Rakai Pikatan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Raden Salman (bicara | kontrib)
k Perbaikan Data & Tabel Berdasarkan Buku Karya Prof. Ayatrohaedi dan Boechari
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Raden Salman (bicara | kontrib)
k Penataan Data
Tag: kemungkinan perlu pemeriksaan terjemahan VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Baris 1:
'''Rakai Pikatan''' adalah Raja [[Medang]] ketujuh yang memerintah sekitar tahun 847 - 855.<ref name=":22">Dwiyanto, Djoko. 1986. ''Pengamatan terhadap Data Kesejarahan dari Prasasti Wanua Tengah III tahun 908 Masehi''. Dalam ''PIA IV'' (IIa). Jakarta: Pulit Arkenas, h. 92-110.</ref><ref name=":5">{{Cite book|last=Boechari|date=2013-07-08|url=https://books.google.co.id/books?id=RidIDwAAQBAJ&pg=PA469|title=Melacak Sejarah Kuno Indonesia lewat Prasasti|publisher=Kepustakaan Populer Gramedia|isbn=978-979-91-0520-2|language=id}}</ref>
 
Dalam [[Prasasti Wanua Tengah III]] (908), ia memerintah antara 6 Maret 847 s.d. 27 April 855. Ia adalah raja setelah '''Rakai Garung''' dan sebelum [[Rakai Pikatan|Rakai Kayuwangi]].<ref name=":525">{{Cite book|last=Boechari|date=2013-07-08|url=https://books.google.co.id/books?id=RidIDwAAQBAJ&pg=PA469|title=Melacak Sejarah Kuno Indonesia lewat Prasasti|publisher=Kepustakaan Populer Gramedia|isbn=978-979-91-0520-2|language=id}}</ref>
 
Namanya dikenal dalam [[Prasasti Wantil]], [[Prasasti Mantyasih]], [[Prasasti Wanua Tengah III]] dan diperkuat oleh [[Naskah Wangsakerta]].
Baris 23:
}}
 
== Identifikasi Mpu Manuku ==
'''Sri Maharaja Rakai Pikatan Mpu Manuku''' adalah raja keenam [[Kerajaan Medang]] ''periode Jawa Tengah'' (atau lazim disebut [[Kerajaan Mataram Kuno]]) yang memerintah sekitar tahun [[840]] an – [[856]].
Pada [[Prasasti Munduan]] tahun [[807]] diketahui Mpu Manuku menjabat sebagai Rakai Patapan.
== Nama Asli dan Gelar ==
Rakai Pikatan terdapat dalam daftar para raja versi [[prasasti Mantyasih]]. Nama aslinya menurut [[Prasasti Argapura]] adalah '''Mpu Manuku'''. Pada [[Prasasti Munduan]] tahun [[807]] diketahui Mpu Manuku menjabat sebagai Rakai Patapan. Kemudian pada [[Prasasti Kayumwungan]] tahun [[824]] jabatan Rakai Patapan dipegang oleh [[Mpu Palar]]. Mungkin saat itu Mpu Manuku sudah pindah jabatan menjadi Rakai Pikatan.
 
Rakai Pikatan terdapat dalam daftar para raja versi [[prasasti Mantyasih]]. Nama aslinya menurut [[Prasasti Argapura]] adalah '''Mpu Manuku'''. Pada [[Prasasti Munduan]] tahun [[807]] diketahui Mpu Manuku menjabat sebagai Rakai Patapan. Kemudian pada [[Prasasti Kayumwungan]] tahun [[824]] jabatan Rakai Patapan dipegang oleh [[Mpu Palar]]. Mungkin saat itu Mpu Manuku sudah pindah jabatan menjadi Rakai Pikatandi daerah lain.
Akan tetapi, pada [[Prasasti Tulang Er]] tahun [[850]] [[Mpu Manuku]] kembali bergelar Rakai Patapan. Sedangkan menurut [[prasasti Gondosuli]], Mpu Palar telah meninggal sebelum tahun [[832]]. Kiranya daerah Patapan kembali menjadi tanggung jawab [[Mpu Manuku]], meskipun saat itu ia sudah menjadi [[maharaja]]. Tradisi seperti ini memang berlaku dalam sejarah [[Kerajaan Medang]] di mana seorang raja mencantumkan pula gelar lamanya sebagai kepala daerah, misalnya [[Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung]].
 
Selanjutnya menurut [[prasasti Gondosuli]], Mpu Palar telah meninggal sebelum tahun [[832]]. Kiranya daerah Patapan kembali menjadi tanggung jawab [[Mpu Manuku]],
Menurut [[prasasti Wantil]], [[Mpu Manuku]] membangun ibu kota baru di desa [[Mamrati]] sehingga ia pun dijuluki sebagai [[Rakai]] Mamrati. Istana baru itu bernama Mamratipura, sebagai pengganti ibu kota yang lama, yaitu [[Mataram]].
 
Kemudian, pada [[Prasasti Tulang Er]] tahun [[850]] [[Mpu Manuku]] kembali bergelar Rakai Patapan.
[[Prasasti Wantil]] juga menyebutkan bahwa Rakai Mamrati turun takhta dan menjadi [[brahmana]] bergelar '''Rake Mamrati Sang Jatiningrat''' pada tahun [[856]].
 
Menurut [[Prasasti Argapura]] tahun 863 termuat nama Rakai Pikatan bernama Pu Manuko(u). Itu berarti Mpu Manuku sudah pindah jabatan dari Patapan ke Pikatan dan menjabat sebagai kepala daerah Pikatan.
== Perkawinan dengan Pramodawardhani ==
Prasasti Wantil juga menyinggung perkawinan Sang Jatiningrat alias Rakai Pikatan Mpu Manuku dengan seorang putri beragama lain. Para sejarawan sepakat bahwa putri itu ialah [[Pramodawardhani]] dari [[Wangsa Sailendra]] yang beragama [[Buddha]] [[Mahayana]], sementara Mpu Manuku sendiri memeluk agama [[Hindu]] [[Siwa]].
 
Lalu, apakah benar Mpu Manuku ayah Rakai Kayuwangi ???
[[Pramodawardhani]] adalah putri [[Samaratungga]] yang namanya tercatat dalam prasasti Kayumwungan tahun [[824]]. Saat itu yang menjabat sebagai Rakai Patapan adalah Mpu Palar, sedangkan nama Mpu Manuku sama sekali tidak disebut. Mungkin saat itu [[Pramodawardhani]] belum menjadi istri Mpu Manuku.
 
Dalam Prasasti Wanua Tengah III yang diterbitkan oleh Raja Dyah Balitung, disebutkan nama aslinya Rakai Pikatan Dyah Saladu.<ref name=":5"/>
Sejarawan De Casparis menganggap Rakai Patapan Mpu Palar sama dengan [[Maharaja]] [[Rakai Garung]] dan merupakan ayah dari Mpu Manuku. Keduanya merupakan anggota [[Wangsa Sanjaya]] yang berhasil menjalin hubungan perkawinan dengan [[Wangsa Sailendra]].
 
Sementara, hasil identifikasi diatas tentang Mpu Manuku... berdasarkan urutan tahun Prasasti dan juga dibawah Pemerintahan Rakai Kayuwangi.
Teori ini ditolak oleh [[Slamet Muljana]] karena menurut prasasti Gondosuli, Mpu Palar merupakan pendatang dari [[pulau Sumatra]] dan semua anaknya perempuan. Lagi pula, Mpu Manuku sudah lebih dulu menjabat sebagai Rakai Patapan sebelum Mpu Palar. Kemungkinan bahwa Mpu Manuku merupakan putra Mpu Palar sangat kecil.
 
Kemungkinan lebih tepat disebut bahwa Mpu Manuku berstatus sebagai Raja Daerah Patapan kemudian Pindah Jabatan menjadi Raja Daerah Pikatan Pada masa pemerintahan Rakai Kayuwangi.
Sementara itu, Mpu Manuku sudah menjabat sebagai Rakai Patapan pada tahun [[807]], sedangkan [[Pramodawardhani]] masih menjadi gadis pada tahun [[824]]. Hal ini menunjukkan kalau perbedaan usia di antara keduanya cukup jauh. Mungkin, Rakai Pikatan Mpu Manuku berusia sebaya dengan mertuanya, yaitu [[Samaratungga]].
 
Sedangkan nama ayah dari Rakai Kayuwangi, sesuai dengan yang disebut dalam Prasasti Wanua Tengah III yaitu Dyah Saladu.<ref name=":5"/>
 
== Isi Prasasti Wantil ==
=== Perpindahan Ibukota ===
Menurut [[prasasti Wantil]], [[MpuRakai ManukuPikatan]] membangun ibu kota baru di desa [[Mamrati]] sehingga ia pun dijuluki sebagai [[Rakai]] Mamrati. Istana baru itu bernama Mamratipura, sebagai pengganti ibu kota yang lama, yaitu [[Mataram]].
 
=== Penyerahan Tahta Ke Rakai Kayuwangi ===
[[Prasasti Wantil]] juga menyebutkan bahwa Rakai Mamrati turun takhta dan menjadi [[brahmana]] bergelar '''Rake Mamrati Sang Jatiningrat''' pada tahun [[856]].
 
=== PerkawinanPernikahan dengan Pramodawardhani ===
Prasasti Wantil juga menyinggung perkawinanpernikahan Sang Jatiningrat alias Rakai Pikatan Mpu Manuku dengan seorang putri beragama lain. Para sejarawan sepakat bahwa putri itu ialah [[Pramodawardhani]] dari [[Wangsa Sailendra]] yang beragama [[Buddha]] [[Mahayana]], sementara MpuRakai ManukuPikatan sendiri memeluk agama [[Hindu]] [[Siwa]].
 
[[Pramodawardhani]] adalah putri [[Samaratungga]] yang namanya tercatat dalam prasasti Kayumwungan tahun [[824]].
 
[[Pramodawardhani]] bukanlah satu-satunya istri Rakai Pikatan. Berdasarkan prasasti Telahap diketahui istri Rakai Pikatan yang lain bernama Rakai Watan Mpu Tamer. Kiranya saat itu gelar [[mpu]] belum identik dengan kaum laki-laki.
Baris 48 ⟶ 60:
Selir bernama Rakai Watan Mpu Tamer ini merupakan nenek dari istri [[Dyah Balitung]], yaitu raja yang mengeluarkan [[prasasti Mantyasih]] ([[907]]).
 
== PerangPendapat MelawanPakar BalaputradewaSejarah ==
=== Menurut Krom ===
[[Balaputradewa]] putra [[Samaragrawira]] adalah raja [[Kerajaan Sriwijaya]]. Teori populer yang dirintis oleh sejarawan Krom menyebutkan bahwa, [[Samaragrawira]] identik dengan [[Samaratungga]] sehingga secara otomatis, [[Balaputradewa]] adalah saudara [[Pramodawardhani]].
 
Dalam prasasti Wantil disebutkan bahwa Sang Jatiningrat alias Rakai Pikatan berperang melawan musuh yang membangun pertahanan berupa timbunan batu di atas bukit. Musuh tersebut dikalahkan oleh [[Dyah Lokapala]] putra Jatiningrat. Dalam prasasti itu terdapat istilah Walaputra, yang ditafsirkan sebagai [[Balaputradewa]]. Akibatnya, muncul teori bahwa telah terjadi perang saudara memperebutkan takhta sepeninggal [[Samaratungga]] yang berakhir dengan kekalahan [[Balaputradewa]].
 
=== Menurut Slamet Muljana ===
[[Slamet Muljana]] menolak anggapan bahwa [[Samaragrawira]] identik dengan [[Samaratungga]] karena menurut prasasti Kayumwungan, [[Samaratungga]] hanya memiliki seorang anak bernama [[Pramodawardhani]]. Menurutnya, [[Samaragrawira]] lebih tepat disebut sebagai ayah dari [[Samaratungga]]. Dengan demikian, [[Balaputradewa]] merupakan paman dari [[Pramodawardhani]].
 
=== Menurut Boechari ===
Teori populer menganggap [[Balaputradewa]] membangun benteng dari timbunan batu di atas bukit Ratu Baka dalam perang melawan [[Rakai Pikatan]] dan [[Pramodawardhani]]. Namun, menurutMenurut sejarawan BuchariBoechari, di bukit Ratu Baka tidak dijumpai prasasti atas nama [[Balaputradewa]], melainkan atas nama [[Rakai Walaing Mpu Kumbhayoni]]. Mungkin tokoh ini yang memberontak terhadap pemerintahan [[Rakai Pikatan]] karena ia juga mengaku sebagai keturunan asli pendiri kerajaan, yaitu [[Sanjaya]].
 
Sementara itu istilah Walaputra dalam prasasti Wantil bermakna “putra bungsu”. Jadi, istilah ini bukan nama lain dari [[Balaputradewa]], melainkan julukan untuk [[Dyah Lokapala]], yaitu pahlawan yang berhasil mengalahkan Rakai Walaing, musuh ayahnya.
Baris 76 ⟶ 91:
 
Nama Rakai Gurunwangi Dyah Saladu dan Dyah Ranu ditemukan dalam prasasti Plaosan setelah Rakai Pikatan. Mungkin mereka adalah anak Rakai Pikatan. Atau mungkin juga hubungan antara Dyah Ranu dan Dyah Saladu adalah suami istri.
 
Pada tahun [[807]] Mpu Manuku sudah menjadi pejabat, yaitu sebagai Rakai Patapan. Ia turun takhta menjadi [[brahmana]] pada tahun [[856]]. Mungkin saat itu usianya sudah di atas 70 tahun. Setelah meninggal dunia, Sang Jatiningrat dimakamkan atau didharmakan di desa Pastika.
 
== Kutipan ==