Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k clean up
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android
Baris 28:
 
== Penerapan di Indonesia ==
Sebelum adanya UNCLOS, Indonesia telah meratifikasi [[Deklarasi Djuanda]] pada 13 Desember 1957 oleh Perdana Menteri Indonesia saat itu, [[Djuanda Kartawidjaja]] sebagai aturan dasar tentang hukum wilayah laut di Indonesia. Deklarasi tersebut menggantikan aturan ''Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie'' (TZMKO) yang diterbitkan pada tahun 1939 oleh pemerintah kolonial Belanda. Aturan TZMKO menyatakan bahwa laut daripada Indonesia memiliki lebar 3 mil diukur dari garis air rendah dari masing-masing pulau di Indonesia. Kemudian TZMKO tidak menjamin kesatuan wilayah Indonesia karena letak Indonesia yang terpisah-pisah antara pulau-pulau karena laut yang menghubungkan antarpulau adalah [[perairan internasional]]. Sedangkan Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa semua perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau yang masuk daratan NKRI adalah bagian-bagian yang tak terpisahkan dari wilayah yurisdiksi Republik Indonesia.
 
Sebagai tindak lanjut atas ratifikasi UNCLOS tersebut, kini Indonesia sejak tahun 2014 telah memiliki payung hukum yang menekankan kewilayahan laut Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, yang disahkan pada tanggal 17 Oktober 2014, dan dicantumkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 294, dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5603. Bentuk ratifikasi paling awal dari UNCLOS adalah disahkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut).