Sardjono Dipokusumo: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k clean up |
|||
Baris 1:
{{rapikan}}
[[Insinyur|Ir.]] '''Sardjono Dipokusumo''' adalah Menteri Pekerjaan Umum ke-14.<ref>http://kepustakaan-presiden.pnri.go.id/cabinet_personnel/popup_profil_pejabat.php?id=634&presiden_id=1&presiden=sukarno{{Pranala mati|date=Mei 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref> ({{lahirmati|[[Kota Gede, Kota Yogyakarta]]|10|11|1914|[[Jakarta]]|||1986|}}) Tanah Kusir, Jakarta.
== Latar Belakang ==
Sardjono dilahirkan dengan seorang ayah bernama Dharmopranoto/Sastrosuwarno yang berasal dari [[Kauman, Yogyakarta]] yang berprofesi sebagai guru “Sekolah Ongko Loro” (sekolah rakyat dengan bahasa jawa sebagai bahasa pengantar) di Ngabean, Yogyakarta (sekarang Jl. Kyai H. Ahmad Dahlan) dan meninggal pada tahun 1919 (dimakamkan di pemakaman keluarga BKN di belakang Masjid Perak, Kotagede, Yogyakarta) ketika Sardjono berumur 5 tahun. Sedangkan ibunya adalah seorang Ibu rumah tangga dari kalangan pedagang bernama Sukaptinah yang berasal dari [[Kotagede, Yogyakarta]]. Selain menjadi guru, orang tua Sardjono mempunyai usaha sampingan batik kecil-kecilan di daerah [[Kadipaten, Kraton, Yogyakarta|Kampung Bludiran, Jeron Beteng, Yogyakarta]]. Sardjono mempunyai saudara kandung bernama Suradi yang meninggal saat masih bayi berumur 40 hari, sehingga kemudian ia menjadi anak tunggal.
Tidak lama berselang setelah kepergian sang ayah, beberapa tahun kemudian Ibu Sukaptinah Sastrosuwarno menikah lagi dengan Bapak Notosukarto dan berganti nama menjadi Ibu Notosukarto, ia mengikuti tugas suaminya yang harus berpindah tugas ke beberapa tempat sebagai mantra guru sekolah rakyat. Jabatan terakhir yang dipegang adalah sebagai seorang kepala sekolah dan setelah pensiun kemudian memilih untuk menetap di daerah [[Godean, Sleman]]. Ketika Sardjono kecil, ia diasuh oleh kakak ibunya yaitu Ibu Atmo Seduto, seorang pedagang yang juga dikenal sebagai “Mbah Solo”. Ibu Atmo Seduto menikah dengan seorang Abdi Dalem Keraton, Bapak Kabayan Atmo Seduto namun tidak dikaruniai keturunan, sehingga Ibu Atmo Seduto sangat sayang kepada Sardjono dan sudah menganggapnya sebagai anak sendiri. Sardjono menilai, Ibu Armo Seduto-lah yang mempunyai andil dalam membesarkan dan membantu ia menyelesaikan sekolahnya. Suatu pengorbanan yang luar biasa mengingat kondisi depresi negara pada tahun 1930.
Baris 63 ⟶ 62:
Dalam penyerbuan Belanda ke Yogyakarta (''Politioneele Actie'' II), Sardjono turut membantu Pemerintah Darurat RI dengan menjadi penasihat Markas Besar Angkatan Darat (MBAD) dengan pangkat Letnan Kolonel Tituler. Ia melakukan perang geriliya sekitar Yogyakarta dan Solo, sampai perang Belanda selesai pada tahun 1949.
Perang geriliya dimulai dari kota ke desa Jurug, kurang lebih 5
Selanjutnya, Sardjono lari ke Wonokromo karena adanya patroli Belanda yang menyusuri daerah selatan Yogyakarta dan pada saat itu bertemu kembali dengan Letkol Soeharto. Dari Wonokromo, geriliya dilanjutkan ke [[Imogiri, Bantul|Imogiri]] di mana ia bertemu dengan [[Zulkifli Lubis|Letkol Zulkifli Lubis]].
Baris 79 ⟶ 78:
Dari Dekso, mereka berpindah ke [[Kliripan]] dan tinggal di kediaman camat setempat tak lama memutuskan untuk kembali ke wilatah Dekso dan melintasi gunung hingga akhirnya bertemu dengan Kolonel T.B. Simatupang, Mr. Ali Budiardjo, dan Mayor Widyapranoto.
= Perjalanan Karier =
|