Fatahillah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Dhyanti (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Dhyanti (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
 
{{rapikan}}
'''Fatahillah''' adalah tokoh yang dikenal mengusir [[Portugis]] dari [[pelabuhan perdagangan Sunda Kelapa]] dan memberi nama "Jayakarta" yang berarti Kota Kemenangan, yang kini menjadi kota [[Jakarta]]. Ia dikenal juga dengan nama '''Falatehan'''. Ada pun nama '''Sunan Gunung Jati''' dan '''Syarif Hidayatullah''', yang sering dianggap orang sama dengan Fatahillah, kemungkinan besar adalah mertua dari Fatahillah.
 
== Latar belakang ==
Ada beberapa pendapat tentang asal Fatahillah. Satu pendapat mengatakan ia berasal dari [[Pasai]], [[Aceh Utara]], yang kemudian pergi meninggalkan Pasai ketika daerah tersebut dikuasai Portugis. Fatahillah pergi ke [[Mekah]], lalu ke tanah Jawa, [[Demak]], pada masa pemerintahan Raden Trenggono. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa Fatahillah adalah putra dari raja Makkah (Arab) yang menikah dengan putri [[kerajaan Pajajaran]]. Pendapat lainnya lagi mengatakan Fatahillah dilahirkan pada tahun [[1448]] dari pasangan Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda, pembesar [[Mesir]] keturunan Bani Hasyim dari Palestina, dengan Nyai Rara Santang, putri dari raja Pajajaran, Raden Manah Rasa.
Fadilah Khan (Fatahillah) murni tidak berasal dari Nusantara. Beliau pernah ikut berperang bersama pasukan Turki untuk menduduki Konstantinopel. Setelah pendudukan Konstantinopel dan merubahnya menjadi Istambul, beliau diundang untuk bergabung untuk membesarkan Kesultanan Demak. Ia diundang agar bisa membawa para ahli pembuat Meriam untuk bergabung dengan Kesultanan Demak untuk menghadapi Portugis. Tidak satupun kerajaan di Nusantara di masa itu yang memiliki tekhnologi pembuatan meriam.
Ada sumber sejarah yang mengatakan sebenarnya ia lahir di Asia Tengah (mungkin di Samarqand), menimba ilmu ke Baghdad, dan mengabdikan dirinya ke Kesultanan Turki, sebelum bergabung dengan Kesultanan Demak.
 
== Persamaan antara Sunan Gunung Jati dan Fatahillah ==
Sunan Gunung Jati sama dengan Fatahillah. [[Sunan Gunung Jati]] (SGJ) adalah seorang Ulama Besar dan Muballigh yang lahir turun-temurun dari para Ulama keturunan cucu [[Nabi Muhammad SAW]], Imam Husayn. Nama asli SGJ adalah [[Syarif Hidayatullah]] putra Syarif Abdullah putra Nurul Alam putra Jamaluddin Akbar. Jamaluddin Akbar adalah Musafir besar dari Gujarat, India yang memimpin putra-putra dan cucu-cucu nya berdakwah ke Asia Tenggara, dengan Campa (pinggir delta Mekong, Kampuchea sekarang) sebagai markas besar. salah satu putra Syekh Jamaluddin Akbar (lebih dikenal sebagai [[Syekh Maulana Akbar]],SMA) adalah [[Syekh Ibrahim Akbar]] (ayahanda [[Sunan Ampel]]).
Bakat keruhaniyan dan kepemimpinan SMA tampak jelas turun ke dalam diri SGJ. Sehingga bagi kaum Sufi beliau (SGJ) adalah pemimpin spiritual hingga kini untuk wilayah nusantara, sedangkan bagi sejarawan SGJ adalah peletak dasar [[Kesultanan Cirebon]] dan Banten. Fatahillah adalah seorang Panglima Pasai, bernama Fadhlulah Khan (F Kh), orang Portugis melafalkannya sebagai Falthehan. Ketika Pasai dan Malaka direbut Portugis,beliau hijrah ke tanah Jawa untuk memperkuat armada kesultanan-kesultanan Islam di Jawa (Demak, Cirebon dan Banten) setelah gugurnya Raden Abdul Qadir bin Yunus ([[Pati Unus]], menantu Raden Patah Sultan Demak pertama).
Menurut [[Saleh Danasasmita]] sejarawan Sunda yang menulis sejarah [[Pajajaran]] dalam bab [[Surawisesa]], Fadhlullah Khan masih berkerabat dengan Walisongo karena kakek buyut beliau Zainal Alam Barakat adalah adik dari Nurul Alam Amin (kakek Sunan Gunung Jati) dan kakak dari Ibrahim Zainal Akbar (ayahanda Sunan Ampel) yang semuanya adalah putra-putra Syekh Maulana Akbar dari Gujarat,India.
 
Bakat keruhaniyan dan kepemimpinan SMA tampak jelas turun ke dalam diri SGJ. Sehingga bagi kaum Sufi beliau (SGJ) adalah pemimpin spiritual hingga kini untuk wilayah nusantara, sedangkan bagi sejarawan SGJ adalah peletak dasar [[Kesultanan Cirebon]] dan Banten. Fatahillah adalah seorang Panglima Pasai, bernama Fadhlulah Khan (F Kh), orang Portugis melafalkannya sebagai Falthehan. Ketika Pasai dan Malaka direbut Portugis,beliau hijrah ke tanah Jawa untuk memperkuat armada kesultanan-kesultanan Islam di Jawa (Demak, Cirebon dan Banten) setelah gugurnya Raden Abdul Qadir bin Yunus ([[Pati Unus]], menantu Raden Patah Sultan Demak pertama).
«Ada 2 kemungkinan datangnya Fadhlullah Khan dari Pasai.»
 
Menurut [[Saleh Danasasmita]] sejarawan Sunda yang menulis sejarah [[Pajajaran]] dalam bab [[Surawisesa]], Fadhlullah Khan masih berkerabat dengan Walisongo karena kakek buyut beliau Zainal Alam Barakat adalah adik dari Nurul Alam Amin (kakek Sunan Gunung Jati) dan kakak dari Ibrahim Zainal Akbar (ayahanda Sunan Ampel) yang semuanya adalah putra-putra Syekh Maulana Akbar dari Gujarat,India.
Kemungkinan Pertama beliau sudah menjadi anak buah Pati Unus dan bergabung dengan pelarian Malaka ketika Pati Unus memimpin armada Islam tanah Jawa menyerang Malaka 1513 dan 1521, tetapi beliau termasuk yang selamat dalam perang besar 1521 (seperti Raden Abdullah putra Pati Unus), setelah Armada Gabungan kembali ke tanah Jawa diangkat menjadi pengganti Pati Unus sebagai Panglima Armada Islam Gabungan tanah Jawa dan dinikahkan oleh Sunan gunung jati dengan putri beliau, Ratu Ayu janda Pati Unus untuk memperkuat kekerabatan.
 
Kemungkinan ke 2 adalah, beliau tidak ikut perang Malaka 1513 & 1521, tapi sudah hijrah lebih dulu ke tanah Jawa setelah jatuhnya Pasai 1512, 9 tahun kemudian diangkat oleh Sunan Gunung Jati menggantikan Pati Unus yang gugur setelah dinikahkan dengan Ratu Ayu, putri Sunan Gunung Jati yang ditinggal Pati Unus.
«Ada 2 kemungkinan datangnya Fadhlullah Khan dari [[Pasai]]
Analisis kami mengkompromikan 2 kemungkinan diatas adalah setelah jatuhnya Malaka (1511) kemudian Pasai (1512), bisa dikatakan seluruh tokoh besar dan para Panglima Muslim dari Pasai dan Malaka yang selamat kemudian hijrah ke tanah Jawa sebagai satu-satunya basis Kerajaan Islam yang masih exist (di Asia Tenggara) dan sangat aneh bila kemudian tidak ikut bergabung dengan Armada Islam tanah Jawa pimpinan Pati Unus dalam ekspedisi 1521 yang sangat besar, selain karena dendam yang belum terlampiaskan terhadap Portugis, juga para Tokoh dan Panglima Pasai dan Malaka (yang dalam pengasingan di tanah Jawa) bila tak ikut kewajiban Jihad pasti akan dikucilkan.
 
Kemungkinan Pertama beliau sudah menjadi anak buah Pati Unus dan bergabung dengan pelarian Malaka ketika Pati Unus memimpin armada Islam tanah Jawa menyerang Malaka 1513 dan 1521, tetapi beliau termasuk yang selamat dalam perang besar 1521 (seperti Raden Abdullah putra Pati Unus), setelah Armada Gabungan kembali ke tanah Jawa diangkat menjadi pengganti Pati Unus sebagai Panglima Armada Islam Gabungan tanah Jawa dan dinikahkan oleh Sunan gunung jati dengan putri beliau, Ratu Ayu janda Pati Unus untuk memperkuat kekerabatan.
 
Kemungkinan ke 2 adalah, beliau tidak ikut perang Malaka 1513 & 1521, tapi sudah hijrah lebih dulu ke tanah Jawa setelah jatuhnya Pasai 1512, 9 tahun kemudian diangkat oleh Sunan Gunung Jati menggantikan Pati Unus yang gugur setelah dinikahkan dengan Ratu Ayu, putri Sunan Gunung Jati yang ditinggal Pati Unus.
 
Analisis kami mengkompromikan 2 kemungkinan diatas adalah setelah jatuhnya Malaka (1511) kemudian Pasai (1512), bisa dikatakan seluruh tokoh besar dan para Panglima Muslim dari Pasai dan Malaka yang selamat kemudian hijrah ke tanah Jawa sebagai satu-satunya basis Kerajaan Islam yang masih exist (di Asia Tenggara) dan sangat aneh bila kemudian tidak ikut bergabung dengan Armada Islam tanah Jawa pimpinan Pati Unus dalam ekspedisi 1521 yang sangat besar, selain karena dendam yang belum terlampiaskan terhadap Portugis, juga para Tokoh dan Panglima Pasai dan Malaka (yang dalam pengasingan di tanah Jawa) bila tak ikut kewajiban Jihad pasti akan dikucilkan.\
Di Demak dan Cirebon, F Kh mendapat gelar [[Wong Agung Pasai]], di Banten dapat gelar [[Tubagus Pasai]].
 
Ketika [[Pati Unus]] gugur dalam perang laut dahsyat untuk merebut kembali Malaka dari tangan Portugis, F Kh diangkat oleh SGJ menggantikan [[Pati Unus]] sebagai Panglima Armada Islam di tanah Jawa. Raden Pati Unus yang gugur kemudian dikenal sebagai [[Pangeran Sabrang Lor]].
Ketika [[Pati Unus]] gugur dalam perang laut dahsyat untuk merebut kembali Malaka dari tangan Portugis, F Kh diangkat oleh SGJ menggantikan [[Pati Unus]] sebagai Panglima Armada Islam di tanah Jawa. Raden Pati Unus yang gugur kemudian dikenal sebagai [[Pangeran Sabrang Lor]].

Kegagalan ekspedisi Malaka (1521) membuat Kesultanan2 Islam di tanah Jawa mengambil sikap defensif dan memancing Portugis untuk datang. Sehingga Bulan Juni 1527, Portugis yang telah merasa diatas angin mencoba menerobos Sunda Kelapa, langsung diluluhlantakkan oleh armada Islam dibawah pimpinan F Kh, kemenangan besar ini kemudian dirayakan sebagai hari lahir Jayakarta dan kemudian disebut Jakarta. F Kh atau Tubagus Pasai diberi gelar baru yaitu Fatahillah (yang berarti Kemenangan Allah SWT).
 
Setelah kemenangan ini F Kh diangkat Sunan Gunung Jati sebagai Penasehat Kesultanan Cirebon, sedangkan kota Jayakarta diserahkan ke menantu FKh, yaitu [[Tubagus Angke]]. Setelah wafatnya Tubagus Angke diserahkan kepada putra beliau yaitu [[Pangeran Jayakarta]] yang kemudian pada 1619 karena kalah dalam konflik dengan [[VOC]], meninggalkan Jayakarta yang <u>[[dibumihanguskan]] yaitu pemusnahan dengan cara pembakaran barang,gedung,bangunan agar tak dapat dipakai oleh musuh walaupun penghuni daerah merasa berat hati melakukannya.<!-- Komentar --> Silahkan ubah artikel ini.^w*--[[Pengguna:Dhyanti|Dhyanti]] ([[Pembicaraan Pengguna:Dhyanti|bicara]]) 13:16, 8 Mei 2009 (UTC)
</u>
{{indo-bio-stub}}