Teuku Ben Mahmud: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Al Asyi (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Al Asyi (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Baris 5:
Teuku Ben Mahmud lahir di Kuta Batee (Blangpidie) pada tahun 1860. Ayahnya bernama Teuku Bentara Abbas bin Teuku Bentara Agam yang berasal dari [[Pidie]]. Sebelum menjadi uleebalang, Teuku Ben Mahmud dikenal dengan sebutan Mahmud Panglima Gumbak. Setelah mendapatkan sarakata Cap Sikeurueng dari Sultan Aceh pada tahun 1885, Teuku Ben Mahmud diangkat menjadi uleebalang Blangpidie dengan gelar Setia Raja.
 
Sebelumnya, ''Zelfbestuur Landschappen'' ([[hulubalang]] [[daerah swapraja]]) Pulau Kayu-Blangpidie adalah Teuku Raja Sawang yang menandatangani perjanjian Pulo Kayee pada tanggal 9 Maret 1874 (sejak saat itu nama Kuta Batee resmi menjadi Blangpidie) dan dikukuhkan pada tanggal 27 Juli 18751874. Setelah kematian Teuku Raja Sawang, uleebalang Pulau Kayu dijabat oleh anaknya bernama Teuku Raja Cut. Ibu Teuku Raja Cut yaitu Cut Meutia binti Teuku Pang Chik kemudian menikah lagi dengan Teuku Ben Mahmud.
 
Teuku Pang Chik yang berasal dari Lhoong, Aceh Besar dianggap sebagai pendiri Kuta Batee (Blangpidie). Pada awal abad ke-19 terjadi perebutan kekuasaan di Kuta Batee antara beberapa pemimpin koloni dari Pidie dan Aceh Besar. Hingga kemudian Tuanku Husin bin Sultan Ibrahim (Sultan Alaiddin Mansursyah 1836-1870), dapat mendamaikan keduabelah pihak yang bertikai dan sekaligus menetapkan Teuku Ben Agam Pidie sebagai uleebalang Blangpidie yang pertama terlepas dari Kenegerian Susoh.
Baris 15:
Saat Teuku Ben Mahmud berperang melawan Belanda pada 1873, Teuku Raja Sawang bertindak atas nama uleebalang Blangpidie menandatangani ''Korte Verklaring'' dengan Belanda pada tahun 1874.
 
Pada 1885, Teuku Ben Mahmud ditunjuk oleh [[Sultan Muhammad Daud Syah]] sebagai uleebalang Blangpidie dengan gelar Teuku Bentara Blang Mahmud Setia Raja. Namun dianggap tidak sah oleh Belanda. Sedangkan berdasarkan korte verklaring, besluit Belanda untuk kenegerian Blangpidie dijabat Teuku Raja Sawang.
 
Baru pada tahun 1908, Belanda mengembalikan hak Teuku Ben Mahmud sebagai uleebalang Blangpidie setelah ia turun gunung. Keluarga Teuku BenNyak MahmudSandang selanjutnyakemudian mengajukan kepada Pemerintah Hindia Belanda agar negeri Blangpidie dan Pulau Kayu menjadi negeri otonom yang terpisah.
 
Pengukuhan perjanjian itu dituangkan dalam Akta No.10 tanggal 15 Juni 1901, ketika Teuku Raja Cut bin Teuku Raja Sawang menjabat sebagai uleebalang Pulau Kayu. Akan tetapi, akta tersebut tidak sempat dilaksanakan oleh penerusdikarenakan Teuku BenRaja Mahmud yaitu Teuku Banta Sulaiman bin Teuku Ben Mahmud dikarenakan ia diasingkan Belanda ke AcehCut Timurmeninggal. Begitupun tidak dilaksanakan oleh mertuaMertua Teuku Raja Cut yaitu Teuku Umar (lalu menjadi uleebalang cut Pulau Kayu setelahdi kematianbawah Teukuuleebalang Raja Cut)Blangpidie, sehingga seterusnya keturunan Teuku Ben Mahmud dianggap sebagai penguasa terhadap kedua kenegerian tersebut.
 
===Perjuangan===