Zirah: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Verosaurus (bicara | kontrib) |
Verosaurus (bicara | kontrib) |
||
Baris 8:
Baju zirah juga digunakan di Nusantara. Akan tetapi, tidak semua prajurit memakai baju zirah. Baju zirah umumnya dikenakan oleh raja, bangsawan, dan prajurit yang lebih kaya atau berpangkat tinggi. Catatan awal mengenai baju zirah ada di [[Tarumanagara#Prasasti Jambu|prasasti Jambu]] (prasasti Pasir Koleangkek) dari abad ke-5 Masehi:
<blockquote>''śrīmān=dātā kṛtajño narapatir=asamo yah purā [tā]r[ū]māya[ṃ] / nāmnā śrīpūrṇṇavarmmā pracuraripuṡarābhedadyavikhyātavarmmo /'' ''tasyedam=pādavimbadbadvayam=arinagarotsāda ne nityadakṣam / bhaktānām yandripāṇām=bhavati sukhakaraṃ śalyabhūtaṃ ripūṇām.''<br><br>“Gagah, mengagumkan dan jujur terhadap tugasnya adalah pemimpin yang tiada taranya
[[Kakawin Ramayana]] (sekitar 870 M), yang merupakan versi Jawa dari epos [[Ramayana]] karya Valmiki (sekitar 500 tahun SM), menyebutkan pakaian dan zirah yang mencerminkan zamannya. Seorang anggota keluarga kerajaan disebutkan mengenakan mahkotanya, ''padaka'' (kerah, medali, atau pelindung dada), ''[[karambalangan]]'' (korset atau [[plastron]]) dan menggunakan baju besi berlapis emas bahkan dalam pertempuran.<ref name=":12" />{{rp|802}}<ref>{{Cite journal|last=Tjoa-Bonatz|first=Mai Lin|date=2019|title=Art historical and Archaeometric Analyses of Ancient Jewellery (7–16th C.) : The Prillwitz Collection of Javanese Gold|url=https://journals.openedition.org/archipel/1018?lang=en|journal=Java: Arts and Representations|volume=|issue=|pages=19-68|doi=}}</ref>
Orang Cina mencatat bahwa pakaian perang yang terbuat dari tembaga yang dicetak digunakan negara di pantai barat [[Kalimantan]] yang disebut Pu-ni (kemungkinan [[Brunei Darussalam|Brunei]]). Sebagaimana dicatat [[Zhao Rugua]] dalam Zhu Fan Zhi (1170–1231):<ref name=":Chau">{{Cite book|last1=Hirth|first1=Friedrich|last2=Rockhill|first2=William Woodville|year=1911|url=https://archive.org/details/cu31924023289345/page/n169/mode/2up|title=Chau Ju-Kua: His Work on the Chinese and Arab Trade in the Twelfth and Thirteenth Centuries, entitled Chu Fan Chï|location=St. Petersburg|publisher=Imperial Academy of Sciences|url-status=live}}</ref>{{rp|155}}<ref name=":12" />{{Rp|201-202}}<blockquote>
"... jika mereka bertempur, mereka membawa pedang dan mengenakan baju pelindung. Baju ini dibuat dari tembaga yang dicetak dan berbentuk seperti tabung besar, dan dikenakan pada badan mereka untuk melindungi perut dan punggung."</blockquote>Menurut Irawan Djoko Nugroho, baju itu di [[Jawa]] disebut sebagai ''[[kawaca]]'' dan digunakan oleh prajurit yang lebih kaya.<ref group="Catatan">''Kawaca'' memiliki dua makna. Yang pertama adalah kemeja yang dikenakan oleh para rohaniawan, yang lainnya berarti baju besi. Lihat Nugroho, Irawan Djoko (2011). hal. 386.</ref> Baju pelindung ini berbentuk seperti tabung panjang dan terbuat dari tembaga yang dicetak.<ref name=":12" />{{rp|202, 386}} Sebaliknya, infanteri biasa mengenakan baju zirah sisik yang disebut ''[[siping-siping]]''.<ref name=":13">{{cite thesis|last=Jákl|first=Jiří|date=2014|title=Literary Representations of War and Warfare in Old Javanese Kakawin Poetry|type=|publisher=The University of Queensland|degree=PhD}}</ref>{{rp|75, 78, 79}} Jenis
Majapahit memiliki pasukan elit yang disebut ''Bhayangkara''. Tugas utama pasukan ini adalah untuk melindung raja dan kaum bangsawan, namun mereka juga dapat diterjunkan ke pertempuran jika diperlukan. [[Hikayat Banjar]] mencatat perlengkapan ''Bhayangkara'' di istana Majapahit, termasuk pelindung dan senjatanya:<blockquote><blockquote>Maka kaluar dangan parhiasannya orang barbaju-rantai ampat puluh sarta padangnya barkupiah taranggos sakhlat merah, orang mambawa [[Istinggar|astenggar]]
— Hikayat Banjar, 6.3<ref>Ras, Johannes Jacobus, 1968, ''Hikayat Bandjar. A Study in Malay Historiography''. The Hague (Bibliotheca Indonesica, 1)</ref>{{Rp|Baris 1209–1214}}<ref name=":12" />{{Rp|204–205}}</blockquote></blockquote>Putra [[Afonso de Albuquerque]] menyebutkan persenjataan [[Perebutan Melaka (1511)|Melaka setelah kejatuhannya pada tahun 1511]]: Ada senapan ''matchlock'' besar ([[arquebus Jawa]]), sumpitan beracun, busur, panah, baju berlapis besi (''[[Baju lamina|laudeis de laminas]]''), tombak Jawa, dan jenis senjata lainnya.<ref>{{Cite book|last=The son of Afonso de Albuquerque|year=1774|url=https://archive.org/details/commentariosdog00unkngoog/page/n165/mode/2up?q|title=Commentários do Grande Afonso Dalbuquerque parte III|location=Lisboa|publisher=Na Regia Officina Typografica|pages=144}}</ref><ref name=":522">{{Cite book|last=Birch|first=Walter de Gray|year=1875|url=https://archive.org/details/commentariesgre02unkngoog/page/n199/mode/2up|title=The Commentaries of the Great Afonso Dalboquerque, Second Viceroy of India, translated from the Portuguese edition of 1774 volume III|location=London|publisher=The Hakluyt society|pages=127}}</ref> Dua komunitas etnis terkait di [[Sulawesi Selatan]], [[suku Bugis]] dan [[Suku Makassar|Makassar]], juga mengadopsi baju besi rantai yang mereka sebut sebagai ''waju'' ''rante'' atau ''waju'' ''ronte''. Zirah ini dibuat oleh untaian cincin besi yang diikatkan satu sama lain, yang membuatnya mirip dengan rajutan.<ref>{{Cite book|last=Hamid|first=Pananrangi|year=1990|title=Senjata Tradisional Daerah Sulawesi Selatan|location=|publisher=Direktorat Jenderal Kebudayaan|isbn=|pages=}}</ref>{{Rp|39}} Selama bertahun-tahun peperangan, tentara Bugis dan Makassar, mengenakan zirah rantai dan membawa [[senapan lontak]] yang mereka buat sendiri, mendapatkan reputasi yang hebat untuk keganasan dan keberanian mereka.<ref>{{Cite book|last=Tarling|first=Nicholas|year=1992|title=The Cambridge History of Southeast Asia: Volume One, From Early Times to c.1800|publisher=Cambridge University Press|isbn=0521355052}}</ref>{{Rp|431}}
|