Kidung Sunda: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Analisis: Pranala
Analisis: Referensi
Baris 26:
Maka prabu Hayam Wuruk tidak jadi pergi ke Bubat menuruti saran patih Gajah Mada. Para abdi dalem keraton dan para pejabat lainnya, terperanjat mendengar hal ini, tetapi mereka tidak berani melawan.
 
Sedangkan di Bubat sendiri, mereka sudah mendengar kabar burung tentang perkembangan terkini di Majapahit. Maka raja Sunda pun mengirimkan utusannya, patih Anepakěn, untuk pergi ke Majapahit. Ia disertai tiga pejabat lainnya dan 300 serdadu. Mereka langsung datang ke rumah patih Gajah Mada. Di sana dia menyatakan bahwa Raja Sunda akan bertolak pulang dan mengira prabu Hayam Wuruk ingkar janji.{{Citation needed}}. Mereka bertengkar hebat karena Gajah Mada menginginkan supaya orang-orang Sunda bersikap seperti layaknya [[vazal]]-vazal Nusantara Majapahit. Hampir saja terjadi pertempuran di kepatihan kalau tidak ditengahi oleh Smaranata, seorang pandita kerajaan. Maka berpulanglah utusan raja Sunda setelah diberi tahu bahwa keputusan terakhir raja Sunda akan disampaikan dalam tempo dua hari.{{Citation needed}}.
 
Sementara raja Sunda setelah mendengar kabar ini tidak bersedia menjadi negara bawahan Majapahit. Maka dia berkata memberi tahukan keputusannya untuk gugur seperti seorang ksatria. Demi membela kehormatan, lebih baik gugur daripada hidup tetapi dihina orang Majapahit. Para bawahannya berseru mereka akan mengikutinya dan membelanya.
Baris 37:
Tentara Majapahit terdiri dari prajurit-prajurit biasa di depan, kemudian para pejabat keraton, Gajah Mada dan akhirnya prabu Hayam Wuruk dan kedua pamannya.
 
Pertempuran dahsyat berkecamuk, pasukan Majapahit banyak yang gugur. Tetapi karena kalah jumlahnya, akhirnya hampir semua orang Sunda dibantai habisan-habisan oleh orang Majapahit. Anepakěn dikalahkan oleh Gajah Mada sedangkan raja Sunda ditewaskan oleh besannya sendiri, raja Kahuripan dan Daha. Pitar adalah satu-satunya perwira Sunda yang masih hidup karena pura-pura mati di antara mayat-mayat serdadu Sunda. Kemudian ia lolos dan melaporkan keadaan kepada ratu dan putri Sunda. Mereka bersedih hati dan kemudian sesuai ajaran [[Hindu]] mereka melakukan belapati (bunuh diri). Semua istri para perwira Sunda pergi ke medan perang dan melakukan bunuh diri massal di atas jenazah-jenazah suami mereka.{{Citation needed}}.
 
=== Pupuh III (Sinom) ===
Prabu Hayam Wuruk merasa cemas setelah menyaksikan peperangan ini. Ia kemudian menuju ke pesanggaran putri Sunda. Tetapi putri Sunda sudah tewas. Maka prabu Hayam Wurukpun meratapinya ingin dipersatukan dengan wanita idamannya ini.
 
Setelah itu, upacara untuk menyembahyangkan dan mendoakan para arwah dilaksanakan. Tidak selang lama, maka mangkatlah pula prabu Hayam Wuruk yang merana.{{Citation needed}}.
 
Setelah dia diperabukan dan semua upacara keagamaan selesai, maka berundinglah kedua pamannya. Mereka menyalahkan Gajah Mada atas malapetaka ini. Maka mereka ingin menangkapnya dan membunuhnya. Kemudian bergegaslah mereka datang ke kepatihan. Saat itu patih Gajah Mada sadar bahwa waktunya telah tiba. Maka dia mengenakan segala upakara (perlengkapan) upacara dan melakukan [[yoga]] [[samadi]]. Setelah itu dia menghilang ([[moksa]]) tak terlihat menuju ketiadaan ([[niskala]]).
Baris 49:
 
== Analisis ==
Kidung Sunda harus dianggap sebagai karya sastra, dan bukan sebuah kronik sejarah yang akurat, meski kemungkinan besar tentunya bisa berdasarkan kejadian faktual.<ref>{{Cite book|last=ACHMADAchmad|first=SRISri WINTALAWintala|date=2019|url=https://books.google.co.id/books?id=oaFCEAAAQBAJ&pg=PA200&dq=Kidung+Sunda+%22kemungkinan+besar%22&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwjrmLP0ge73AhU38XMBHeLZB7QQ6AF6BAgJEAI#v=onepage&q=Kidung%20Sunda%20%22kemungkinan%20besar%22&f=false|title=PERANG BUBAT (1279) SAKA Membongkar Fakta Kerajaan Sunda Vs Majapahit|publisher=Araska Publisher|isbn=978-623-7537-19-9|language=id|url-status=live}}</ref>
 
Secara garis besar bisa dikatakan bahwa cerita yang dikisahkan di sini, gaya bahasanya lugas dan lancar. Tidak berbelit-belit seperti karya sastra sejenis. Kisahnya memadukan unsur-unsur romantis dan dramatis yang memikat. Dengan penggunaan gaya bahasa yang hidup, para protagonis cerita ini bisa hidup. Misalkan adegan [[kidung Sunda#Gajah Mada yang dimaki-maki oleh utusan Sunda (bait 1. 66b – 1. 68 a.)|orang-orang Sunda yang memaki-maki patih Gajah Mada]] bisa dilukiskan secara hidup, meski kasar. Lalu Prabu Hayam Wuruk yang meratapi Putri Sunda bisa dilukiskan secara indah yang membuat para pembaca [[kidung Sunda#Prabu Hayam Wuruk yang meratapi Putri Sunda yang telah tewas (bait 3.29 – 3. 33)|terharu]].{{Citation needed}}
 
Kemudian cerita yang dikisahkan dalam Kidung Sunda juga bisa dikatakan logis dan masuk akal. Semuanya bisa saja terjadi, kecuali mungkin moksanya patih Gajah Mada. Menurut Nugroho, moksa adalah perlambang kematian.<ref name=":1">{{Cite book|title=Majapahit Peradaban Maritim|last=Nugroho|first=Irawan Djoko|year=2011|title=Majapahit Peradaban Maritim|publisher=Suluh Nuswantara Bakti|yearisbn=2011978-602-9346-00-8|isbnurl-status=9786029346008live}}</ref>{{Rp|208}} Hal ini tidak seperti sumber-sumber lainnya, seperti [[kakawin Nagarakretagama]]. Biasanya naskah Bali (kidung) diturunkan dari generasi ke generasi, secara bertahap kehilangan akurasinya dan juga mengandung hal-hal yang lebih fantastis dan menakjubkan.<ref>{{Cite book|last=Groeneveldt|first=Willem Pieter|year=1876|url=https://archive.org/details/notes-on-the-malay-archipelago/page/31/mode/2up?q=|title=Notes on the Malay Archipelago and Malacca Compiled from Chinese Sources|location=Batavia|publisher=W. Bruining|isbn=|pages=|url-status=live}}</ref>{{Rp|31}}
 
Perlu dikemukakan bahwa sang penulis cerita ini lebih berpihak pada orang Sunda dan seperti sudah dikemukakan, sering kali bertentangan dengan sumber-sumber lainnya. Seperti tentang wafat prabu Hayam Wuruk dan patih Gajah Mada, penulisannya berbeda dengan kakawin Nagarakretagama.{{Citation needed}}