Papua Selatan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.9.2
Baris 70:
[[Berkas:KITLV A42 - Marind-Animman en -vrouw nabij Merauke, KITLV 10187.tiff|jmpl|200px|kiri|Anggota Suku Marind di tahun 1910]]
 
Selain sungai Maro, Belanda juga mendengar informasi tentang sungai lain yang lebih besar yang dinamakan [[Sungai Digul]]. Belanda kemudian mengirim ekspedisi kesana. Tahun 1920-an, muncul ide untuk memanfaatkan pedalaman Papua sebagai [[Tempat Pengasingan Boven Digoel|kamp tahanan]]. Lokasi yang cocok adalah hulu sungai Digul (Boven Digoel) yang kemudian didirikan kamp bernama [[Tanah Merah, Boven Digoel|Tanah Merah]]. Hutan yang lebat dan sungai Digul yang ganas ditambah wabah [[malaria]] menyebabkan tahanan tersiksa namun tak bisa meloloskan diri. Beberapa tokoh yang pernah ditahan disini antara lain [[Mohammad Hatta]] dan [[Sutan Sjahrir]].<ref name ="Kombai 1" /><ref name="Kombai 2">{{Cite web|url=https://www.kombai.nl/2020/12/08/belanda-masuk-kali-digul/|title=Belanda Masuk Kali Digul|date=2020-12-08|access-date=2022-07-01|last=J.P.D. Groen|website=kombai.nl}}</ref><ref name="Boven Digoel Kab">{{Cite web|url=https://bovendigoelkab.go.id/halaman/sejarah|title=Sejarah Boven Digoel|access-date=2022-07-01|publisher=Pemerintah Kabupaten Boven Digoel}}</ref> Selama [[Sengketa Irian Barat|perjuangan pembebasan Irian Barat]], Belanda kembali menggunakan lokasi ini sebagai kamp pengasingan. Mereka kembali membangun penjara dan beberapa rumah dinas polisi. Beberapa tokoh yang pernah dipenjara disini adalah [[Johannes Abraham Dimara|Johanes Abraham Dimara]] beserta pasukannya, Petrus Korwa, Hanoch Rumbrar, dll.<ref name=":0">{{Cite web|last=Matanasi|first=Petrik|title=Digoel, Tempat Buangan Para Pembangkang|url=https://tirto.id/digoel-tempat-buangan-para-pembangkang-uzn|website=tirto.id|language=id|access-date=2020-08-18}}</ref> Kamp ini kemudian dipimpin oleh seorang opsir tentara yang ditugaskan sebagai ''fungeerend controleur'' (pejabat pengawas).<ref name=":0" /><ref name="Materay 2020 pp. 1–18">{{cite journal | last=Materay | first=Bernarda | last2=Wabisay | first2= Yan Dirk | title=PERTUMBUHAN NASIONALISME INDONESIA DI KALANGAN ORANG PAPUA 1963--1969 GROWTH OF INDONESIA NATIONALISM AMONG THE PAPUANS 1963--1969 | journal=Masyarakat Indonesia | volume=45 | issue=1 | date=2020-07-01 | issn=2502-5694 | doi=10.14203/jmi.v45i1.883 | pages=1–18 | url=http://jmi.ipsk.lipi.go.id/index.php/jmiipsk/article/view/883 | access-date=2022-06-25 | archive-date=2022-07-05 | archive-url=https://web.archive.org/web/20220705114509/http://jmi.ipsk.lipi.go.id/index.php/jmiipsk/article/view/883 | dead-url=yes }}</ref> Setelah Belanda pergi tahun 1960-an, Tanah Merah semakin ramai sehingga menjadi distrik dan akhirnya dijadikan ibukota [[Kabupaten Boven Digoel]].<ref name="Boven Digoel Kab"></ref>
[[Berkas:Geïnterneerden bij de barakken van het interneringskamp te Tanahmerah (Boven-Digoel), KITLV 153803.tiff|300px|jmpl|ka|Tahanan di kamp Tanah Merah, Boven Digoel tahun 1927]]
=== Pasca Integrasi ===