟶ 379:
|
|Jatuh ke kekuasaan Syailendra Jawa ([[Jawa Tengah]] atau [[Yogyakarta]])
|[[Wangsa Syailendra|Wangsa Sailendra]]
|-
|[[Dharanindra]] atau<br /> [[Rakai Panangkaran]]
Baris 396 ⟶ 401:
|840
|
|
|-
|[[Balaputradewa]]
|856
|Suwarnadwipa
|Kehilangan kekuasaan di Jawa, dan kembali ke Suwarnadwipa
[[Prasasti Nalanda]] tahun 860, [[India]]
|-
Baris 497 ⟶ 502:
=== Candi ===
Meskipun disebut memiliki kekuatan ekonomi dan keperkasaan militer, Sriwijaya hanya meninggalkan sedikit tinggalan purbakala di jantung negerinya di Sumatra.
Sangat berbeda dengan
Candi-candi Budha yang berasal dari masa Sriwijaya di Sumatra antara lain [[Candi Muaro Jambi]], [[Candi Muara Takus]], dan [[Candi Bahal|Biaro Bahal]]. Akan tetapi tidak seperti candi periode Jawa Tengah yang terbuat dari batu andesit, candi di Sumatra terbuat dari bata merah.
|