Suku Kokoda: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Blackman Jr. (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Blackman Jr. (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 11:
 
Selain itu, Suku Kokoda juga diberkahi dengan kekayaan alam berupa tanaman obat-obatan. Terhitung ada 70 spesies tanaman yang mereka gunakan sebagai obat-obatan tradisional. Jumlah tersebut meliputi 67 genus dan 41 familia tumbuhan obat. Familia tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan sebagai obat tradisional yaitu [[Fabaceae]] dan [[Euphorbiaceae]]. Selama ini, telah terbukti bahwa spesies tanaman obat tersebut terbukti mampu mengobati 73 jenis keluhan penyakit. Keluhan yang paling banyak dialami masyarakat suku Kokoda antara lain: badan pegal-pegal, luka luar, dan tambah darah. Bagian tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku obat oleh suku Kokoda adalah daun (50%). Cara meramu dengan merebus adalah yang paling sering dilakukan oleh masyarakat suku Kokoda.<ref>Maulina, Cici Suci. 2011. KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN OBAT TRADISIONAL OLEH MASYARAKAT SUKU KOKODA DI KAMPUNG UGAR, PULAU UGAR, FAKFAK, PAPUA BARAT. Skripsi Program Studi S1 Bilogi Universitas Gadjah Mada</ref>
 
== Tradisi Peminangan ==
Beberapa tradisi yang sangat terkenal di kalangan Suku Kokoda adalah tradisi peminangan. Tradisi ini dilakukan ketika seorang laki-laki Suku Kokoda akan meminang (mengajak menikah) perempuan dari suku yang sama. Mula-mula, tua-tua adat sebagai orang yang dipercaya dan “ditokohkan” oleh Suku Kokoda akan meminta ibu-ibu untuk berkumpul di ''titara'', yaitu suatu balai pertemuan yang biasa mereka gunakan untuk menyelesaikan berbagai persoalan dan merundingkan berbagai macam hal. Di tempat ini, pihak laki-laki akan bermusyawarah terkait rencana pernikahannya dengan penduduk yang hadir di sana. Ketika sudah mendapat persetujuan, keluarga laki-laki akan mendatangi pihak perempuan yang akan dilamar dengan maksud untuk menyampaikan keseriusannya. Setelahnya, keluarga pihak perempuan akan melakukan musyawarah terkait permintaan pinangan pihak laki-laki berikut maskawin atau [[mahar]] yang diharapkan. Ibu-ibu dari pihak keluarga perempuan akan mendatangi rumah laki-laki tersebut untuk menyampaikan hasil musyawarah mereka, apakah lamarannya diterima atau tidak.<ref name=":1" /> Sementara itu, pihak laki-laki harus bisa menerima dengan lapang dada apa pun yang menjadi keputusan dari keluarga perempuan.
 
Maskawin atau mahar yang diharapkan biasanya dalam bentuk 1500-2000 jenis barang. Barang-barang tersebut di antaranya adalah 10 buah guci, 20 buah piring besar, 20 buah tombak, 20 buah mancadu, 5 manik-manik tali besar, 5 manik-manik tali kecil, dan sisanya adalah barang-barang campuran seperti kain dan lain sebagainya.<ref name=":1" />
 
Tradisi peminangan dengan menggunakan 15000-2000 jenis barang tersebut telah berlangsung lama. Meskipun tidak ada sanksi adat, apalagi sanksi berupa hokum formal yang mengikat, tradisi ini sangat mendarah daging dalam diri mereka. Apabila tidak mampu memenuhinya, si pelamar biasanya akan sangat malu dan kembali pulang ke kampung halamannya sendiri.<ref name=":1" />
 
Dalam tradisi ini, ditemukan dua macam istilah, yaitu ''Bani'' dan ''Warotara.'' Bani disebut sebagai prosesi musyawarah sebelum lamaran dilakukan dengan mengumpulkan keluarga laki-laki dan pemuka-pemuka adat setempat di suatu tempat yang disebut sebagai ''Titara'' atau balai pertemuan. Sementara ''Waworata'' disebut sebagai anak perempuan yang telah dilamar, dinaikan seekor [[kuda]] bersama saudara laki-lakinya menuju ke tempat sang calon suami. Anak perempuan tersebut akan disuapi oleh keluarga sang laki-laki. Hal itu dimaksudkan sebagai sebuah ungkapan kepercayaan dari keluarga perempuan untuk menitipkan anak perempuannya kepada keluarga laki-laki tersebut untuk hidup bersama dalam satu atap.<ref name=":1" />
 
==Kebudayaan==