Alun-alun: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Setyawanary (bicara | kontrib)
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Menambah Surakarta (Mataram)
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 13:
'''Zaman Hindu-Budha''', alun-alun telah ada (Buku Negara Kertagama, menyatakan di Trowulan terdapat alun-alun) asal usulnya ialah dari kepercayaan masyarakat tani yang setiap kali ingin menggunakan tanah untuk bercocok tanam, maka haruslah dibuat upacara minta izin kepada “dewi tanah”. Yaitu dengan jalan membuat sebuah lapangan “tanah sakral” yang berbentuk “persegi empat” yang selanjutnya dikenal sebagai alun-alun.
 
'''Masa kerajaan Mataram''', di Alun-alun depan istana secara rutin rakyat Mataram “seba” menghadap Penguasa (lihat [[Keraton Surakarta Hadiningrat|Keraton Surakarta]] dan [[Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat|Keraton Yogyakarta]]). Alun-alun pada masa ini sudah berfungsi sebagai pusat administratif dan sosial budaya bagi penduduk pribumi.
* Fungsi administratif: masyarakat berdatangan ke alun-alun untuk memenuhi panggilan ataupun mendengarkan pengumuman atau melihat unjuk kekuatan berupa peragaan bala prajurit dari penguasa setempat.
* Fungsi sosial budaya dapat dilihat dari kehidupan masyarakat dalam berinteraksi satu sama lain, apakah dalam perdagangan, pertunjukan hiburan ataupun olahraga. Untuk memenuhi seluruh aktivitas dan kegiatan tersebut alun-alun hanya berupa hamparan lapangan rumput yang memungkinkan berbagai aktivitas dapat dilakukan.
Baris 19:
'''Masa masuknya Islam''', bangunan [[masjid]] dibangun di sekitar alun-alun. Alun-alun juga digunakan sebagai tempat kegiatan-kegiatan hari besar [[Islam]] termasuk Salat [[Idul Fitri]]. Pada saat ini banyak alun-alun yang digunakan sebagai perluasan dari masjid seperti Alun-alun Kota Bandung. Konsep alun-alun menurut Islam adalah sebagai ruang terbuka perluasan halaman masjid untuk menampung luapan jamaah dan merupakan halaman depan dari keraton. Siar Islam telah membawa perubahan dalam perancangan pusat kota, sehingga alun-alun, keraton dan Masjid berada dalam satu kawasan yang di dekatnya terdapat jalur transportasi.<ref>{{cite web |url=http://loenpia.net/blog/semarangan/alun-alun-semarang-tinggal-nama.html |title=Alun-alun |date=13 Juli 2012 |access-date=2012-07-14 |archive-date=2012-12-01 |archive-url=https://web.archive.org/web/20121201131124/http://loenpia.net/blog/semarangan/alun-alun-semarang-tinggal-nama.html |dead-url=yes }}</ref>
 
'''Pada periode berikutnya kehadiran kekuasaan Belanda di Nusantara''', ikut memberi warna bentuk baru dalam tata lingkungan alun-alun. Hal ini terlihat dengan didirikannya bangunan penjara pada sisi lain alun-alun, termasuk di alun-alun [[Kota Surakarta|Surakarta]] [[Yogyakarta]]. Pendirikan bangunan-bangunan untuk kepentingan Belanda sekaligus mengurangi fungsi simbolis alun-alun, kewibawaan penguasa setempat (penguasa pribumi).
 
'''Periode zaman kemerdekaan''', banyak alun-alun yang berubah bentuk. Salah satunya alun-alun [[Malang]]. Faktor pendorong pertumbuhan ini macam-macam di antaranya kebijakan pemerintah, aktivitas masyarakat, Perdagangan dan Pencapaian (Dadang Ahdiat, 1993).