Sriwijaya: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Dikembalikan ke revisi 21509870 oleh InternetArchiveBot (bicara): Penghaphusan materi yang masih diragukan untuk didiskusikan terlebih dahulu. (Magic World!) Tag: Pembatalan |
Nasanagara (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 120:
Sebelumnya diasumsikan bahwa Sriwijaya merupakan kekuatan maritim yang tidak lepas hubungannya dengan etnisitas dan kebudayaan masyarakat di Selat Malaka. Asumsi yang terjadi adalah bahwa terbentuknya negara dengan sukses dan hegemoni di selat berhubungan langsung dengan kemampuan dalam keikutsertaan kegiatan maritim internasional, yang berarti negara ini berkembang dan mempertahankan lingkaran kekuasaannya dengan angkatan laut. Akan tetapi, survei dari informasi yang ada menunjukkan bahwa asumsi seperti itu tidak tepat. Data tentang aktivitas maritim sangat sedikit dan penyebutan angkatan laut hanya terjadi dalam sumber yang tidak lengkap. Bahkan aspek material angkatan laut Asia Tenggara tidak diketahui hingga abad ke-15, perhatian ilmiah umumnya berfokus pada teknik pembuatan kapal.<ref>Heng (Oktober 2013). p. 381.</ref>
Dalam prasasti Kedukan Bukit (
Selain itu, tidak adanya istilah yang menunjukkan kapal laut untuk keperluan umum dan militer menunjukkan bahwa angkatan laut bukanlah aspek permanen negara di Selat Malaka. Bahkan ketika kekuatan tetangga di maritim Asia, terutama Jawa selama abad ke-10 hingga 14, dan Chola India pada abad ke-11, mulai mengembangkan angkatan lautnya, kekuatan laut Sriwijaya relatif lemah. Sebagai contoh kasus, ''Songshi'' dan ''Wenxian Tongkao'' mencatat bahwa antara tahun 990 dan 991, seorang utusan Sriwijaya tidak dapat kembali dari Cina Selatan ke Palembang karena konflik militer yang sedang berlangsung antara Jawa dan Sriwijaya. Namun orang Jawa, Arab dari Timur Tengah, dan Asia Selatan mampu mempertahankan pertukaran diplomatik dan ekonomi dengan Cina selama waktu ini. Jelas, angkatan laut Jawa cukup kuat untuk benar-benar mengganggu komunikasi Sriwijaya dengan Cina. Terlepas dari konfrontasi angkatan laut antara Jawa dan Sriwijaya, komunikasi antara pemerintahan pesisir Samudra Hindia dan Cina terus berlanjut selama waktu ini, menunjukkan bahwa konflik tidak selalu terjadi di laut lepas, tetapi lebih cenderung terbatas pada muara dan sungai di sekitar ibu kota Sriwijaya di Palembang, muara Sungai Musi dan Selat Bangka.<ref name=":0">Heng (Oktober 2013). p. 385–386.</ref>
|